17

1.5K 99 5
                                    

- - -

Annabeth dan kedua kakak laki-lakinya telah sampai diapartment. Digit-digit kode variasi mulai ia masukkan. Setelah pintu tersebut terbuka mereka segera memasuki ruangan itu. Annabeth yang tampak lelah segera mendudukan dirinya disofa bebarengan dengan Sean kaka keduanya.

Berbeda dengan Ben ia segera menuju ke kamar miliknya. Mereka berdua sedari tadi diam saja. Hingga Sean memecah keheningan yang melanda.

"Tumben seorang Annabeth jadi pendiam. Biasanya juga kalau ada aku kamu ramai banget."

"Diam salah ribut salah. Dahlah gelut sekarang aja."

"Lha kok ngamok."

"Ada masalah apa, Ann? Kalau ada masalah cerita ke kakak." Ujar Ben yang tiba-tiba muncul dari arah yang entah dari mana.

"Ann, nggak tahu kak. Bingung rasanya aneh aja gitu."

"Kok bisa emang kamu habis ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain sih."

"Cerita dong, Ann. Kalau nggak jadi cerita mending gosip aja lah. Hayuk." Ajak Sean.

"Nggak, aku nggak mau nambah dosa lagi ya. Aku mau ke kamar aja, pusing."

"Ann, besok temenin kakak ke kantor milik Aldrich. Sean besok ada urusan. Kamu masuk kerja nggak?" Tanyanya sambil berteriak.

"Nggak, kak. Nanti Ann temenin."

"Oke makasih ya." Ku jawab hanya deheman.

Setelah sampai di kamarku aku segera membaringkan tubuhku diatas kasur yang empuk ini. Rindu sekali aku padanya. Padahal tadi hanya sebentar saja tapi aku merasa suasananya mengerikan. Apalagi tatapan dengan pria yang bernama Aldrich.

Aldrich, Aldrich nama tersebut terus berputar di otak ku. Rasanya seperti tak asing akan nama itu. Aku mulai memejamkan mataku sambil memeluk erat guling disebelahku. Hingga sekelebat ingat muncul. Dia pasien yang pernah ku tangani. Pasien dengan keluhan habis bertengkar dengan temannya. Pantas saja rasanya seperti pernah bertemu dengan dia.

Aku segera membuang hal-hal tersebut dari dalam otak ku. Jika tidak maka nanti mimpiku akan menjadi mengerikan. Aku segera menaikkan selimut yang dari tadi di bawah kaki ku dan mulai memejamkan mata untuk tertidur.

Pagi mulai tiba sinar matahari yang cerah juga sudah merambat memasuki gorden Annabeth. Sang pemilik tubuh mulai menggeliat karena tidurnya terganggu dengan sinar matahari yang agak sedikit menyengat tubuhnya.

Jam beker diatas mejanya mulai berbunyi dengan keras. Menandakan ia harus segera bangun dan melakukan aktivitasnya. Hari ini Annabeth masih belum bekerja ia mengambil cuti 3 hari dan ini hari keduanya. Ia mulai menegakkan tubuhnya setelah nyawanya mulai terkumpul. Annabeth buru-buru untuk mandi dan memulai sarapan.

Saat ia keluar dari ruangan disana sudah terdapat kedua kakak nya yang telah rapi yang satu memakai jas formalnya yang satu hanya memakai kemeja. Aku segera melangkah mendekati mereka berdua dan mendudukkan diriku di salah satu kursi yang tersedia. Di atas meja sudah tersusun sarapan. Hanya sebuah french toast dan segelas susu tapi cukup untuk mengisi perut dipagi hari.

"Selamat pagi kakak-kakak ku yang baik hati dan tidak sombong."

"Jangan banyak cincong. Cepet makan nanti Ben telat." Ujar Sean dengan nada ngegas nya.

"Ck, iya iya."

Setelah sarapan aku dan Ben segera menuju ke Lightwood Company. Sebenarnya aku males tapi yasudah lah daripada kena amukan Sean. Sedangkan Sean ia pergi ke tempat salah satu kenalannya. Emang sok sibuk itu orang.

- - -

Ruangan ini terasa begitu sunyi dan senyap. Hanya bunyi goresan tinta yang terdengar ruangan siapa lagi kalau bukan milik Aldrich. Ia sekarang tengah membaca laporan-laporan dari sekretaris miliknya. Hingga ayah dan adiknya masuk ke ruangan tersebut.

"Brother, kau akan ada pertemuan dengan kolegamu yang kemarin bukan?" Ujar Leon sambil mendudukkan dirinya disofa sedangkan ayahnya telah mendudukan diri disofa sejak tadi.

"Hm."

"Jangan kaku-kaku brother. Wajahmu itu akan menakuti kakak iparku nanti." Yang dibalas Aldrich dengan tatapan tajamnya.

"Kalian ini selalu saja ribut. Tiada hari tanpa ribut sepertinya bagi kalian berdua. Jika ibumu tahu ia pasti akan mengomeli kalian. Kalian tahu bukan ibumu itu menye.." Ujar ayahku tergantung saat ibuku tiba-tiba datang dan membalas perkataanya.

"Menyeramkan, iyakan?" Sedangkan ayahku hanya tersenyum kikuk.

"Kenapa kau kesini, mom?"

"Aku ingin melihat calon menantu ibu sekali lagi. Aku ingin bertanya dan bercerita padanya karena pertemuan kemarin terlalu singkat."

"Siapa bilang ia akan datang. Dia orang sibuk mom. Tak mungkin ia datang."

"Siapa tahu ia menggantikan saudaranya mungkin saja bukan?"

"No, its not."

Setelah mengatakan hal itu. Tiba-tiba Kenzo memindlink ku. Dengan nada kesalnya ia segera memarahiku. Padahal kan itu mungkin saja.

"Dasar orang pesimis. Siapa tahu apa yang dikatakan ibumu benar."

"Itu tidak mungkin, Kenzo."

"Terserahlah. Aku hanya mau bilang berpikirlah optimis, Alpha." Ujarnya kemudian memutus percakapan kami.

Beberapa menit mulai terlewat. Aku, ayahku, ibuku, dan juga Leon sekarang tengah berkumpul disini semua. Mereka semua menanti datangnya mate ku mungkin. Hingga suara ketukan menyambut pendengaranku. Aku segera menyuruhnya untuk masuk.

Benar kata ibuku dan Kenzo. Ia berada disini disamping kakak laki-lakinya. Senyum hangat mulai ia hadirkan tatkala ibuku menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat. Aku yang tersadar dari lamunan mulai menyalami mereka. Kenapa aku menjadi gugup tiba-tiba. Bahkan hatiku juga berdegup sangat cepat.

Kenzo yang sedari tadi mengoceh dan berteriak kegirangan dikepalaku tak aku hiraukan. Harum strawberry dan vanilla mulai memenuhi ruangan milik ku. Aku mulai menelitinya dari ujung bawah sampai atas. Tak ada satu kekuranganpun di dirinya.

- - -

Setelah sampai digedung Lightwood Company kami segera melangkah menuju receptionist. Munculah sekretaris milik Aldrich ia segera mengantar kami menuju ruangan milik tuannya. Sekretaris itu mulai mengetuk pintu tersebut. Hingga sebuah suara mengintrupsiku dan kakak ku untuk masuk. Disana terdapat orang-orang yang ku temui kemarin malam.

Aku mulai menyalami Mr. Lightwood, Leon, dan terakhir Mrs. Ligthwood. Tapi ternyata setelah bersalaman Mrs. Lightwood tiba-tiba memelukku dengan erat. Aku pun tersenyum menanggapi hal itu aku jadi rindu mom. Aku ingin pulang ke London tapi aku sadar kerjaanku berada di Los Angeles tak bisa ditinggal begitu saja.

Kakak ku dan Mr. Ligthwood mulai berbincang-bincang. Hingga ada sepasang mata yang sedari tadi melihat ke arahku. Mrs. Ligthwood yang mengerti arah pandangku segera berbicara padaku.

"Ah, Aldrich Richardo Lightwood jangan menatap tamu seperti itu. Memang begitu orangnya, nak. Agak menyebalkan memang tapi ia memiliki hati yang lembut walaupun lebih dominan muka tripleknya serta iritnya ia berbicara. Tolong dimaklumi ya, nak" Ujar ibu Aldrich

"Tak apa, Mr. Ligthwood." Ku iringi dengan senyum hangat.

"Jangan panggil aku, Mrs. Lightwood. Panggil saja bibi Lily."

"Iya, bibi."







































Lama banget ya bund nggak jumpa
Tetep jaga kesehatan ya🧡
See u in the next chapter

My Mate is a DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang