Dalam kantin, Rara melamun sambil mengaduk-aduk es teh tanpa minat. Sedari tadi dirinya tidak bisa fokus. Ia terus aja memikirkan sifat Elvino yang tiba-tiba berubah. Harusnya Rara tidak memikirkan ini, namun sepertinya otak terus saja mengingat-ingat.
Sedari tadi, Rara lagi-lagi menengok ke arah depan kantin berharap gerombolan Elvino datang. Gerombolan perusuh itu tidak ada di kantin sekarang. Keadaan di sini benar-benar sepi.
Asya menyikut bahu Gisel, mereka semua ikut terdiam selepas Rara diam sambil melamun. Gisel mencuri-curi pandang ke arah lima temannya, seakan berbicara lewat tatapan.
"Gue takut salah ngomong," bisik Gisel mencubit lengan Asya yang kebetulan berada di dekatnya.
"Udah santai aja, ngomong baik-baik coba," suruh Tania, cewek itu juga ikut tegang melihat Rara seperti ini.
Gisel mengambil nafas panjang, ia mengatur nafas sebaik-baiknya untuk berbicara baik dan benar kepada Rara.
"Lo kenapa, Ra?" ujar Gisel halus. Gadis itu menyelipkan helaian rambut Rara yang menutupi sebagian wajahnya. "Lo ada masalah? Lo ada masalah sama Kak Elvino, maaf Ra gue---"
Gisel memotong ucapannya sendiri. Rasanya begitu menyakitkan jika temannya sendiri mengetahui hal ini.
Rara masih diam, gadis itu tidak bergeming meski Gisel sudah berbicara hingga menyelipkan rambutnya di belakang telinga. Sepertinya gadis itu benar-benar hanyut dalam lamunan.
"Ra? Lo denger gue ngomong kan?" ujar Gisel lagi, ia memaklumi Rara jika dia tidak mendengarnya.
Setelah Gisel menepuk pelan pundaknya, Rara baru tersadar. Ia celingak-celinguk melihat keadaan sekitar, terutama kepada teman-temannya. Rara memegangi kepalanya yang terasa pusing, lalu menutup matanya sebentar.
"Sorry, gara-gara gue kalian jadi nggak nafsu makan," ucap Rara sedikit serak. Ia merasa bersalah karena melamun di tempat yang salah.
"Nggak masalah Ra, santai aja. Btw lo ada masalah? Kalo emang berat, lo bisa cerita sama kita-kita. Siapa tau kita bisa bantu. Misalkan enggak, ya gue berusaha sebaik mungkin buat nggak bikin lo sedih," ujar Tania. Sebobrok-nya cewek itu, ternyata masih tersimpan rasa peduli dan serius dalam berteman. Sejauh mereka berteman dengan Tania, mereka tidak pernah sekalipun melihat Tania menunjukkan sikap itu.
"Gue nggak papa, jangan mikir yang aneh-aneh," ujar Rara.
"Lo ada masalah sama kakak kelas lo?" tanya Tania.
"Em, ha? Enggak, gue nggak ada masalah apa-apa," balas Rara.
"Gue tau lo lagi nggak baik, cuma nutupin buat terlihat baik-baik aja. Gue tau kok, gue juga sering gitu," sambung Gisel.
"Gitu gimana Sel," goda Rita.
"Rese nih!" sinis Gisel.
Rara bangkit dari duduknya, kelamaan di sini membuat mood-nya semakin memburuk. "Gue ke kelas dulu ya, kepala gue pusing soalnya."
"Jangan lupa nanti malem kita ke rumah lo buat ngerjain tugas kelompok, Ra!" teriak Gisel, ia mengingat perjanjian yang tadi. Mereka akan mengerjakan tugas kelompok di rumah Rara.
Rara mendengar teriakkan Gisel, tanpa menoleh, Rara mengacungkan jempol untuk mengiyakan. Kemudian melanjutkan melangkah. Entah kemana dia akan pergi, yang jelas ia rasakan adalah merasa kehilangan sesuatu di hidupnya.
Bisa jadi hal yang sepele dalam hidupmu, akan menjadi peran penting dalam hidupmu suatu saat nanti.
•••
Rara memberhentikan langkahnya, ia sampai pada lapangan basket yang terdiri dari cowok-cowok bermain di sana. Terutama orang yang dia cari. Elvino dkk tengah asyik melambungkan bola pada ring. Pantas saja mereka tidak mengunjungi kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Ini adalah kehidupan Rara, gadis malang yang penuh dengan masa lalu menyakitkan. Di tinggalkan orang tua, dan di khianati oleh banyak orang. Dia tinggal sendiri setelah semuanya pergi, dan melanjutkan hidup sesuai apa yang...