Semuanya terjadi karena hutang.
Meyra terpaksa harus menikah dengan pria bernama Park Jimin diusianya yang baru saja menginjak kepala dua yang bahkan disaat ia masih berkuliah.
Semua itu ia lakukan demi keluarganya.
Setelah menikah kehidupan Meyra b...
Aku langsung memasang gaya saat Jimin sudah siap memotret.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aah cantiknya..." ucapnya sambil memandangi hasil jepretannya barusan.
"Mana Oppa? Coba aku lihat." Aku menghampirinya untuk melihat juga. "Bagus sekali Oppa." Ucapku kagum dengan hasil jepretannya.
"Mau lagi?"
"Tidak Oppa, satu saja cukup."
"Baiklah."
Kami berdua lanjut bermain air dengan bertelanjang kaki, bermain kejar-kejaran dan saling menyimbur, sangat menyenangkan.
"Oppa, tangkap aku kalau kau bisa.." aku berlari cukup kencang menghindari Jimin yang berusaha menangkapku.
"Sayang... hati-hati... ingat kau sedang hamil.." pekiknya, benar juga, saking serunya aku sampai lupa.
Seketika juga aku langsung berhenti, dan memegangi perutku, "sayang.. kau baik-baik saja kan, maafkan Eomma karena lupa." Ucapku.
"Dapat kau!" Jimin menangkapku, dia langsung memelukku, sadar akan aku yang hanya diam dia langsung bertanya, "kau baik-baik saja?" Tanyanya.
Aku mengangguk, "iya.." jawabku, aku masih setia memegangi perutku.
"Mau duduk sebentar?" Tanya Jimin. Aku mengangguk lagi, lalu dia pun mengajakku duduk di pasir menghadap ke arah pantai.
"Oppa, nanti kalau anak kita sudah lahir, kita ke sini lagi ya? Pasti akan sangat menyenangkan melihatnya bermain air." Ucapku pada Jimin.
"Pasti sayang." Jawab Jimin.
Tidak terasa langit yang tadinya masih terang benderang kini sudah mulai berubah warna menjadi orange.
Aku dan Jimin memang sudah merencanakan tempat mana saja yang ingin kami kunjungi di kota ini, salah satunya seperti sekarang. Bermain air di pantai sambil menunggu matahari terbenam, sangat menyenangkan.
"Aah ini sangat menyenangkan." Ucapku, Jimin mengangguk dan dia tersenyum padaku.
"Benar, sangat menyenangkan." Jawabnya.
Dari sore tadi kami bermain air, bermain pasir, dan sekedar bolak-balik melewati ombak yang naik ke permukaan sambil bergandengan tangan, sekarang aku sudah merasa cukup lelah dan lapar.
"Oppa... aku lapar."
"Yasudah, kita kembali ke pondok."
Aku mengangguk, Jimin membantuku untuk berdiri lalu menggandengku menuju pondok.
Setelah kami duduk, Jimin langsung memanggil pelayan restoran yang memang berjualan di pantai ini. Dia memesan banyak makanan untuk kami berdua.