Part 8

2.6K 496 28
                                    

Mereka berdua sedang menunggu Taxi.

Jisoo menunduk untuk melirik gadis mungil di sampingnya. Tangisnya memang sudah reda sedari tadi. Tapi sesekali masih terdengar suara tarikan ingus darinya. 

Mulutnya ia buka, lalu tutup kembali. Jisoo ingin sekali bertanya pada Ruby, kenapa dia ada di ruangan itu, juga—kenapa ia menangis?

Melihat Ruby menangis tadi membuatnya mengingat saat dia membentaknya seminggu lalu. Dia memarahi Ruby lalu mengusirnya, membuatnya pergi di antara hujan.

Jisoo mendesah pelan. Dia merasa—sedikit bersalah padanya. Hanya, sedikit.

"Tentang minggu lalu, aku tidak bermaksud untuk—"

"Meminta maaf tidak akan membuat harga dirimu turun, Blue."

Ruby mendongkak, memotong ucapan Jisoo dengan nada ketusnya.

"Iya, maksudku—"

"Kau hanya perlu bilang maaf. Sudah."

Jisoo memandang datar gadis berpipi mandu itu.

"Bisakah kau tidak memotongnya, Nona?"

Ruby menghela. Kadang ia lelah juga dengan Jisoo.

"Aku tidak bermaksud untuk membentakmu saat itu. Aku hanya—terkejut ketika ada seseorang yang memegang tanganku tiba-tiba. Suasana hatiku sedang buruk, jadi aku—"

"Melampiaskan kekesalanmu padaku?"

"Aku—tidak bermaksud."

"Aku tidak mendengar kau bilang maaf?"

Jisoo mendengus.

"Baiklah, aku minta maaf." Ucapnya dengan sinis dan wajah datar. "Aku tidak pernah meminta maaf pada siapapun, jadi kau harus memaafkanku."

"Kenapa kau jadi pemaksa?!" Ruby melotot.

"Aku tidak suka penolakan."

Mereka diam. Entah kenapa, yang Jisoo ucapkan barusan seolah memberi tahu siapa diri Jisoo sebenarnya. Ruby melihat mata itu ketika Jisoo mengatakannya, terlihat jelas bahwa Jisoo sosok yang begitu tegas juga sangat keras. Tetapi, Ruby juga merasakan yang lain. Dia melihat—rasa sakit yang begitu dalam dari mata tajamnya.

Ruby mengusap lengannya pelan, ini belum terlalu larut untuk mendapatkan Taxi, tetapi karena cuaca dingin ia jadi tidak kuat untuk berdiri lama di sana.

Sekali lagi ia mengusap lengannya, kali ini lebih berisik, berharap—Jisoo akan melihatnya lalu memakaikan blazer hitam yang dia pakai untuk Ruby. Namun, sayang. Jisoo adalah si acuh yang tidak pernah peduli pada Ruby.

"Kenapa kau ada di ruangan atas tadi?"

Jisoo bertanya. Setidaknya dia tahu alasan gadis itu berada di lantai dua, meski sebenarnya ia juga penasaran kenapa Ruby menangis.

"Hanya—mencari suasana baru."

"Kenapa kau—" Ucapannya terhenti ketika Ruby melambai pada Taxi kosong yang melewati mereka berdua.

Jisoo memperhatikan Ruby yang mulai melangkah, membuka pintu mobil dan mulai masuk ke dalam.

"Tunggu!"

Ruby menatap bingung pada tangannya yang sengaja di tahan oleh Jisoo.

"Ada apa?" Tanyanya.

Jisoo tidak menjawab. Dia hanya membuka blazer hitam miliknya, lalu memakaikannya pada tubuh mungil Ruby.

Sedangkan Ruby, dia hanya bisa mengedipkan matanya berkali-kali mendapat perlakuan manis dari Jisoo. Baginya—itu sebuah kemajuan.

Ruby hanya mampu menatap wajah datar Jisoo saat gadis berambut biru itu mendorongnya pelan untuk masuk ke dalam mobil. Bahkan Jisoo dengan suka hati menutup pintu mobilnya untuk Ruby.

Someone You Loved [Jensoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang