Part 2

3.9K 547 19
                                    

"Jisoo Unnie..". Panggil seseorang.

Sedangkan gadis yang bernama Jisoo itu mengernyitkan keningnya dengan heran. Saat turun dari mobil, ia melihat seorang gadis yang baru saja memanggilnya sedang duduk di teras depan rumah. Jisoo menghampiri gadis itu. Duduk di sebelahnya, lalu menatap langit malam.

"Kenapa duduk di luar? Ini sudah malam." Gadis itu menoleh, menatap Jisoo dari samping.

"Hanya ingin saja."

"Insomnia lagi?". Jisoo melihat gadis itu mengangguk pelan.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Rosie?"

Dirimu..

"Kau masih muda, pikirkan saja apa yang seharusnya kau pikirkan."

Kau yang membuatku memikirkanmu..

"Entahlah, Unnie." Rosie, Roseanne Kim hanya menjawab acuh atas ucapan Jisoo.

Rose menggeser pelan tubuhnya, mengikis jarak di antara mereka, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Jisoo.

Nyaman.

"Bagaimana dengan harimu, Unnie?" Tanya Rose. Terdengar helaan nafas dari Jisoo.

"Seperti biasa. Membosankan."

"Aku selalu menanyakan hal yang sama, lalu berharap agar kau menjawab dengan hal yang berbeda. Tetapi, sama saja. Sebenarnya- apa yang menyenangkan bagimu, Unnie?"

"Tidak ada." Jisoo berucap dengan dingin. Memang selalu seperti itu, karenanya Rose sudah terbiasa dengan sikap Jisoo yang terlalu datar.

"Apa kau akan terus begini?"

"Sudah malam. Ayo, tidur!" Selalu seperti ini. Mengalihkan. Rose hanya bisa menghela nafas, lalu melihat kearah Jisoo yang sudah berdiri.

"Gendong!" Rengeknya, dengan kedua tangan yang merentang pada Jisoo. Tak ingin berlama, Jisoo segera memangku tubuh Rose dari depan, persis seperti bayi.

"Tidur di kamarku, ya?!" Rose berseru semangat dalam pangkuan Jisoo.

"Tidak."

"Ayolah.."

"Diam atau ku turunkan!" Rose hanya menghela nafas atas penolakan Jisoo. Padahal ia ingin sekali tidur dengan Jisoo, Kakaknya sendiri. Tetapi, itulah Jisoo. Terlalu menutup diri sendiri. Terhadap apapun dan siapapun.

*****

Pagi itu di kediaman keluarga Kim, dengan Rose yang sudah siap untuk berangkat ke sekolah, menghampiri Appa dan Eomma-nya yang sudah berada di meja makan.

"Dimana Jisoo?" Rose melirik Appa-nya setelah menelan roti yang ia makan.

"Sebentar lagi turun."

Tak lama, Jisoo turun dengan pakaian khas kantornya. Kemeja putih dengan jas abu-abu, serta rambut biru sebahunya yang sengaja di gerai. Jisoo menghampiri mereka lalu duduk di samping Rose.

Mereka makan dalam diam. Belum ada yang memulai percakapan sama sekali, sampai akhirnya Seunghyun, Appa Jisoo bicara.

"Appa tidak melihatmu di kantor kemarin, kau kemana, Ji?"

"Restoran." Jawab Jisoo, cuek.

"Kau tidak bisa seenaknya pergi dari tanggung jawabmu, Jisoo. Jangan terlalu mengkhawatirkan restoran, sudah ada Lisa yang mengurusnya."

"Apa aku melakukan kesalahan di kantor?"

"Tidak, tapi-"

"Biarkan aku melakukan apapun yang aku suka." Jisoo berujar dengan dingin, menatap Seunghyun dengan wajahnya yang datar.

"Tidak semua hal bisa kau lakukan dengan sesuka hati, Jisoo. Ada beberapa hal yang harus kau urus meskipun kau tidak menyukainya. Kau seorang CEO, kau punya tanggung jawab, jadi kau-" Ucapan Seunghyun terhenti, saat Jisoo menyimpan sendok yang ia genggam dengan kasar. Mendadak, meja makan itu menjadi hening.

Bahkan, seisi rumah ikut hening.

Rose dan Eomma-nya, Dara, hanya bisa menunduk dalam diam. Ini sudah biasa terjadi. Tetapi, ini bukan hal biasa yang seharusnya terjadi. Mereka berdua hanya berharap salah satu dari mereka berdua akan mengalah. Tetapi..

