Chapter 22 - Protection

935 116 0
                                    

"Ada apa nak?!!" Bibi berlari menghampiri kami di kamar, Yoori tak berhenti meringis ngeri melihat darah dari kepala kucing yang berhamburan di lantai. Bahkan dia sampai ingin muntah berkali-kali.

"Apa ini?!!" Dan bibi juga langsung menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Ada banyak sekali foto-fotoku yang digunting-gunting, tiga kepala kucing, beberapa tulang ayam yang masih berdarah dan yang membuatku semakin lemas tak berdaya adalah foto wanita hamil dengan pisau yang menancap di perutnya.

Siapa pun yang melihat ini kuyakin mereka akan muntah dan menangis tanpa henti.

Tubuhku benar-benar gemetar, air mataku bahkan tak berani menampakkan dirinya.

"Meyra-ya, kau baik-baik saja?" Bibi dan Yoori menghampiriku, mereka berdua langsung memeluk tubuhku yang gemetar, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku kecuali tatapan kosong. Yoori menangis sambil tak henti-hentinya memeluk dan mengusap pundakku.

"Siapa yang tega melakukan ini padamu?" Ucapnya sambil menangis tersedu-sedu, aku bisa merasakan tubuhnya juga gemetar.

"Sudah jangan takut ya, ada Ahjjuma dan Yoori di sini, ayo naik ke atas biar Ahjjuma yang bersihkan. Ingat kau sedang hamil tidak boleh stress, mengerti?" Bibi mengangkat tubuhku dibantu oleh Yoori agar aku naik ke atas kasur.

"Ahjjuma benar Meyra-ya, jangan takut ya, ada Eonnie di sini, kasihan bayimu, jangan sampai membahayakannya, mengerti?" Sahut Yoori masih tersedu-sedu, sesekali dia menghapus airmatanya kasar lalu kembali memelukku.

Drrrttt... Drrrttt...

Ponselku bergetar lalu dengan cepat Yoori mengambilnya dan membukanya.

Aku melihat Yoori meremas ponselku begitu kuat, kuyakin pasti orang yang menerorku itu yang mengirimi pesan lagi.

Ingin sekali aku membunuh orang sialan yang telah melakukan ini, dia hanyalah orang pengecut dan brengsek yang beraninya meneror orang lain, jika saja dia berani menampakan diri aku tidak segan untuk membunuhnya!

*****

"Yeoboseyo Oppa, kau sedang apa?"

"Istirahat makan siang, kau sedang apa?"

"Aku di perpustakaan."

"Oh pantas suaramu pelan."

"Iya, Oppa nanti saat kau pulang aku punya hadiah untukmu."

"Hadiah? Apa itu?"

"Hadiah yang akan membuatmu sangat senang."

"Benarkah? Kau membuatku jadi tidak sabar pulang."

"Aku juga tidak sabar ingin memberikannya padamu. Oppa semangat kerjanya."

"Iya, kau juga semangat kuliahnya, yasudah aku makan dulu ya, kau jangan lupa makan."

"Iya Oppa."

"Yasudah aku tutup dulu telfonnya, nanti aku telfon lagi."

"Iya Oppa."

Sambungan terputus dan aku langsung memasukan ponselku ke dalam tas lagi, setiap kali kami ingin berkomunikasi aku menyuruh Jimin yang menghubungiku lebih dulu, karena aku tidak mau mengganggunya takutnya dia sedang sibuk.

Part Of My Wound [Park Jimin] - SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang