"Hei, Iron Man kamu tidak akan menang melawanku," ucap Gavin sambil memegang mainan Captain Amerika.
"Captain Amrika, aku akan mengalahkanmu dengan bantuan Thor."
"Thor temennya Captain Amerika tau."
"Temennya Iron Man kok."
"Di film Civil War Thor temennya Captain Amerika."
"Ya udah kalo gitu Om Gavin pake Iron Man, aku pake Captain Amerika."
"Loh kok gitu?"
"Karena aku mau pake Thor."
Gavin menepuk jidatnya, sementara Delvin hanya tersenyum lebar.
Wendy sejak tadi hanya menyimak permainan mereka berdua dari dapur karena sedang membuatkan cemilan.
Saat sedang menata kentang goreng dan nugget yang baru saja ia goreng ponsel Wendy berbunyi menandakan ada panggilan masuk.
"Vin?"
"Ya?" sahut Delvin dan Gavin bersamaan. Wendy tersenyum ketika mengingat nama belakang mereka yang sama sama menggunakan "Vin"
"Om Gavin, tolong ini piringnya di bawa ke situ, ya. Aku mau angkat telfon dulu."
"Oke."
Wendy segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar untuk mengangkat telfonnya.
"Halo?"
"Halo, Wen?"
"Iya? Kenapa Lay?"
"Kamu udah senggang belom?"
"Kamu mau ke sini?"
"Iya, aku jemput. Kita makan di luar."
"Gak mau makan di apartemen aja? Aku yang masak, deh."
"Nggak."
"Kenapa?"
"Aku jelasin kalo udah ketemu aja. Aku jemput sekarang, ya?"
"Hmm, oke."
"Sepuluh menit lagi aku sampe."
"Iya, hati-hati."
Setelah panggilan terputus, Wendy segera bersiap untuk pergi bersama Lay.
"Aunty mau ke mana?" tanya Delvin saat Wendy baru saja keluar dari kamar. Gavin menoleh ke belakang dan melihat Wendy yang sudah kembali rapi.
"Mau keluar sebentar. Delvin sama Om Gavin dulu, ya?"
"Mau ke mana?" sahut Gavin.
"Diajak makan di luar."
Pasti sama pacarnya.
"Aunty mau pergi sama siapa?" tanya Delvin.
"Sama temen aunty. Delvin jangan nakal ya sama Om Gavin. Aunty pergi dulu."
"Di luar mendung tu. Bawa payung."
"Mendung belum tentu hujan."
Gavin menghela napas ketika mendengar ucapan Wendy.
"Kalo ada apa apa telfon aja. Nanti, aku jemput sama Delvin." Wendy hanya mengangguk mengiyakan ucapan Gavin kemudian pergi.
**
Wendy menatap pantulan dirinya di pintu lift. Ia menatap tepat di kalung yang selalu ia pakai.
"Kenapa semuanya jadi kayak gini?"
Ting!
Pintu lift terbuka, Wendy langsung bergegas keluar. Ia sudah melihat mobil Lay berhenti di depan pintu loby.
"Kamu nunggu lama?" tanya Wendy setelah ia masuk ke mobil Lay.
"Nggak kok. Barusan dateng."
Wendy hanya mengangguk lalu memasang seat belt dan duduk dengan manis. Setelah itu Lay melajukan mobilnya kembali di jalan raya.
Tak lama setelah mobil mereka berada di jalan raya hujan turun dengan cukup deras.
"Mau makan apa?" tanya Lay.
"Aku gak laper."
"Ya udah kamu lagi pengen apa. Aku beliin, deh."
"Lagi gak pengen apa apa."
"Mumpung aku di sini, loh."
"Kamu gak di sini aku juga bisa beli semuanya sendiri."
"Kamu kenapa sih?"
"Kamu sendiri kenapa gak jadi main ke apartemen? Padahal semalem kamu bilang sendiri mau seharian main ke apartemen."
"Aku gak bisa."
"Kenapa?"
"Aku diburu waktu."
"Mau ngapain lagi sih?"
"Aku balik ke Wellington malem ini."
"Kok gitu??"
"Ada urusan mendadak di sana."
"Urusan apa yang sampe kamu rela waktu liburan kamu diambil Lay??" ucap Wendy dengan nada tinggi.
"Kamu ini kenapa sih, Wen? Kok jadi marah gitu?"
"Kamu sekarang udah gak terbuka lagi sama aku, ya kan? Apa yang kamu sembunyiin dari aku, Lay?"
Lay dengan cepat menepikan mobil. Lalu melepas seat belt dan menyampingkan arah duduknya.
"Kamu labil sayang. Kenapa? Lagi PMS?"
"Jawab aku!" bentak Wendy.
Lay menyugar rambutnya, menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Kamu sendiri juga tertutup sama aku, Wen."
"Itu karena aku ngikutin alurmu yang maunya main tertutup."
"Aku gak pernah berniat main tertutup sama kamu."
"Tapi, nyatanya kamu ngelakuin itu ke aku."
"Aku gak merasa melakukannya, Wendy."
"Kalo emang kamu gak merasa melakukan hal itu. Sekarang aku tanya lagi. Urusan apa yang sampe kamu rela waktu liburan kamu diambil?"
Lay dan Wendy saling bertukar pandangan. Wendy tampak menahan amarahnya sementara Lay tampak tetap berusaha menyimpan rapat rahasianya agar Wendy tidak mengetahuinya.
Lay memukul stir mobil sambil menggeram. Kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran jok mobil dengan kasar.
"Aku turun di sini."
"Hujan, Wen."
"Have a safe flight buat nanti malem. Jangan hubungi aku buat sementara waktu. Aku mau sendiri dulu."
Wendy turun dari mobil dan berjalan menjauh dari mobil Lay.
Ia masih berharap Lay turun dan mengejarnya. Kemudian memeluk tubuhnya yang sudah mulai basah karena air hujan.
Tapi, harapannya pudar ketika ia menoleh ke belakang dan melihat mobilnya sudah tidak di tempatnya lagi.
Harusnya tadi ia mendengarkan ucapan Gavin ketika menyuruhnya membawa payung. Jadi, ia tak perlu basah basahan seperti sekarang.
Air matanya jatuh, mengalir dengan deras bersama hujan. Wendy tak sanggup lagi menyembunyikan air matanya. Ini sudah terlalu sakit baginya. Ia ingin segera sampai di apartemennya dan menangis sejadi-jadinya di kamar.
Wendy memutuskan berteduh di depan toko kelontong yang tutup. Ia mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Lalu menekan salah satu nomor untuk ia hubungi.
"Halo?"
"Halo? Ke..."
"Lis, tolong jemput gue."
"Lo kenapa, Wen???"
"Tolong jemput gue dulu. Nanti gue ceritain."
"Share loc. Gue OTW."
tbc.
yeay aku bisa update lagii
semoga kalian suka yaa