Before you go

313 59 149
                                    

Bahkan saat jam dinding telah menunjukkan waktu pulang Sean belum menampakkan dirinya di ruang kerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bahkan saat jam dinding telah menunjukkan waktu pulang Sean belum menampakkan dirinya di ruang kerja. Thita tetap bertahan karena ia harus lembur karena Sean yang menghilang. Banyak berkas yang menumpuk di meja Thita yang harus ia selesaikan hari ini juga. Sumpah serapah Thita lontarkan sembari tangannya mengerjakan tumpakkan berkas tersebut.

"Hah! Dasar pria bodoh! Memang enak ya kalau jadi bos. Bisa kesana kemari dengan santai." Thita merenggangkan kedua tangannya dan ia terkejut melihat waktu yang di tampilkan oleh jam dinding, "Apa?! Sudah jam 8 malam?! Dan berkas ini baru setengah yang selesai. Lebih baik aku pulang lalu disambung esok hari."

Thita membereskan meja kerjanya lalu ia memakai sling bag dan siap untuk keluar dari ruang kerja. Netranya melihat pegawai telah berganti shift kerja. Ia melihat pegawai doorman, pegawai engineering yang berkeliaran untuk memastikan semua aman, chef yang menata makan malam di buffet dan ia terakhir melihat pegawai housekeeping yang membersihkan tangga, lantai, pun pilar hotel.

Bertepatan dengan pulangnya Thita, Sean membuka kedua kelopak matanya dan kepalanya terasa sangat berat. Ia mendudukkan dirinya dan melihat waktu yang di tampilkan oleh arloji yang melingkar apik diblengan kirinya. Sean mengacak kuat rambut ikalnya dan ia merapikan pakaiannya bergegas untuk keluar dari kamar hotel.

Sean ketiduran. Kini ia langsung keluar dari hotel dan berlari menuju salah satu kedai untuk ia singgahi. Ia memesan 3 botol soju dan ia mencoba menghabiskannya seorang diri. Wajahnya yang kini memerah karena tidak kuat dengan alkohol namun ia terus paksakan karena berbagai pikiran silih berganti merasuk ruang kepalanya sehingga ingin ia lampiskan dengan mabuk.

Hingga pada titik terendah, ia merebahkan kepalanya di atas meja beralaskan lengan kirinya. Sean kehilangan kesadarannya.

"Nak, bangun. Kedai bibi akan tutup sebentar lagi." Bibi pemilik kedai itu dengan pelan menepuk pipi Sean karena ia segan dengan aura Sean yang sangat berwibawa

Sean tetap tidak sadar dan bibi pemilik kedai mencari cara agar membangunkan Sean yang telah ketiduran hingga kedainya hampir tutup. Dengan sedikit keberanian, bibi pemilik kedai meraih handphone Sean yang ia letakkan di atas meja dan mencari kontak seseorang yang bisa ia hubungi.

Hanya ada satu kontak dan bernamakan 'V.I.P'

Bibi pemilik kedai itu mencoba meneleponnya dan berbicara sesopan mungkin karena ia takut mengganggu orang yang ia telepon.

"I-iya Nona. Dia masih belum sadar juga. Terima kasih ya Nona."

Bibi pemilik kedai itu lega saat ia berhasil menelepon seseorang untuk menjemput pria yang tertidur pulas di kedainya. Selagi menunggu orang itu datang, bibi pemilik kedai merapikan beberapa barang dan menghitung penghasilan yang ia dapatkan malam hari ini.

"Permisi."

Bibi pemilik kedai langsung tersenyum ramah membalas senyuman wanita yang datang untuk menjemput pria itu. Wanita itu sangat ramah bahkan ia membungkuk hormat menghormati bibi yang sudah tidak muda lagi. Wanita yang sangat menunjung tinggi sopan santun.

The Heart Wants ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang