Chapter 16

1.1K 74 42
                                    

saat ini neji sedang berdiri di belakang pohon ia sedari tadi memerhatikan tenten yang sedang berjongkok di depan sebuah makam, neji tau itu makam kedua orang tuanya, mata lavender milik neji masih memerhatikan tenten karena makam dengan jarak neji yang sedang berdiri di belakang pohon dekat.

perlahan bunga yang tenten sedari tadi di pegang ia taruh diatas makam yang bertulisan Mitashi Kurenai.

"maaf, aku baru mengunjungi ibu sekarang, aku membawa bunga kesukaan ibu" ucap tenten menatap batu nisan itu.

"kabar ku disini tidak membaik-" tenten terkekeh lirih saat berbicara.

"aku merindukan ibu, aku rindu rambut ku di sisir oleh ibu, aku rindu bercanda dengan mu saat hendak tidur aku merindukan saat bersama ibu" lirih tenten.

lalu, bunga Lily yang tersisa satu tangkai ia taruh di atas makam sebelah nya yaitu makam sang ayah yang bertulisan Sarutobi Asuma.

"ayah, apa kabar?" tanya tenten sambil menaruh bunga Lily.

"ayah, maaf, maafkan aku-" tenten menundukkan kepalanya.

"sepertinya, janji ku dulu pada ayah tidak bisa ku turuti" sambung tenten lirih.

"aku.. aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini lagi, aku tidak apa apa jika aku hidup sendiri setelah bercerai dengan neji" ucap tenten menahan tangis.

"maafkan aku yang melanggar janji ku, maafkan aku ayah" ucap tenten menggigit bibir nya agar air matanya tidak keluar.

kemudian, suara petir terdengar dari langit di sertai air yang turun dari langit secara perlahan, tenten mengangkat kepala nya yang sedari tadi menunduk.

"apa ayah marah pada ku"ucap tenten pelan menatap langit yang mendung.

"ayah, jangan marah pada ku, aku mohon" lirih tenten menatap batu nisan sang ayah.

"dia jahat pada ku hiks, dia jahat" isak tenten menggigit bibir nya.

Air hujan sudah turun dengan deras membuat pakaian yang tenten pakai sudah basah dengan air hujan.

"aku ingin bercerai dengan nya tapi di hati ku masih mencintai nya hiks "ucap tenten dengan air mata yang sudah mengalir dan menyatu dengan hujan.

dibalik pohon sedari tadi neji yang mendengar suara keluhan tenten hanya bisa terdiam sambil memegang dada nya yang terasa sesak.

neji memegang payung yang sudah ia ambil sejak suara petir terdengar, ia menundukkan kepala nya saat mendengar tenten ingin bercerai tapi ada rasa senang saat mendengar bahwa ia masih mencintai nya, ia juga sedikit bingung dengan ucapan tenten yang melanggar janji sungguh ia tidak paham.

neji mengangkat kepala nya yang sedari tadi menunduk ia membuka payung itu dan langsung berjalan ke arah tenten yang sedang terduduk di tanah.

"aku harus bagaimana ayah, aku mencintai nya tapi dia selingkuh hiks" isak tenten menunduk.

neji yang berdiri tepat di belakang tenten langsung memayungi tenten dari belakang, tenten yang merasakan hujan tidak menguyur nya lagi langsung mendongkak kan kepala nya ke atas.

mata cokelat milik tenten bertemu mata lavender milik neji, tenten menatap mata itu kaget sedangkan neji menatap mata tenten sendu.

"ayo, pulang" ajak neji mengulurkan tangannya.

tenten menatap uluran tangan neji lalu ia menggeleng sebagai jawaban.

neji berjongkok di hadapan tenten yang sudah basah kuyup ia masih memegang payung nya.

"ayo pulang, nanti kau sakit" ucap neji khawatir.

"sejak kapan kau di belakang ku? " tanya tenten bingung.

A Promise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang