7

2.5K 143 11
                                    

~~~

Sebaik apapun kau menghindar
Jika memang sudah takdirnya
Kau akan berkata apa?

~~~

Aldrich sekarang telah sampai di penthouse miliknya. Ia tengah duduk sambil memegangi perutnya yang diperban. Para maid yang melihat keadaannya pun dibuat bingung dengan pertanyaan apa yang telah terjadi pada tuan muda mereka.

Aldrich tak menghiraukan tatapan para maid nya, ia masih setia duduk bersandar di sofa sambil memejamkan kedua kelopak mata indahnya. Pikirannya sekarang tengah berkelana, membayangkan betapa sempurna nya mate yang ia miliki. Tapi dalam hitungan detik saja, pemikiran itu tergantikan oleh sebuah senyuman indah wanita yang dahulu ia cintai.

Tanpa ia sadari Leon ternyata tengah berada di penthouse miliknya. Ia berkunjung ke sini, karena perintah kedua orang tuanya.

"Kak?"

"Hm"

"Dasar manusia kulkas." Ia kemudian mendudukan dirinya di samping kakak tercintanya.

"Apa?" Ucapnya tiba-tiba sambil membuka mata, kemudian melayangkan tatapan tajam pada adiknya.

"Apa yang terjadi padamu? Kau habis berkelahi?"

"Bukan urusanmu!"

"Jika saja aku ditakdirkan menjadi moon goddes akan ku bunuh kau sekarang juga." Ucap Leon dengan suara yang berbisik.

"Coba katakan lebih keras!"

"Tidak aku tidak berkata apapun. Ku rasa pendengaranmu agak sedikit terganggu." Aldrich mengacuhkan kata-kata yang terlontar padanya.

Ia kemudian bangkit dari duduknya menuju ruang kerjanya, meninggalkan Leon yang masih termenung disana.

"Oh, moon goddes. Kenapa kau mencipatakannya sebagai kakak ku." Ucapnya sambil menghela napas.

Aldrich telah sampai pada ruang kerjanya, ia kemudian menuju ruangan rahasia yang terdapat dalam ruang kerja tersebut. Ruangan yang menyimpan berbagai memori seseorang. Di sana terdapat sebuah lukisan wanita yang berukuran besar tengah tersenyum. Ia menatap lukisan tersebut dengan seksama.

Rasa rindu melingkupi hatinya. Ia tak tahu keberadaan perempuan tersebut. Perempuan tersebut dinyatakan hilang pada saat peperangan packnya melawan para rogue dan penyihir hitam.

"Aku merindukanmu Azura." Ucapku lirih

- - -

Annabeth sekarang masih berada dalam ruangannya. Jam menunjukan pukul 02.00 dini hari. Ia sama sekali tak merasakan kantuk ataupun lelah. Hal ini merupakan hal yang biasa baginya. Ia segera bangkit dari duduknya menuju ke rooftop rumah sakit tempat ia bekerja.

Setelah sampai disana ia segera mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Entah kenapa perasaannya menjadi bercampur aduk setelah bertemu dengan pemuda yang bernama Aldrich.

Pikirannya mulai membayangkan sosok tersebut, iris mata yang sempurna berpadu dengan bulu mata yang luar biasa mempesona. Tak lupa rahang yang tegas, alis mata yang tebal, serta bibir yang indah tampak memperindah dirinya.

My Mate is a DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang