Just friend

273 54 217
                                    

Setelah mendengar putri kecilnya menangis karena kumis tajamnya, kini sepulang dari menjemput Sena, Sean mencukur kumis agar putrinya itu berhenti merengek tidak jelas pada bundanya, "Padahal aku gagah dengan kumis tipis seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendengar putri kecilnya menangis karena kumis tajamnya, kini sepulang dari menjemput Sena, Sean mencukur kumis agar putrinya itu berhenti merengek tidak jelas pada bundanya, "Padahal aku gagah dengan kumis tipis seperti ini."

Selagi mencukur kumis dikamar mandi, Brenda membantu Sena membersihkan badan. Brenda sangat telaten saat pengganti pakaian Sena dan ia juga menyisir surai sang buah hati dengan lembut, Sena yang duduk dibangku rias kamarnya menatap bundanya dari pantulan cermin, "Bunda mengapa ayah sangat besar?"

"Karena ayah terus berkembang, nak. Sena juga akan besar." Brenda memberikan senyuman hangat melalui pantulan cermin lalu ia mengusap pelan surai Sena, "Terus sehat ya nak?"

"Bunda!" Sena meninggikan suaranya dan berdiri diatas kursi rias menghadap sang bunda yang netranya telah berkaca, "Janjilah pada Sena bahwa bunda tidak akan keluar dari rumah ayah!"

"Sena dengarkan bunda baik-baik."

Brenda mengganti nada bicaranya. Kini Brenda memakai nada yang serius nan dingin sehingga memberikan efek takut pada Sena. Brenda memegang kedua bahu Sena yang tengah berdiri diatas kursi rias seolah memberikan kendali penuh pada putri kecilnya itu, "Sena tau kan jika ayah mencintai wanita lain?"

Sena mengangguk dan atensinya masih lekat pada Brenda, "Ikut dengan bunda dan kita akan mulai hidup baru. Kita jangan menjadi perusak diantara hidup ayah dan bibi Thita. Bunda dan ayah---"

"Telah pisah." Sambung Sena dan membuat bahu Brenda otomatis turun. Dengan kekuatan yang masih ada Brenda mencoba mendekap tubuh mungil Sena dan menangis disana. Tangan kecil Sena mengelus punggung Brenda, "Maafkan Sena, bunda."

"Tidak. Seharusnya bunda yang minta maaf karena egois dan membawamu keposisi seperti ini."

Sena menguraikan dekapannya dan mengusap cairan bening yang membasahi kedua pipi sang bunda, "Sena akan bilang pada ayah jika Sena akan ikut bunda."

"Loh bunda kenapa nangis?" Sean bertanya pada Sena yang kini menatapnya dengan menggelengkan kepalanya, "Se-Sena yang membuat bunda nangis ayah! Bun-bunda ma---"

Brenda mendekap Sena dengan erat dan mengecup surai Sena, "Bukan salah Sena kok. Sena tidak salah."

Sean menghela napas dan menarik Brenda membawanya kedalam dekapan hangatnya, "Bunda kenapa? Sini cerita sama ayah."

"Ayah, Sena ingin hidup bersama bunda. Sena mau tinggal bersama bunda tapi bukan dirumah ini."

Bak tersambar petir disiang hari yang sangat cerah, ucapan Sena membuat Sean tersentak. Ia belum siap pisah dengan buah hatinya---sungguh belum siap. Otaknya berputar mencari alasan untuk mereka tetap tinggal bersamanya.

"Tidak. Ayah tidak mengizinkan."

Kepala Brenda seolah ingin pecah mendengar ucapan Sean yang menolak mereka angkat kaki dari rumahnya. Pening yang menjalar keseluruh ruang kepalanya membuatnya memilih duduk ditepi tempat tidur Sena. Brenda memejamkan matanya dan kembali menguatkan diri untuk menatap sosok Sean yang kini menggendong Sena.

The Heart Wants ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang