"Mmhhh..." Pria itu melenguh pelan saat mata terasa sudah puas terpejam.
Ia terbangun di posisi yang sama seperti terakhir kali dirinya pingsan, tak sepenuhnya berbaring.
Rasa perih di bibir serta nyeri pada wajah kembali ia rasakan. Yoong tak perlu bercermin untuk menebak apa yang terjadi padanya. Ingatan kemarin malam masih segar untuk di ingat.
Pria itu berusaha bangkit lalu masuk ke dalam kamar. Ia harus membersihkan diri kemudian kembali bekerja di kantor Jessica.
Tak hanya wajah, badan Yoong sakit seluruhnya. Tulang-tulang terasa di remukan, terlebih pada bagian punggung. Jemarinya berusaha mengurut leher yang terasa sakit karena semalaman kepalanya tak mendapat alas.
Yoong berjalan setengah membungkuk menuju ruangan Jessica. Pria itu masuk setelah mengetuk pintu dan sang atasan mempersilahkannya masuk.
"Yoong?"
"Sajangnim, apa kau punya waktu?"
"Tunggu. Ada apa dengan wajahmu?" Ucap Jessica terheran setelah memperhatikan seksama pria tersebut.
Wajah Yoong terlalu memprihatinkan. Itu bahkan lebih parah dari saat ia melihatnya di atap hotel, Hongkong.
"Hanya terbentur pintu saat aku mabuk." Sangkal Yoong.
Jessica mencoba mengangguk kemudian. Akan tetapi bukan berarti ia mempercayai itu atau, mungkin seharusnya sejak awal ia tak usah bertanya? Cerita sebenarnya sudah pasti berbeda. Jika benar tak sengaja menghantam pintu, maka lukanya hanya sebatas luka ringan, tidak akan sampai merobek bibir.
Jessica berusaha acuh. Itu bukan urusannya.
"Kau ingin bicara? Aku sedang sibuk sekarang." Ia merapihkan kertas yang nampak berserakan.
Yoong melihatnya. Bodoh, cibirnya membantin untuk diri sendiri. Bagaimana bisa ia berfikir bahwa kertas-kertas di depan Jessica hanya sebatas kertas kosong tanpa arti serta tak berguna?
Saat ia masuk pun, Jessica tak sempat menatapnya saat bicara dan sibuk menggunakan jemari lentiknya menggerakan pulpen serta membolak balik beberapa file dokumen.
"Bagaimana jika nanti siang? Di caffe?" Jessica terdiam sejenak, memikirkan tawaran Yoong.
"Akan ku usahakan." Jawab gadis itu sebisa mungkin karena pekerjaannya memang benar-benar banyak saat ini.
Yoong justru tersenyum, sembari berbalik meninggalkan ruangan Jessica. Ia berhenti di balik pintu setelah tertutup, berdiri disana beberapa menit sampai tubuhnya tak kuat lagi menahan sakit.
Pria itu beringsut, duduk menyender di dinding. Rasanya dingin, namun cukup nyaman untuk sekedar mengistirahatkan punggungnya.
"Eomma..." Suara lirih dari seorang anak berumur 7 tahun terdengar menyayat hati.
Ia bersimpuh, menatap nanar wanita yang kini hanya meninggalkan nama dan sebuah wujud tak nyata berupa lembar foto.
Berhiaskan rangkaian bunga di seklilingnya, foto berbingkai tersebut tidaklah indah untuk dilihat. Mengingat, sebuah kenyataan di balik bunga tersebut teramat menghancurkan jiwa anak itu.
Usianya masih 7 tahun, akan tetapi ia sudah bisa mengerti apa arti dari sebuah tangisan orang-orang yang berada disana. Apa maksud dari ucapan bela sungkawa serta pakaian seragam berwarna hitam yang di kenakan.
Tak hanya sebatas itu, sejak 2 tahun lalu bahkan ia di paksa mengerti apa alasan dari tangisan sang eomma. Untuk itulah dirinya bertekat melindungi apa yang ingin ia lindungi, namun nyatanya ia masih jauh dari kata "kuat" yang sebenarnya. Bahkan keberanian pun tak di miliki sehingga cemooh "mana mungkin bisa? Kau melindungi eomma mu?", mencambuk hatinya berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUZZLE
Fanfiction(8 days for open your heart) Puzzle. Bukan sebuah mahakarya yang tercipta sendiri dan satu-satunya. Menjadi sebuah bagian tunggal bukan aturan main puzzle. Puzzle. Memiliki kepingan-kepingan lain yang akan membuat mereka menjadi sebuah kesatuan yang...