- Sebuah Senyuman -
Sepasang mata menatap dalam-dalam netra pria yang baru saja memasuki ruangannya setelah di panggil.
Emosinya tak hadir, hanya saja perasaan bingung semakin membalut dalam penasaran tentang pria itu yang kian menggunung setiap menitnya.
Sudah hampir 5 menit mereka diam dalam kebisuan serta fikiran masing-masing tanpa berniat membuka pembicaraan ringan atau sekedar menyapa.
"Kau terlambat lagi." Bibir mungil Jessica akhirnya membentuk sebuah kalimat tak begitu panjang namun menohok Yoong.
"Lagi?" Bingungnya jelas tak mengerti.
Apa di hari sebelumnya ia juga terlambat? Lalu kenapa Jessica tak memarahinya?
Jemari mungil Jessica meletakan ponselnya di atas meja, memperlihatkan sebuah jam digital yang menunjukan tepat pukul 9 siang.
Yoong lantas menundukan kepalanya. Ceroboh, lalai dan tak tahu diri. Ia sudah berubah menjadi pria yang menyeramkan akhir-akhir ini.
Sungguh menyedihkan mengingat bagaimana cara ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bodyguard dan sampai akhirnya di terima, akan tetapi kesempatan tersebut akhirnya ia sia-siakan.
"Joesonghamnida, sajangnim." Sesal Yoong.
Wajahnya tak sedang di buat-buat. Gambaran menyedihkan pada ekspresinya memanglah nyata, ia memang menyedihkan sejak awal.
Apa Yoong harus bersyukur karenanya? Apa itu sebuah anugerah? Rasanya tidak.
Yoong masih tertunduk lesu, Jessica mengabaikan permintaan maafnya, membiarkan ia berdiri diam disana entah sampai kapan. Yoong tak berani mendongak dan bagaimana bisa? Rasanya sangat berat.
Hati Yoong terluka karena sikapnya sendiri yang terlalu sering lalai, tak pernah berubah sejak dulu.
"Sepertinya kau memiliki masalah pribadi yang benar-benar rumit." Jessica membuka suara setelah sekian lama hening mendominasi ruangannya.
Yoong diam tak menjawab. Ia rasa Jessica sudah pasti mengerti bahwa diamnya adalah sebuah jawaban. Bukan lancang, melainkan perasaan tak berhak lagi untuk memandang langsung gadis itu menghujam dada Yoong bertubi-tubi.
Yoong menjadi berat hati. Kakinya terasa lancang masuk kembali ke dalam sini karena sudah menjadi orang yang tak tahu diri, bertingkah layaknya ia bukanlah pegawai, datang semaunya tanpa menyadari itu.
Tukkk!!
"Tiffany membelikannya untukmu. Ambilah dan gunakan itu." Jessica melempar sebuah kotak persegi panjang ke atas mejanya.
Namun Yoong masih segan mendongakkan kepala.
"Jangan menjualnya untuk membayar hutang. Lebih baik tabung gajih yang ku berikan saja." Lanjutnya sembari berdiri, meraih kotak berisi ponsel yang semula hanya ia letakan di atas meja untuk di serahkan langsung pada pemilik barunya.
"Tapi-"
"Ini penting untuk pekerjaanmu. Terimalah dan jangan merasa bersalah atau terbebani. Tiffany sudah memasukan nomernya dan nomerku di ponsel ini, jadi kami akan menghubungimu lewat benda ini." Jemari Jessica membuka kantong jas hitam Yoong kemudian menjejalkan benda tersebut ke dalamnya.
Entah apa yang sedang di fikirkan oleh pria di depannya saat ini. Sedari tadi hanya menunduk tak berani menatap, padahal saat di Hongkong ia seolah lupa akan tata krama.
Diam-diam Jessica tersenyum kecut. Terkadang Yoong terlihat sangat naif, tapi juga begitu arogan seperti seorang brandal. Ia tak menyangka bahwa sifat pria ini susah untuk di tebak.
![](https://img.wattpad.com/cover/208162437-288-k684953.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PUZZLE
Fanfiction(8 days for open your heart) Puzzle. Bukan sebuah mahakarya yang tercipta sendiri dan satu-satunya. Menjadi sebuah bagian tunggal bukan aturan main puzzle. Puzzle. Memiliki kepingan-kepingan lain yang akan membuat mereka menjadi sebuah kesatuan yang...