Mereka berdua terlalu egois.

Jisoo menatap dalam dengan tajam pada Seunghyun. Tidak peduli siapapun itu, bahkan Appanya sekalipun.

"Sudah bicaranya?" Tanya Jisoo.

"Jisoo, kau benar-" Dara meremas pelan tangan Suaminya, lalu menggeleng. Dia sudah jengah. Terlalu bosan jika setiap harinya ia harus melihat suami dengan anak sulungnya berdebat.

Jisoo beranjak setelah mengecup pelan pipi Dara dan mengusap pelan kepala Rose. Melihat Jisoo yang akan pergi, Rose segera berseru.

"Antarkan aku sekolah, Unnie!" Sebenarnya Rose hanya berharap ada keberuntungan pagi ini. Tetapi, tidak setelah Jisoo menjawabnya.

"Aku tidak bisa."

Rose menunduk sedih. Dara yang duduk di sebelahnya segera mengusap pelan tangan kanan anak bungsunya itu.

"Dengan Appa saja, ya?!" Terpaksa, Rose mengangguk.

******

Sore itu, Ruby turun dari Taxi dengan terburu-buru. Setelah jam kuliahnya selesai, ia langsung bergegas untuk pergi menuju restoran. Ada yang menganggu pikirannya. Sejak semalam ia melihat seseorang itu. Seseorang yang mengantarnya mencari taxi.

Ruby duduk di tempat biasa, di pojokan dekat jendela tempat kesukaannya. Matanya mencari ke sana-sini berharap menemukan sosok itu hari ini. Tapi, tidak ada. Sambil menunggu, ia memesan makanan terlebih dahulu. Setelah melambaikan tangan, seorang pelayan pria menghampirinya. Ruby ragu untuk bertanya, tapi jika ia diam saja itu tidak akan menghasilkan apapun.

Selesai mencatat pesanan Ruby, pelayan itu hendak pergi. Tapi, terhenti ketika Ruby bersuara.

"Permisi. Apa boleh aku bertanya?" Pelayan itu menoleh, lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Kemana pelayan yang kemarin menghampiriku?" Pelayan itu nampak berpikir sebentar.

"Kemarin? Siapa? Ah- dia tidak masuk."

"Kenapa?" Ruby terlihat sangat penasaran sekali dengannya.

"Aku tidak tau, Nona. Mungkin dia sakit."

"Begitukah?" Ruby menunduk lesu, niatnya hari ini dengan buru-buru datang ke restoran adalah untuk menemuinya. Tapi, sepertinya keinginannya itu belum bisa terwujud.

Pelayan itu kemudian membungkuk, lalu pergi setelah selesai. Namun, tiba-tiba Ruby teringat sesuatu.

"Hei, tunggu!" Terlambat, pelayan itu sudah pergi. Ruby menghela nafas, "Aku lupa bertanya siapa namanya."

Tidak hari ini Ruby.

Ruby mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Memang sudah menjadi kebiasaannya. Tetapi, sekarang ia mempunyai tujuan baru berdiam diri di restoran ini. Bukan hanya sekedar untuk makan, melamun, lalu berdiam diri sampai larut malam. Tetapi mencari tau tentang seseorang itu.

Gadis itu.

****

Sudah seminggu sejak hari itu, tapi Ruby masih belum bertemu dengannya. Anehnya dia sendiri tidak tahu mengapa dia begitu penasaran dengan gadis itu. Sesuatu hal dalam hatinya seolah memerintah dirinya untuk mencari tahu lebih jauh tentangnya.

Berkali-kali ia melihat sekeliling untuk mencari gadis itu, berusaha memastikan bahwa dia akan masuk hari ini. Tetapi, masih sama seperti enam hari belakangan. Tidak terlihat sama sekali. Bahkan Ruby terlalu malu untuk bertanya lagi, dia terlalu sering menanyakan tentang gadis itu pada pelayan yang bekerja di sana. Dan sialnya, Ruby selalu lupa untuk menanyakan namanya.

Ruby menghela nafas pelan, lalu menatap bosan keluar jendela. Dilihatnya orang-orang satu persatu mulai keluar dari restoran. Sudah malam ternyata. Dan Ruby baru menyadari sesuatu.




"Dia... Tidak datang, ya?"







Maafkan typo.
-AG🍁

Someone You Loved [Jensoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang