Our memories pt.2

221 52 52
                                    

Jika dulu seorang Joe Park adalah pengasuh Sena, maka kini pria Park itu menjadi pengasuh Sean

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika dulu seorang Joe Park adalah pengasuh Sena, maka kini pria Park itu menjadi pengasuh Sean. Ia selalu mengawasi 24/7 pria Kim tersebut karena ia takut jika Sean nekat melakukan sesuatu yang berbahaya---bunuh diri contohnya.

"Kau harus sarapan dulu, Sean." Joe menaruh sarapan pagi untuk Sean di atas nakas sembari rungunya mendengar berita hari ini

"Karena pesawat meledak sulit untuk mengidentifikasi para korban." Suara Sean yang terdengar putus asa membuat Joe merampas remote yang sedari tadi pria Kim itu pegang

Joe mematikan TV tersebut lalu ia kembali memutar video kenangan yang Sean buat menggunakan handphone, "Kenang Brenda dan Sena melalui semua video yang pernah kau rekam."

Dengan mendudukkan dirinya di atas tempat tidur sembari bersandar pada punggung tempat tidur, netra Sean terus menatap layar proyektor tersebut.

"Lihatlah wajahnya saat tidur. Menggemaskan bukan?" Sean terus merekam wajah Brenda yang mana wanita Bae itu tertidur pulas. Sesekali ia mengusap pipi bulat Brenda dan menusuknya agar wanita berparas cantik itu terbangun dari tidurnya.

"Sean, Brenda mencintaimu." Dengan suara serak khas bangun tidur Brenda menyatakan perasaan membuat pipi Sean hangat dan tangannya yang memegang handphone terus merekam

Brenda mendudukkan dirinya dan ia menatap wajah Sean dengan tatapan sinis, "Mengapa kau merekamku lagi, Sean? Tidak puaskah kemarin kau merekam diriku?"

Pria Kim itu semakin menjadi. Ia terus menyorot wajah Brenda yang cemberut dan menatapnya dengan tatapan kesal, "Aku juga mencintaimu, Brenda."

Bukannya senang mendengar cintanya terbalas, wanita Bae itu menundukkan wajahnya agar terhindar dari kamera, "Banyak wanita cantik dan kaya yang ingin merebutmu dari aku."

"Aku mencintaimu, Bren. Sungguh. Dengan kata apa lagi aku harus menyatakan cintaku padamu?"

Brenda merampas handphone milik Sean lalu ia mengarahkan kamera tersebut untuk ke arah pria kim tersebut, "Apa arti diriku untukmu, Sean?"

"Arti dirimu untukku adalah segalanya. Besok kita nikah buat anak biar kau selalu untukku. Aku tidak ingin pria lain mengambilmu dari hidupku." Sean terkekeh lalu ia mengambil kembali handphone nya dari tangan Brenda

Sean mengatur kameranya menjadi kamera depan. Ia merangkul bahu Brenda sembari merebahkan kepalanya pada bahu wanita cantik itu, "Bagaimana wajah anak kita nanti ya? Ahh sungguh hal itu membuatku penasaran, Bren. Pasti wajahnya sangat lucu dan menggemaskan."

"Bukan kau saja yang penasaran. Aku pun penasaran, Sean." Jari telunjuk Brenda menjulur menekan tombol kamera agar video tersebut terhenti.

"Joe, bagaimana bisa aku bertahan hidup seperti ini? Aku tidak yakin bisa bertahan. Kepalaku terasa ingin pecah berpikir bagaimana caranya melewati semua ini." Sean menatap pribadi pria Park yang duduk di tepi tempat tidurnya

"Bukankah kau juga selama ini berpisah dengan Brenda baik-baik saja? Kau menyakiti mental Brenda dengan sangat parah dan kau juga meninggalkannya seorang diri."

"Walaupun kami berpisah namun aku masih bisa melihatnya. Berbeda dengan sekarang yang aku tidak tau apakah Brenda dan Sena masih hidup atau tidak." Sean menatap lekat wajah Joe yang menatapnya

Joe memahat senyum simpul sembari terus menatap wajah Sean yang sangat frustrasi, "Ayo jalan-jalan keluar. Kau butuh udara segar, Sean. Di kamar hotel seperti ini membuatmu pengap dan itu membuatmu semakin terpuruk."

"Aku ingin melanjutkan tidurku. Lebih nyaman tidur dan aku berharap tidur untuk selamanya untuk menyusul Brenda dan Sena." Sean merebahkan tubuhnya dan menyembunyikan dirinya dibalik semulit putih tebal tersebut

"Tinggalkan aku seorang diri, Joe. Tenang saja aku tidak akan macam-macam. Kepalaku sangat sakit dan aku ingin mengistirahatkan diriku." Final pria Kim itu pada Joe yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dirinya

Pria Park itu membawa dirinya keluar dari kamar yang Sean tempati. Dirinya menuju rumah sang kekasih untuk menenangkan kepalanya yang sangat penat.

"Lebih baik aku menjaga Sena dari pada menjaga Sean."

"Melelahkan bukan?" Aylin menyodorkan segelas air pada Joe yang kini duduk di sofa ruang tamu

Netra Joe menatap wajah Aylin dengan lekat, "Brenda---"

"Begitulah dunia menghukum Sean karena ia telah menyia-nyiakan wanita yang sangat tulus mencintainya. Ditinggalkan oleh wanita yang selama ini berjuang untuknya rasanya sakit sekali dan lebih baik mati." Aylin ikut mendaratkan bokong di sofa tepat di samping Joe yang sedang memijat pelipisnya

"Mengapa kau membiarkan Sean seorang diri di hotel? Bagaimana jika ia loncat dari jendala hotel atau melakukan percobaan bunuh diri menggunakan pisau. Joe, tidak lucu jika Sean meninggal dengan cara seperti itu." Ucapan Aylin tersebut membuat Joe kembali menghela napas panjang karena merasa lelah

"Apakah devan mengetahul hal ini?" Joe memalingkan wajahnya ke samping kiri guna menatap wajah Aylin

"Entahlah. Malam ini aku yang akan menjaga Sean. Aku takut dia kenapa-napa." Aylin beranjak dari sofa membuat Joe menahan lengannya

"Mau kemana? Kau sungguh tega meninggalkan kekasihmu seperti ini seorang diri?" Joe menatap wajah Aylin yang kini tersenyum manis padanya dan ia tau bahwa kekasihnya itu akan memarahi dirinya

"Jangan berlebihan, Joe. Aku ingin ke supermarket membeli cemilan. Masa iya aku temani Sean dengan perut kosong. Terkadang Sean pelit sama aku. Harus baku hantam dulu sama aku baru dia mau membagi cemilannya. Dan lebih buruk lagi ia merebut kakakku dari aku. Ahh Sean itu memang gila! Wajar dia mendapatkan ini semua. Namun aku merindukan Brenda dan Sena."

Bahu Aylin turun dan sigap Joe memeluk tubuh kekasihnya tersebut. Ia mengelus punggung Aylin lembut, "Jangan sedih ya. Aku tau ini berat untukmu."

"Kau siapkan kata-kata itu untuk kau persembahkan pada siapa, Joe?"

"Ayo cari cemilan dan makan di kedai. Lapar aku." Joe menarik lengan Aylin dan membawanya keluar rumah untuk mengenyangkan perut

Dengan sekuat tenaga Sean mencoba untuk tidur namun matanya tetap terjaga. Pria Kim itu kembali mendudukkan dirinya, "Brenda, Sena... haruskah aku menyusul kalian?"

Sean sangat frustrasi. Sering terlintas dibenaknya untuk mengakhiri hidupnya namun ia merasa semua ini seperti mimpi yang ia percaya bahwa ia akan terbangun di suatu hari nanti.

"Bukan. Ini bukan mimpi. Ini nyata. Brenda dan Sena mengalami kecelakaan pesawat. Hal itu merenggut nyawa mereka." Sean mengacak surainya dengan kuat karena pikiran itu merasuk kedalam kepalanya dan membuatnya kembali merasakan sakit.

"Ayah..."

Sayup-sayup terdengar seperti suara Sena sehingga pria Kim itu mengedarkan pandangannya ke arah setiap sudut kamarnya. Perlahan tungkai Sean keluar dari kamar dan ia kembali mengedarkan pandangannya saat ia berada di ruang tamu.

"Sena.. Dimana dirimu?"

Rungu Sean mendengar suara ketukan pintu. Ia berjalan mendekati daun pintu dan membukanya dengan cepat.

"Brenda?"







Menurut kalian Sean halusinasi atau tidak? 🤔

The Heart Wants ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang