Part 4

3.1K 505 11
                                    

Ruby berjalan dengan tergesa mengikuti Jisoo dari belakang. Bulan sabit itu tiba-tiba muncul ketika Ruby menatap punggung tegap Jisoo yang berada di depannya.

Selama menunggu Taxi, dia hanya melihat Jisoo yang sedang menatap lurus pada jalanan. Ingin sekali Ruby bertanya banyak hal pada gadis di sampingnya itu. Tapi, sekuat yang ia bisa Ruby menahannya. Karena ia tahu, akan seperti apa jika ia banyak bicara sekarang.

Ruby melirik ke kanan dan ke kiri, berharap ada Taxi kosong yang melewati mereka berdua. Tapi, tidak ada. Namun, tiba-tiba mata Ruby menajam, ia menyadari sesuatu hal yang baru saja ia lihat.

Brughh..

Pelukan tiba-tiba itu membuat Jisoo tersentak, dan hampir membuat tubuhnya jatuh terhuyung ke belakang.

Dalam sekejap mereka berdua terlalu terbuai dengan posisi nyaman yang Ruby buat. Sampai akhirnya, suara dingin itu membuat Ruby sadar.

"Yak! Apa yang kau lakukan?!" Jisoo berucap dengan pelan, tapi terdengar sangat tajam di pendengaran Ruby. "Lepas!" Pintanya.

Ruby hanya menggeleng kuat, dan semakin menyembunyikan wajahnya pada dada Jisoo. Helaan nafas kasar keluar begitu saja dari bibir berbentuk hati milik Jisoo. Dia menunduk untuk melihat Ruby. Jika di perhatikan, Ruby terlihat seperti sedang bersembunyi dengan berusaha menutupi wajahnya daripada benar-benar sedang memeluk dirinya. Jisoo mengernyit, tiba-tiba tidak menyukainya.

Jisoo kecewa?

Dengan masih berusaha melepaskan pelukan Ruby pada tubuhnya, sekuat itu pula Ruby berusaha untuk tetap memeluk Jisoo dalam dekapannya.

"Sebentar saja." Ucap Ruby dengan pelan. Dia mendongkak menatap wajah Jisoo dengan sorot mata yang memohon, melirik kecil kebelakang seolah sedang memastikan sesuatu, lalu kembali memeluk Jisoo dengan erat serta wajah yang ia benamkan di atas dadanya.

Jisoo mengusap wajahnya dengan kasar. Benar-benar frustasi dengan gadis sok kenal di hadapannya ini. Tetapi, ketika dia sedang asyik mengumpati Ruby di dalam hati, dia baru menyadari sesuatu.

Dia melihat seseorang sedang berdiri tidak jauh dari hadapannya. Dengan jarak kurang lebih 100meter, Jisoo bisa tahu jika seseorang itu adalah seorang pria.

Matanya menyipit ketika menyadari bahwa pria itu sedang menatap intens kearah mereka berdua. Lebih tepatnya, hanya pada Ruby.

Dengan suasana jalanan yang semakin sepi, suara langkah kaki itu dapat terdengar dengan jelas ketika ia mulai melangkah berjalan kearah mereka berdua. Ruby yang menyadari suara langkah itu hanya bisa menguatkan hati serta pegangan yang erat pada tubuh Jisoo.

Saat pria itu hampir sepuluh langkah sampai pada Ruby, dengan pelan tangan kiri Jisoo terangkat untuk mendekap tubuh mungil Ruby.

Ruby terkejut.

Oleh balasan peluk dari Jisoo.

Sedikit membuat rasa cemasnya berkurang karenanya. Sedangkan pria itu berhenti dari langkahnya. Tidak terlihat seperti apa dan siapa dia. Jaket dan topi hitam serta masker yang berwarna senada. Membuat wajahnya benar-benar tertutup.

Pria itu melihat kearah mereka berdua, baru menyadari ada oranglain selain Ruby disana ketika tangan putih itu mengelus lembut surai Ruby. Dengan sorot mata yang kosong pria itu menatap Jisoo yang memang sedang menatap juga kearahnya.

Pandangan mereka berdua bertemu.

Tapi tidak ada yang terucap dari mereka berdua. Dengan saling menatap dengan kedua sorot mata yang berbeda. Pria itu kemudian berbalik, lalu pergi begitu saja setelah membuat gadis yang berada dalam dekapan Jisoo ketakutan setengah mati, tanpa menyadari tatapan seorang pembunuh dari Kim Jisoo.

Entah sejak kapan sampai Ruby tidak sadar jika ia sudah terlalu nyaman dalam pelukan Jisoo.

"Dia—siapa?"

Ruby menahan nafas ketika pertanyaan itu muncul dari mulut Jisoo. Perlahan ia melepaskan pelukannya pada tubuh Jisoo. Ruby enggan menjawab. Sayangnya, tatapan menuntut dari Jisoo membuatnya tak bisa mengelak.

"Dia—" Tetapi, ucapannya sendiri terhenti ketika melihat sebuah Taxi melintas di depannya. Buru-buru ia melambai dengan berusaha menghentikannya. Setelah mengatakan terima kasih pada Jisoo, dengan cepat Ruby pergi begitu saja dari hadapannya.

Sedangkan Jisoo, dia menatap dengan penuh amarah ketika Taxi itu melaju pergi. Bukan karena pertanyaannya yang tak terjawab, tapi..

Karena ia sudah bertanya.

******

Selesai membersihkan diri, Jisoo lantas membaringkan dirinya di atas tempat tidur. Bekerja sampai seharian tidak membuatnya merasa lelah, bahkan dia masih betah membuka matanya di jam yang sudah larut ini.

Saat ia sedang betah memandangi langit-langit kamar, tiba-tiba ia mengingat kejadian tadi.

Dia—siapa?

Jisoo tersenyum remeh karenanya.

"Kenapa aku harus bertanya tadi?". Gumamnya, lalu merubah posisi menjadi menyamping.

"Tapi—dia siapa? Ruby terlihat ketakutan, dan pria itu—apa mereka saling mengenal?".

Ada tanda tanya besar dalam kepala Jisoo, tetapi meskipun begitu ia enggan untuk mencari tahu. Apalagi untuk peduli. Baginya, itu sesuatu yang tidak penting.

Lalu tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Jisoo menunggu siapa yang masuk ke dalam kamarnya di jam malam seperti ini. Setelah mendengar pintu itu tertutup, ia bisa merasakan seseorang naik ke ranjangnya. Dan tak lama seseorang itu memeluk Jisoo dari belakang. Jisoo hanya bisa menahan nafas, lalu menghela setelahnya.

"Kenapa tidak mengetuk dulu, Rosie?". Ucap Jisoo sambil berbalik kearah Rose yang memeluknya.

"Maaf, Unnie. Aku takut mengganggumu." Jawabnya pelan. Rose merasa tidak enak, tetapi meskipun begitu Jisoo tetap balas memeluknya.

"Insomnia lagi, hm?" Jisoo bisa merasakan Rose yang mengangguk dalam dekapannya.

"Apa harimu begitu berat? Ceritakan padaku?"

Rose diam.

"Apa ada yang mengganggumu?".

Jisoo sedikit menunduk untuk melihat Rose, pikirnya Rose sudah terlelap karena ia hanya diam saja saat Jisoo bertanya.

Diusapnya dengan pelan punggung adiknya itu, sesekali ia juga mengecup kepalanya. Jika di ingatkan kembali, Jisoo terlalu mengabaikan adiknya. Ia terlalu bersikap dingin padanya. Padahal ketika Rose masih berada di Australia saat pertukaran pelajar, Jisoo sangat merindukan adiknya itu. Jisoo selalu mendesak Rose untuk segera pulang, atau ia sendiri yang akan menyusulnya pergi ke Australia.

Jisoo terlalu acuh pada adiknya, mengabaikan semua hal karena masalahnya sendiri, dengan tidak tahu semua hal yang dia abaikan justru mengkhawatirkannya.




"Aku mengalami hari-hari yang berat setelah pulang dari Australia. Banyak hal yang menggangguku, Unnie. Tapi Appa selalu bilang untuk tidak khawatir, Appa selalu bilang untuk tidak memikirkan hal yang tidak penting. Tapi aku tidak bisa. Kau sesuatu hal yang penting, karena aku sangat menyayangimu, Jisoo Unnie." Kata yang hanya bisa Rose ucapkan dalam hatinya.













Tinggalkan jejak.
Maafkan typo!

-AG🍁

Someone You Loved [Jensoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang