"Oppa, aku berangkat sendiri saja ya?"
"Tidak boleh."
"Nanti kau telat ke kantor."
"Biarkan saja, lagipula perusahaan kan punya Appa."
Aku mendengus kasar, sebenarnya aku bisa pergi sendirian lagipula tidak terlalu jauh juga. Kasihan Jimin harus mengantarkanku jauh-jauh apalagi dia harus bekerja.
Aku memaksa Jimin berkali-kali agar tidak mengantarkanku tapi dia tetap menolak, akhirnya aku hanya bisa pasrah.
Libur kali ini akan aku manfaatkan sebaik mungkin, selama tiga hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersama keluargaku.
Aydin akan menyusul sore nanti dan dia akan menginap juga, aku tidak memberitahu Jimin kalau Aydin juga ikut, aku yakin dia pasti akan kesal jika dia tahu. Aku tak mengizinkannya ikut, tapi malah mengajak temanku, dapat kuprediksi dia pasti akan benar-benar kesal nantinya.
"Nanti jangan lupa video call ya?" Ucapnya sambil memasukkan tasku ke dalam bagasi mobil.
"Iya Oppa, nanti saat kau sudah tidak sibuk, langsung beritahu saja aku. Nanti kalau aku yang menelfon duluan takutnya malah mengganggu pekerjaanmu."
Jimin menutup bagasi mobilnya lalu menghampiriku yang masih setia berdiri di samping mobil, "pasti." Ucapnya sambil mengusap puncak kepalaku, "ayo berangkat." Sambungnya lalu masuk ke dalam mobil.
Aku menyusulnya masuk ke dalam mobil lalu Jimin menjalankan mobilnya. Jimin masih tampak tak ikhlas mengizinkanku pergi walau hanya tiga hari.
Sekarang sifat Jimin benar-benar sudah berubah seratus delapan puluh derajat, dulu Jimin sangat dingin dan seperti sangat membenciku. Aku ingat saat dia tidak pulang selama dua minggu waktu itu. Aku hanya sendirian di rumah berteman dengan sepi, tapi sekarang?
Oh Jimin kau sungguh manis, aku sangat mencintainya sekarang.
Dari Seoul menuju Asan membutuhkan waktu satu setengah jam jika menggunakan bus, tapi jika kita membawa kendaraan sendiri tidak akan memakan waktu selama itu, Jimin melajukan mobilnya begitu cepat sehingga kami sampai di Asan hanya dalam waktu satu jam sepuluh menit.
Di perjalanan kami tidak banyak bicara, hanya bicara sepatah atau dua patah kata saja, mungkin kami masih terbawa suasana melow tadi malam, bahkan sekarang mata kami masih sedikit bengkak akibat menangis.
"Nanti pulangnya aku jemput." Ucap Jimin.
Kami sudah sampai di pekarangan rumah yang dibelikan Ayah Jimin untuk keluargaku, tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil juga, aku saja baru pertama kali ke rumah ini.
"Iya Oppa." Sahutku masih setia duduk di bangku mobil.
Jimin menatapku lekat seakan dia benar-benar tak ingin pergi, ya ampun padahal aku tidak akan lama di sini.
"Yasudah, sana temui Eomma, dia pasti sangat merindukanmu."
Aku mengangguk sambil tersenyum menatap wajahnya yang lesu, matanya sayu dan entah kenapa aku benar-benar gemas dengan wajahnya yang seperti ini.
Aku menatap matanya cukup lama dalam diam lalu mengecup bibirnya singkat, dapat kulihat ekspresi wajahnya yang terkejut.
Jimin terdiam sejenak akibat perbuatanku barusan, lalu akhirnya dia tersenyum begitu manis, "sampai jumpa tiga hari lagi. Maaf aku tidak bisa ikut masuk." Ucapnya dan lagi-lagi dia mengusap puncak kepalaku.
"Hati-hati di jalan Oppa, nanti kalau sudah sampai kabari aku."
"Iya sayang." Sahutnya, Jimin masih setia mengusap kepalaku, senyumnya masih terpancar dari bibirnya lalu dia mengecup keningku begitu lembut seakan aku adalah benda yang mudah pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Of My Wound [Park Jimin] - SEGERA TERBIT
Любовные романыSemuanya terjadi karena hutang. Meyra terpaksa harus menikah dengan pria bernama Park Jimin diusianya yang baru saja menginjak kepala dua yang bahkan disaat ia masih berkuliah. Semua itu ia lakukan demi keluarganya. Setelah menikah kehidupan Meyra b...