19.17 WIB
Lay keluar dari pintu kedatangan disambut oleh seorang laki laki yang memiliki tinggi badan hampir sama dengannya.
"Udara di Wellington bisa bikin putih, ya?" tanya laki-laki bernama Noel Adrian.
"Gak usah ngada ngada lo," ucap Lay setelah mendengar pertanyaan dari Noel.
Noel adalah salah satu sahabat Lay. Akhir-akhir ini mereka menjadi lebih dekat karena Lay sudah merasa tidak enak jika harus menceritakan masalahnya pada Rey. Karena ia yakin pasti Rey punya masalah lebih rumit dari dia. Tak hanya itu, tapi juga karena Rey adalah kakak Wendy.
"Habis, kulit lo keliatan lebih cerah gitu."
"Perasaan lo aja kali."
"Kenapa nggak pacar lo aja, sih yang jemput?"
"Udah malem, kasian kalau dia jemput gue."
"Kok kayaknya lo balik nggak sesumringah dulu sih?"
"Gue ngerasa penerbangan ini lama banget. Jadi, badan gue kerasa pegel semua."
"Yo, dah. Yok, balik."
Kemudian mereka berjalan menuju parkiran sambil saling mengobrol ringan. Tak terasa mereka sudah sampai di mobil Noel.
Lay memasukan kopernya ke bagasi mobil dibantu oleh Noel.
Setelah mereka menutup pintu bagasi, Lay mematung, membuat Noel yang tadinya hendak pergi ke kursi kemudi mengurungkan niatnya.
"Kenapa bro? Kebelet berak? Berak dulu sonoh! Gue tungguin."
"Ah, brisik lo. Gue pusing nih!"
"Kenapa dah? Lo butuh tolak angin? Ke mini market sana buruan!"
"Bukan!"
"Terus kenapa?"
"Cincin gue ketinggalan di Wellington."
**
"Salah siapa di sana nggak pernah dipakai? Lo sendiri, kan?" omel Noel sambil tetap fokus dengan jalan raya.
"Mana besok gue ketemu Wendy."
"Ini namanya lo cari masalah, bro. Dah nggak pernah pulang, sekalinya pulang cincin tunangan nggak dibawa. Emang sih, tunangan lo nggak dilihat orang banyak dan nggak romantis juga. Tapi, kan tetep aja lo mengikat status lebih serius sama Wendy. Hadeh, udah mau dapet gelar Ph.D tapi tetep aja ceroboh dipelihara."
Lay memijat pelipisnya karena sudah merasa frustasi. Ia yakin Wendy pasti akan marah besar padanya.
"Selain masalah cincin, lo lagi ada masalah lain, ya?" tanya Noel yang sadar akan tingkah Lay yang sejak tadi tidak seperti biasanya.
"Sebenernya ada hal di Wellington yang bikin gue ngerasa nggak tenang buat balik ke Indo," jawab Lay.
"Apaan, tuh?"
"Lo inget Lia?"
"Cewek yang lo kenalin waktu gue main ke Wellington dua bulan lalu?"
"Iya."
"Ada apa sama dia?"
"Ayahnya kritis. Dia sendirian di rumah sakit jaga ayahnya. Sebenernya gue mau batalin penerbangan. Tapi, dia bilang ja..."
"Lo main di belakang Wendy?"
"Nggak, bro."
"Terus?"
"Gue sama Lia cuma temen."
"Lo yakin?"
"Iya. Gue nggak ada hubungan lebih sama dia."
"Emang, sih nggak ada hubungan di antara kalian. Tapi, gue rasa tanpa lo sadari perasaan lo ke Lia udah lebih dari sekedar temen. Dan, gue saranin mendingan lo jujur sekarang ke Wendy. Jangan buat dia terluka lebih dalam."
"El, gue sayang sama Wendy. Gue nggak mau dia pergi."
Noel mendecak. "Lo nggak mau dia pergi. Tapi, diem diem perasaan lo udah menghianati dia, bro."
"Gue nggak ada perasaan apa-apa sama Lia."
"Bibir lo emang bilang gitu. Tapi, alam bawah sadar lo udah nunjukin kalau lo mulai tertarik sama Lia!"
**
"Gila, Vin. Aku masih nggak percaya bisa dapet tepuk tangan semeriah tadi. That's amazing."
"You're amazing."
Wendy tersenyum simpul. "Thank you, Vin."
"Buat?"
"Udah kasih sensasi dan pengalaman baru di hidupku."
"Apa sih?? Kak Wendy lebay. Cuma kayak gitu doang, memujinya berlebihan," ucap Gavin sambil tetap fokus pada jalan raya.
Wendy dan Gavin menikmati suasana malam sambil mendengarkan sebuah lagu dari Younha yang berjudul Waiting.
"Kak, tau lagu ini nggak?" tanya Gavin.
"Nggak. Kenapa?"
"Gapapa. Terjemahannya aku banget."
"Serius?" tanya Wendy sambil menoleh ke arah Gavin. Lalu, Gavin menjawab dengan anggukan.
"Terjemahannya apa, Vin?" tanya Wendy.
"KEPOO!"
"Eh, aku tanya beneran niii."
"Cari tau sendiri, lah."
"Judulnya aja aku nggak tau."
"Ya udah, dengerin aja."
"Ngeselin, ih."
Gavin melirik Wendy yang merajuk sambil memalingkan wajahnya ke arah kiri. Gavin justru tersenyum karena gemas melihat Wendy.
"Kak?"
"Hmm?"
"Besok temenin nonton, yuk."
"Maaf, Vin. Pacarku lagi balik ke Indo. Mungkin lain kali aja gimana? Atau minggu depan?"
Pacarnya masih pakai acara balik, ya? Gue kira dah nggak pake balik.
"Oooh gitu, oke deh."
"Maaf, ya Vin."
"No problem."
Tak lama setelah itu, mereka sampai di apartemen Wendy. Wendy segera bersiap untuk turun.
"Kak?"
"Ya?"
"Have a fun buat besok, ya."
Wendy tersenyum simpul. "Thank you, Vin."
tbc