New life

3.7K 213 0
                                    

Setiap orang memimpikan pernikahan yang indah. Dua insan yang membina ikatan suci sehidup semati. Dua insan yang menjadi satu padu dan Satu untuk selamanya. Semua orang juga memiliki alarm masing-masing untuk waktu pernikahannya.

Untukku sendiri alarm yang kupasang adalah diusia 31 tahun. Namun berbeda dengan kenyataan yang kujalani, aku menikah jauh sebelum alarm itu berbunyi, yaitu diusia 26 tahun. Cukup lama aku menerima ajakan itu, entahlah di hatiku ada sesuatu tapi ketulusan hati Arya membuatku akhirnya yakin untuk menerimanya menjadi ayah untuk anak anak kami kelak.

Awalnya kami hany ingin hidup berdua disebuah rumah kontrakan sederhana. Mulai menikmati asam dan garam rumah tangga cukup berdua. Tapi semua keinginan harus ditelan paksa karena kota tempatku bekerja cukup jauh dari kota Arya berada.

Aku bertemu suamiku hanya diakhir minggu. Rutinitas bertemu ini sudah terjadi selama setahun belakangan, suasana seperti ini berlangsung sebelum kami menikah. Namun setelah menikah rasanya berat berjauhan dengan pasangan hidupku. Surat pengajuan pindahku kekota Arya masih belum di-approve oleh kantor pusat.

Aku harus menahan kerinduan hingga hari kerja berakhir. Setiap jumat sore selalu ku sonsong Bus merah dengan jadwal paling akhir itu untuk kembali kekota Arya. Aku dan suamiku pada akhirnya tinggal bersama dengan mama mertuaku. Jadi secara keuangan kami lebih hemat budget dan mertuaku juga tidak merasa kehilangan anaknya yang telah memiliki kelurga baru.

Menikah tentu saja sangaaaat berbeda jauh dengan pacaran. Walaupun kami hanya ketemu sekali seminggu, banyak hal yang membuat kami tau sisi baik dan buruk masing-masing. Tapi kami berusaha Saling menerima saja

Tapi berada jauh dariku, sebenarnya ada hal yang telah disembunyikan Arya dariku

Sangat Jauh dari kata manis...

****Bdh****

Minggu demi minggu rasanya pernikahan ini tak seperti awal pacaran. Mungkin karena rutinitas kami bertemu terasa jauh, saat bertemupun sudah dalam keadaan capek. Arya terlihat berusaha selalu tersenyum manis, berlaku manis dan tetap merayu dan mencumbuku dijadwal rutinitas mingguan kami yang singkat Jumat, Sabtu dan minggu.

Karena aku seorang wanita yang bekerja, tentu saja aku terlatih mandiri dan tidak pernah mau merepotkan suamiku. Aku takkan meminta jika ia tak berinisiatif memberikan nafkahnya baik nafkah lahir ataupun batin. Pergi kerja kekota yang berbeda dengan suamikupun, aku melangkah seorang diri.

"Ya..., awal yang normal dengan pembiasaan diri..."

"Mungkin rezekinya baru segini.."

Ucapan positif yang selalu kami tanamkan. Karena permintaan pindah kekantor cabang di kota Arya tak kunjung disetujui.

Bulan pun berganti, suasana adem ayem mulai berubah. Mertuaku mulai bertanya apakah dia akan segera punya cucu. Disertaai dengan rutinitas ranjang kami yang juga mulai berubah menjadi ladang kewajiban pencari keturunan. Setiap Minggu aku selalu melakukan test pack tapi hasilnya masih saja garis satu.

"Hmmm apakah pernikahan memang hanya sebatas ini....?" batinku

Keharmonisan kami berganti dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kehamilan. Syukurlah!, pada bulan keempat akhirnya aku mendapatkan hasil dengan garis dua. Segera ku cari contact di androidku, dengan hati yang menggebu dan tak sabaran ku tekan pilihan panggil pada nama "My hubby". Saat Arya baru menjawab salam aku langsung berucap mantap dengan rasa yang mengharu biru.

"Sayang... Alhamdulillah bentar lagi kamu jadi papa..!!!"

Hening...

"Mungkin Arya shock sampai tak bisa berkata-kata" pikirku dalam diamnya.

"Sayang..... Kamu dengar nggak..."

Hening...

Perasaanku menjadi campur aduk, mengapa suamiku menjadi bisu tak bersuara. Ia juga tak memberikan reaksi apapun. Sebenarnya apa yang membuatnya memilihuntuk diam? aku yang akan memberikan kejutan malah menjadi patah arang. Dengan jeda yang cukup lama, kemudian ku dengar suara Isak bahagia dari seberang sana.

"Alhamdulillah sayang... Selamat ya!"

"Fiuh..." dadaku terasa hangat dan penuh mendengar tangisan kecil arya

"Dasar...., kirain kenapa kamu diam sayang..."

"Ia sayang maaf aku terlalu bahagia..., bentar ya, aku telpon mama dulu.., beliau pasti bahagia dengar kabar ini, kamu taulah mama gak sabar mau menimang cucu...."

Teleponpun bersambung kemertua dan orang tuaku. Begitulah siang cerah yang indah, awal dari kehamilanku.

Awal yang indah..., Ya indah!

******








BAD HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang