21. DUA SATU

510 39 0
                                    

"ADRIAN BANGUN!" Indah berteriak untuk ke-10 kalinya. Jam sudah menunjukan 07:50 tetapi Adrian belum juga bangun padahal bundanya sudah mengedor-gedor pintu kamar dengan sangat keras dan bisa di pastikan sebentar lagi pintu itu akan rusak.

      "Rian, Bunda hitung sampai tiga! Kalau kamu gak bangun juga, Bunda pastiin motor kamu bakal Bunda J-U-A-L!" Indah tidak tau lagi harus mengancam dengan apa, agar putra tunggalnya itu bangun, sedangkan Adrian yang baru saja ingin membuka matanya langsung terduduk saat mendengar motornya dibawa-bawa.

   Cklek.

   "Rian udah bangun ni, jadi motor Rian gak bakal dijual kan, Bun?" Adrian membuka pintu kamarnya dan menemukan sang bunda yang berdiri di depan pintu.

"Tetap di jual kalau kamu gak ke sekolah. SEKARANG!" Indah murka. Ia sudah sangat lelah dari tadi harus menyiapkan ini itu, dan sekarang ia dibuat semakin lelah dengan  menghadapi si tukang tidur ini.
 
    "Eh-Iya ni Rian mau ke sekolah," jawab Adrian gagap, ia langsung masuk kembali ke dalam kamar dan menyiapkan diri secepat mungkin. Jangan sampai bundanya betul-betul menjual motornya, Adrian tidak mampu membayangkan bagaimana jika itu terjadi.

  Setelah beberapa menit Adrian keluar dari kamar, seperti biasa dengan seragam sangat berantakan dan tidak pantas disebut seorang pelajar. Adrian segera berlari kecil menuruni tangga sambil mengancing kemeja putihnya.

   "Bun, Rian berangkat!" Adrian berteriak dan berlari menuju pintu utama. Tidak ada waktu untuk pamit, yang ada motornya bisa duluan disita oleh Indah.

   Adrian segera menaiki motor sport hitamnyadan meninggalkan pekarangan rumah, ia mulai berkendara dengan kecepatan diatas rata-rata. Sebenarnya Adrian tidak peduli terlambat atau tidak, tetapi ia lupa jika hari ini ada sesuatu yang ingin ia bahas dengan ke4 sahabatnya dan takutnya ia tidak diizinkan masuk ke dalam sekolah, kan bisa repot kalau sampai itu terjadi.

     Tidak sampai 20 menit Adrian telah sampai didepan gerbang besar SMA Garuda tapi sialnya sudah tertutup rapat. Ia turun dari motornya dan berjalan mendekat.

   "Pa, tolong bukain dong." Adrian bersuykur, karena ada satpam yang sedang duduk di pos, jadi ia bisa meminta tolong untuk dibuka kan gerbang.

    "Aduh, Den. Kok baru datang jam segini?" Asep--pa satpam menatap arlojinya dan sudah menunjukan pukul 08: 30, mana ada seorang pelajar yang datang jam segini, sebentar lagi jam istirahat pertama.

    "Hehe ... biasa pa tadi lagi mimpi indah." Adrian cengir. toh ia tidak berbohong, yang dikata kan benar. Ia tadi bermimpi indah dan karena tanggung Adrian terus terlelap agar mimpi itu selesai. Tidak masuk akal!

"Ada-ada saja, ya sudah atuh saya bukain tapi, saya gak tanggung jawab ya kalau Den Rian dimarahin guru." Asep bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah garbang, setela Asep membuka gerbang, Adrian kembali menaiki motor sportnya dan mengucapkan terima kasih, Adrian  segera  memasukan motornya ke dalam lingkungan sekolah.

       Adrian turun dari motor, ia telah memarkirkan motornya dengan sempurna. Baru saja ingin berbalik, Adrian dibuat kaget karena ada seorang wanita berdiri dengan berkecak pinggang, menatapnya tajam.

   "Jam berapa ini?!" Yuna bertanya dengan garang, ia menatap siswa yang berani-beraninya datang  terlambat. Mana terlambat sejam lebih.

    Adrian menatap arloji berwarna hitam, yang ada dilengannya, "Jam delapan lewat."

   "Terus kenapa kamu baru datang ha?! Arloji kamu masi bagus tapi tetap aja terlambat. Jadi apa gunanya kamu pake arloji?" Yuna dibuat pusing saja dengan anak-anak remaja jaman sekarang. Mereka memiliki arloji yang bagus, bermerek mahal tatapi tidak bisa menentukan waktu dengan baik.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang