Part 13 - Lepas Foto

1.9K 164 71
                                    

23.17 WIB

Gavin dan Wendy masih saling diam sejak tadi. Gavin diam karena ingin menunggu Wendy siap diajak bicara lagi.

Wendy keluar lift lebih dahulu, diikuti oleh Gavin dari belakang. Gavin memperhatikan cara jalan Wendy yang lunglai.

Rasaku ingin memeluk dirinya meningkat saudara saudara.

Sesampainya di depan unit apartemen, Wendy menjatuhkan tubuhnya yang kemudian bertumpu lutut lalu duduk dengan asal. Ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan kembali menangis.

Kak, bisa gak jangan nangis di depan gue? Bawaannya jadi pen mukul orang.

Gavin menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. Kemudian, berjalan mendekati Wendy. Gavin duduk dengan menyandarkan tubuhnya di pintu apartemen Wendy, itu berarti mereka saling berhadapan sekarang.

"Gak capek nangis terus?" tanya Gavin. Wendy tidak menjawab, ia hanya terus menangis hingga membuat hati Gavin terasa sakit.

"Mau disamperin ke Wellington? Kalo mau aku beliin tiketnya sekarang. Nih, aku mau buka HP buat beli tiket," ucap Gavin sambil hendak mengambil ponselnya yang ada di saku celana.

"JANGAN GILA, DEH! Terus Delvin dua hari ke depan sama siapa?!" seru Wendy sambil membuka tangannya.

Tangisan Wendy kali ini seperti anak kecil yang tidak dibelikan es krim oleh mamanya, itu membuat Gavin tiba-tiba merasa gemas melihat Wendy.

"Makanya jangan nangis terus," ujar Gavin sambil mengusap air mata Wendy dengan lengan jaketnya.

"Aku ikut frustasi kalo gini terus," tambah Gavin.

"Kamu tau apa emang??"

"Kak Lisa sama Kak Airin udah cerita ke aku."

"Perihal apa coba??"

"Semua."

Wendy terdiam ketika mendengar kata tersebut dari Gavin ditambah lagi tatapan Gavin lebih serius dari pada sebelumnya. Tapi, hal itu pula yang membuat air mata Wendy berhenti menetes.

"Maaf aku malah jadi beban buat kamu."

"Jangan ngomong gitu, ah. Gak enak banget didengernya. Aku juga gak merasa terbebani kok."

"Kamu kalo mau pulang, gapapa kok. I'm okay."

"Gak usah sok kuat, deh."

"Aku emang kuat kok," ucap Wendy dengan senyum lebar terpaksa dan mata sembabnya.

Gavin mencubit kedua pipi Wendy gemas. "Gak usah sok kuat ngapa siii??" ucap Gavin dengan nada gemasnya.

"Lepasin gak??"

"Kalo sok kuat atau sok tegar lagi di depanku aku cubit lagi pipi Kak Wendy sampe merah."

"Gak usah macem-macem sama aku, deh."

"Emang napa??"

"Bisa galak ni."

"Sama aku aja gak pernah galak kok."

"Masaaa."

"Iya. Coba deh, diinget-inget. Apa Kak Wendy pernah marah sama aku?"

"i don't know."

"Kak Wendy tu gak pernah marah sama aku. Ngambek aja gak pernah kok."

"Iya, karena kita ketemu cuma beberapa kali."

"Bener juga. Terakhir ketemu, besoknya aku digebukin sama Kak Vito," ucap Gavin diiringi dengan suara tawanya.

"Habis itu kita gak pernah ketemu lagi di luar sekolah. Di sekolah pun kita cuma kayak dua orang gak saling kenal," tambahnya.

16.16 [My Killer Lecturer 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang