Chapter 3

3.4K 418 11
                                    

Keesokan harinya Sakura berangkat ke kantor pukul tujuh pagi. Terlalu pagi memang karena biasanya karyawan kantor datang jam setengah sembilan. Memang sengaja, ini hari pertamanya masuk kerja, jadi lebih bagus memberikan kesan baik bukan.

Duduk diam dalam bus, matanya asik melihat keluar kaca dimana menampakan suasana tokyo pagi hari. Berbeda jauh dengan kampung halamannya yang masih terlihat asri, banyak pepohonan hijau yang menyusuri sepanjang jalan, namun disini berbeda. Tokyo adalah kota besar yang sangat maju, keinginannya dulu yaitu ingin bekerja di ibukota negara jepang ini akhirnya terwujud, meski pekerjaannya tak sesuai harapan. Paling tidak ia bisa mendapatkan uang dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Bus berhenti di halte berikutnya, Sakura masih diam memperhatikan orang-orang yang berada di halte tersebut, hingga kepalanya menoleh saat merasakan tempat di sampingnya di duduki oleh seseorang. Ia tersenyum sopan pada orang tersebut. Lelaki berambut merah yang memakai pakaian rapih.

Memperhatikan pemandangan diluar kaca saat bus kembali berjalan. Meski ia terlihat tenang, namun kepalanya berisi banyak masalah. Memikirkan kabar kedua orangtuanya, kabar ibunya yang masih berada di rumah sakit. Kata ayahnya, ibunya sudah baik-baik saja dan membutuhkan banyak istirahat. Mebuki diperbolehkan keluar rumah sakit saat keadaannya benar-benar pulih. Sakura senang mendengarnya, hanya saja ia sedang memikirkan biaya rumah sakit ibunya. Bukan ia takut terlalu mahal, tapi ia takut tak bisa mengganti secepatnya.

"Sakura bukan?"

Kedua alisnya terangkat, gerakan pelan ia menoleh pada lelaki berambut merah yang baru saja bertanya padanya. Dengan canggunng ia mengangguk pelan.

"Kau tak kenal padaku?"

"Aa maaf"

"Seniormu di tempat kuliah" ucap lelaki itu diiringi tawa kecilnya. Tak menyangka orang terkenal sepertinya saat masa kuliah tak dikenal. Apalagi gadis itu, padahal ia sering melihatnya. Dan yang paling parah gadis itu pernah mendapatinya di saat yang tak terduga.

Kernyitan di alisnya nampak jelas seolah sedang memikirkan sesuatu. Semakin mengernyit saat ingatannya masuk ke masa-masa kuliahnya. Lalu senyum anehnya melebar ketika sepenggal ingatan terlintas.

"Tunggu. Kau senior berambut merah yang berteriak histeris hanya karena anak capung menghinggap di kepalamu kan?" Sakura bertanya dengan nadanya yang terdengar keras, berikut tawanya pecah karena mengingat hal tersebut. Dimana hanya ia yang melihatnya, lelaki itu berteriak seperti anjing tak diberi makan hanya karena anak capung yang tak bersalah dan berdosa itu.

"Kecilkan suaramu! Orang-orang melihatku dengan tatapan mengejek" kesal lelaki itu. Sasori berdecak, matanya menatap tajam wajah memerah Sakura.

"Astaga aku tak percaya akan bertemu denganmu Sasori-senpai" tawanya masih terdengar walau tak seheboh tadi, namun tetap saja Sasori terganggu dengan hal itu. Harga dirinya terasa diinjak-injak hanya karena anak capung.

"Panggil Sasori saja, aku bukan seniormu lagi"

Mengangguk pelan, Sakura lalu tersenyum lebar. Rasa lucu masih ada dan ingin sekali ia tertawa keras, hanya saja ia berusaha agar tidak tertawa. Jika tak ingin mendapatkan tatapan tajam.

Awal paginya yang berjalan dengan humor kocak tentang sepenggal ingatan lucu seniornya dulu.

.

.

.

"Pakailah nona itu seragam yang sering dipakai oleh cleaning servis disini" kata security itu padanya dengan nada sopan. Pria paruh baya yang umurnya mungkin setara dengan ayahnya itu tersenyum hangat padanya sebelum berjalan keluar untuk berjaga di depan pintu masuk.

Back To You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang