Chapter 37 - Doing Nothing

951 107 4
                                    

"Jimin-ssi, sepertinya Meyra banyak pikiran belakangan ini, aku juga sering melihatnya diam dan melamun di taman rumah kalian."

"Aku benar-benar tidak tahu, dia selalu berkata baik-baik saja setiap kali aku bertanya padanya."

Aku mencoba membuka mataku yang terasa berat saat mendengar suara yang mengusik telingaku.

"TIDAK!!!" Pekikku, itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutku saat aku membuka mata.

Nafasku tersengal-sengal, aku merasa benar-benar lemas saat teringat dengan kertas di taman tadi.

"Sayang, kau baik-baik saja?" Tanya Jimin panik.

"Meyra-ya..." Sira juga panik mendengar teriakanku.

Mereka berdua menghampiriku yang langsung terduduk dari baringku. Jantungku berdebar kencang, aku benar-benar takut, apa yang harus aku lakukan sekarang?

Aku menangis, tidak tahu apa yang harus aku perbuat, kenapa orang itu tidak pernah berhenti menggangguku, apa sebenarnya yang aku lakukan sampai orang tega memperlakukan aku seperti ini.

Aborsi? Nyawa Ibu dan kedua adikku?

Bagaimana kalau dia serius dengan perkataannya?

Manusia mana yang tega mengatakan hal seperti itu, siapa sebenarnya di balik semua ini.

"Tenang ya sayang, aku ada di sini." Jimin memelukku, menyandarkan aku di dada bidangnya sambil mengusap puncak kepalaku.

Aku hanya bisa bersandar pasrah sambil menangis, setidaknya inilah yang bisa aku lakukan sekarang. Menangis dan menangis.

Aku langsung memeluk perutku, aku benar-benar merasa bersalah pada bayiku, aku yakin dia pasti ikut menderita di dalam sana, "Eomma minta maaf, maafkan Eomma." Ucapku sambil tersedu-sedu.

Jimin semakin mengeratkan pelukannya, dia ikut meneteskan air mata.

"Tenang sayang, jangan menangis lagi ya? Aku ada di sini." Ucap Jimin lagi, mencoba menenangkanku tapi malah semakin membuatku merasa buruk saat teringat dengan apa yang sudah dia lakukan di belakangku.

Aku juga sempat melihat Sira yang juga tidak tahan untuk tidak ikut menangis.

Cukup lama aku menangis, meluapkan perasaanku yang bercampur aduk. Takut, sedih, benci, kecewa, dan marah, semua rasa itu bercampur aduk membuatku tidak sanggup lagi, aku ingin menyerah.

Lelah, tersisa deru napas yang naik turun membuatku merasa sesak bernapas.

Jimin membaringkanku di kasur, tubuhku hanya menurut.

"Meyra-ya, kau sudah merasa baikan?" Tanya Sira, aku menganggukinya.

"Masih pusing?" Tanyanya lagi, aku menggeleng.

"Sira-ssi, tolong jaga Meyra sebentar, aku mau mengurus administrasi sebentar." Ucap Jimin, "iya Jimin-ssi." Jawab Sira.

"Sayang, aku keluar sebentar ya." Ucap Jimin, aku tidak menjawabnya lalu dia pergi.

"Meyra-ya, Eonnie membaca kertas itu tadi." Aku kaget, apakah Jimin juga tahu?

"Eonnie, bagaimana dengan Jimin, dia juga tahu?" Tanyaku terburu-buru, Sira menggeleng, "tidak, tadi saat Eonnie ingin menghantarkan makanan ke rumahmu, Eonnie melihatmu sudah tergeletak di taman, dan Eonnie melihat kertas itu di tanganmu. Tapi kau tenang saja, kertasnya sudah Eonnie sobek-sobek." Jelasnya.

Aku lega, setidaknya begitu.

"Tapi ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi Meyra-ya, Eonnie yang membacanya saja ketakutan, apalagi kau."

Part Of My Wound [Park Jimin] - SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang