Part 8 - Gavin

1.3K 124 27
                                    

Gavin menekan pin apartemennya. Kemudian, dengan malas ia masuk ke apartemen miliknya yang sangat berantakan.

Beberapa baju dan jaket tersebar sampai ia tak tau mana yang kotor dan mana yang bersih, bungkus makanan seperti sisa snack dan mie cup juga ada di sana-sini, gelas sisa kopi, panci bekas tempat untuk memasak dan makan mie, kaleng minuman bersoda, puntung dan kotak rokok, sampai botol alkohol berserakan di mana-mana.

"Hadeh, ini apartemen apa TPU coba?" monolog Gavin saat menyadari ruang tengahnya yang amat berantakan.

Ponselnya berbunyi menandakan adanya sebuah pesan masuk.

Papa

Vin, uangnya udah papa transfer
Kalau kurang bilang aja, nanti papa transfer lagi

Papa kapan pulang?
Gavin kangen

Kamu udah dewasa ya, Vin
Jangan manja
Anak cowok harus kuat
Ngerti?

Ngerti
Take care di sana, Pa
Makasih uangnya
Gavin sayang papa

Setelah selesai menjawab pesan dari papanya, sebuah panggilan masuk ke ponsel Gavin.

"Halo, Ma?"

"Vin, mama tadi siang udah transfer uang ke rekening kamu. Kamu udah cek belom?"

"Belum."

"Besok jangan lupa dicek, ya? Kalau udah kabarin mama."

"Iya."

"Ya, udah. Mama mau ada meet..."

"Ma?"

"Iya? Kenapa, Vin?"

"Mama sama papa kapan pulang?"

"Maaf, mama belom bisa pastiin kapan pulang."

"Ma, Gavin kangen."

"Mama juga kangen sama kamu, sayang. Sabar, ya?"

"Sampai kapan Gavin harus sabar, Ma? Gavin capek sabar terus."

"Gavin..."

"Take care di sana, Ma. I love you."

Gavin mematikan sambungan telfon. Lalu, ia pergi ke balkon apartemennya. Kemudian menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam.

"Gue nggak butuh uang, gue nggak butuh jabatan di BEM, gue juga nggak butuh popularitas. Untuk sekarang gue cuma butuh cinta, udah itu aja. Apa memang sesusah ini buat dapet cinta dari orang yang gue sayang?"

**

09.43 WIB

Lay sudah memarkirkan mobilnya di tempat parkir gedung apartemen Wendy. Tapi, ia belum mengirim pesan untuk memberitahu bahwa ia sudah sampai.

"Harus alesan apa sama Wendy?"

Setelah berpikir cukup lama akhirnya Lay turun dari mobil dan menuju unit apartemen Wendy.

Ia menekan bel, lalu tak lama pintu terbuka. Wendy langsung memeluk Lay tanpa banyak bicara.

Lay terkejut, namun kemudian ia segera membalas pelukan Wendy.

"Aku kangen banget."

"Aku juga."

"Hari ini kita mau kemana?"

"Kemana pun yang kamu mau."

**

09.46 WIB

Di pintu, masih tertulis tutup. Namun, Gavin sudah datang kemudian duduk di salah satu meja di sana.

"Tumben pagi-pagi ke sini?" tanya Danu yang baru saja muncul dari balik meja bar.

"Gabut."

"Jalan sama cewek lo sana."

"Cewek gue siapa anjir??"

"Yang kemaren lo ajak ke sini."

"Cewek orang dia mah."

"SERIUS??"

Gavin mengangguk lemah. Kemudian Danu keluar dari bar dan duduk menemani Gavin.

"Nasib lo gini mulu keknya," ucap Danu sambil menyandarkan tubuhnya.

"Dia cewek yang sama, Nu."

"Maksud lo?"

"Dia kakak kelas SMA yang pernah gue ceritain ke lo."

"Anjir. Gila, dan lo masih suka sama dia?"

"Ya, gimana ya. Udah bukan suka deh kayaknya. Gue cinta sama dia."

"Gavin bisa sebucin ini ya ternyata."

"Bukan bucin anjim."

"Terus apaan??"

"Tulus."

"Beda tipis."

"Beda jauh, njir," ucap Gavin sambil mengeluarkan kotak rokoknya.

"Bodo. By the way, pacar dia juga masih sama?"

"Nggak, udah beda." Gavin menyalakan batang rokoknya dan mulai menghisapnya.

"Ini ruang ber-AC goblok!"

"Matiin ajalah AC-nya."

Danu mendengus, kemudian mematikan AC di ruangan tersebut. Lalu kembali duduk bersama Gavin.

"Cewek yang ngantri sama lo banyak, Vin. Lo tinggal pilih. Tapi, kenapa lo malah suka sama cewek yang dah punya pacar?"

"Sadar diri. Lo juga suka sama cewek yang udah punya pacar, bro!"

"Seenggaknya dia sahabat gue."

"Iya, yang kena friendzone."

"LO TU JUGA FRIENDZONE ANJIM!"

"Udah lah, Nu. Nasib kita tu sama, nggak usah ribut napa?"

"Lo yang mulai."

"Lo kali."

"Serah."

"Gue sayang sama dia, Nu. Tapi, dia punya pacar. Gue kudu gimana coba?"

"Confess."

"Syahdu bener ye yang ngomong? Lo sendiri gue suruh confess aja sampek sekarang belom lo lakuin."

"Kalo gue takut dia menjauh, Vin."

"Sama, Nu."

"Kok nasib kita bisa sama gini sih, Vin?"

"Ntahlah. Mau nyebat nggak, nih?" ucap Gavin sambil menyodorkan kotak rokoknya.

Danu menerima dan mengambil sebatang, lalu ikut menyalakan ujung rokoknya.

"Lo shift pagi doang, kan?" tanya Gavin. Kemudian dijawab anggukan oleh Danu.

"Ntar malem bantuin gue beresin apartemen sekalian temenin minum mau?"

"Boleh."

tbc

iya ini dikit banget aku ngerti:)
maapkeun saya:)
semoga kalian suka ya walaupun dikit:)

16.16 [My Killer Lecturer 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang