Resign

2K 153 2
                                    

Semakin Minggu Arya semakin berbeda, ia tampak sedikit menjauh walaupun ia berusaha sangat keras menutupinya. Sebagai istri tentu aku merasakannya.  Kuberpikir sangat panjang untuk semua kejanggalan ini tapi tak ada langkah pasti yang bisa kulakukan. Kerjaaan di kantor yang menumpuk sepulangnya harus mengasuh Bintang, ditambah lagi berada di kota yang berjauhan dengan Arya membuatku tak bisa berbuat banyak.

Terkadang tuntutan kerja yang semakin keras membuatku sangat jengah dan kecapaian. Belum lagi masalah rumah tangga ini, sungguh aku sangat kelelahan, badanku semakin kurus, kantong mataku berwarna amat gelap. Aku menjadi kurang fokus baik dirumah arau dikantor. Ditambah lagi Omelan pak Sigit  yang segudang. Sungguh membuat jiwa dan ragaku amat teramat lelah.

Malam itu panas badan Bintang cukup tinggi 28 'c, segera kukompres dengan air hangat. Namun sudah beberapa jam berlalu masih tak kunjung turun. Hatiku mulai cemas, aku hanya berdua bersama Bintang di kontrakan, segera kutelepon Hana untuk menghantarkan kami ke Rumah sakit.

Dokter mengatakan bahwa bintang hanya demam biasa dan memberi obat penurun panas, tapi aku masih sangat cemas, kutelepon Arya untuk mengabarinya dan meminta dijemput malam ini juga. Aku sangat kawatir kalau Bintang kenapa-kenapa. Apalagi saat ini aku hanya berdua dengan bayi kecil ini.

Hana menemaniku dikontrakkan, menunggu Arya datang untuk menjemput. Pukul 11:00malam  akhirnya Arya sampai. Hanapun izin untuk kembali kerumahnya. Malam itu kami berkendara balik ke Rumah. Sepanjang perjalanan baik aku dan arya lebih banyak diam. Kami hanya fokus pada bayi Bintang yang panasnya belum juga reda.

*******Bdh******

Pagi itu pak Sigit meneleponku. Padahal surat izin dan lampiran surat dokter sudah kutitip pada Hana. Sepertinya aku harus meminta izin secara langsung. Segera ku tekan tombol hijau dilayar Handphone.

" Hallo pak selamat pagi....."

"Pagi Tatiana.... Kamu tidak masuk hari ini?"

"Ia pak....bayi saya sakit pak, saya mohon izin ya pak....."

"Tian kamu tau kan sebentar lagi pemeriksaan audit..?"

"Ya pak saya tau, saya mohon maaf, keadaannya mendesak, saya gak bisa masuk pak.."

"Kamu masih ada niat kerja gak, udah beberapa Minggu kamu gak fokus saya masih diam, sekarang gak masuk lagi....., yang punya anak bukan cuma kamu ya......"

Kata-kata pak Sigit sungguh melukai hati ku, disaat anakku sakit dia hanya memikirkan pekerjaan saja. Sementara permintaanku untuk pindah belum juga selesai. Hatiku sudah tidak tahan lagi. Emosiku menyeruak hingga ke ubun-ubun, Sudah cukup.

" Ya sudah pak.... Kalau menurut bapak kinerja saya tidak baik..... saya minta maaf..... Saya sudah berusaha sebaik mungkin, saya tidak bisa sesempurna yang bapak pinta,...

"kalau bapak mau saya berhenti, hari ini saya siapkan surat resign, Minggu depan tanggal 10 saya sudah tidak bekerja lagi"

"Semoga bapak bisa menemukan orang yang lebih tepat dibanding saya....."

Sejenak suara pak Sigit hening. Kali ini aku sudah tidak bisa sabar lagi. Apalagi menyangkut kesehatan bayiku. Masih banyak rezeki yang lain. Kalau memang ini jalan terbaik untuk bayiku dan pernikahan ku.

" Tatiana.... Saya tidak pernah memaksa kamu berhenti.... Coba kamu tenangkan dirimu... Setelah bayimu sehat saya tunggu kamu dikantor"

" Ya pak selamat pagi"

Segera kumatikan sambungan telepon pak Sigit. Ternyata emosiku meledak juga, tekanan demi tekanan dari pak Sigit akhirnya membuat benteng kesabaran ku hancur juga.

BAD HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang