Part 23

2.9K 462 69
                                    

Langit sore yang tak begitu cerah. Mendung yang tak terlihat begitu pekat. Suasana yang cukup tenang untuk menghabiskan waktu yang senggang dengan Ruby di teras balkon Apartemen.

Si Rambut Biru hanya diam menatap langit, dengan Ruby yang sibuk dengan buku catatan kecil di tangannya.

"Bagaimana menurutmu tentang pernikahan, Ruby?"

Jisoo bertanya. Dengan mata yang masih tak di alihkan dari langit sore, juga kepala yang begitu betah ia tumpahkan pada paha Ruby yang terbuka.

Gadis mandu selesai dengan catatannya. Dia kemudian menyimpan buku kecilnya di bawah untuk memilih fokus menjawab pertanyaan Jisoo.

"Aku pikir itu bagus. Bukankah semua orang menginginkannya?"

Dia menunduk dengan mengelus pipi Jisoo.

"Membangun keluarga kecil yang bahagia dengan seseorang yang kau cintai, bukankah impian semua orang? Kau, aku dan anak kita nanti."

Jisoo menatapnya dari bawah.

"Anak, ya.." Ucapnya pelan.

"Apa—kita akan bisa memiliki anak, Ruby?"

Hatinya mencolos sakit. Bagaimana bisa mereka berdua mempunyai seorang anak? Sedangkan, mereka berdua sama-sama wanita. Itu sangat mustahil. Tapi jika mengadopsi seorang anak itu masih terlihat memungkinan. Apa mereka akan melakukan itu?

Ruby menatap sendu pada Jisoo yang terlihat murung. Baginya, mungkin ini terdengar begitu menyakitkan.

Dia kemudian mengusap kepala Jisoo dengan pelan.

"Tentu saja. Kita bisa mengikuti program kehamilan nanti. Di zaman sekarang—semua sudah sangat mungkin bisa di lakukan, Blue. Hanya saja—biaya dan pengorbanannya tidak sedikit. Tapi aku tidak khawatir, karena aku akan berkorban apapun untuk anak kita nanti. Lagi pula—kau kan sangat kaya, Blue."

Dia mencoba menghiburnya. Jisoo tersenyum tipis. Ternyata, Ruby sudah bisa berpikir sejauh itu. Sedikitnya ia bisa lega sekarang tentang gambaran masa depannya dengan Ruby nanti.

"Jangan khawatir, Blue."

Ruby kembali mengusap kepalanya dengan pelan. Dia tidak tahu apa yang sedang Jisoo pikirkan sekarang. Memikirkan hal yang begitu mengganggu bukankah sebaiknya tidak perlu?

Dengan lembut, Ruby membawa tangan Jisoo pada perutnya.

"Nanti, aku akan mengandung anak kita disini."

Ruby tersenyum, begitu hangat sampai ia bisa menenangkan hati juga pikiran Jisoo yang begitu gaduh.

Sorot mata tajam itu terlihat bergetar. Bola matanya terlihat berkaca. Jisoo—sungguh terharu dengan apa yang Ruby katakan.

"Benarkah, Ruby?"

Jisoo menatapnya, tangannya masih berada pada perut rata milik Ruby.

"Iya, Blue. Aku akan mengandung anak kita disini. Dan aku—akan menjadi Ibu dari anak-anakmu nanti."

"Ibu? Lalu—siapa Ayahnya?"

Jisoo merengut. Tiba-tiba sedih. Bagaimana jika nanti anaknya kebingungan? Sedangkan Ruby hanya terkekeh melihat tunangannya.

"Kau Ayahnya, Blue."

"Kenapa harus aku?"

Jisoo sedikit tidak terima. Mau bagaimanapun dia juga seorang wanita. Sama seperti Ruby.

"Karena kau harus menjadi Ayahnya nanti. Kau harus menjadi Ayah yang baik, yang selalu menjaga anakmu dengan penuh perhatian juga kasih sayang. Menjadi Ayah yang bertanggung jawab pada putri juga istrimu nanti. Lagi pula—aku malas bekerja. Jadi kau saja yang menjadi Ayahnya, oke?"

Someone You Loved [Jensoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang