LIMA TUJUH

242 19 0
                                    

"Ik, mood lo sekarang gimana, udah lebih baik?" Adrian menoleh, menatap gadis yang duduk di sampingnya sekarang.

  Memang sekarang Adrian dan Relika sedang duduk diatas batang pohon yang telah tumbang. Setelah tadi mendapatkan izin dari Bu Astin untuk membawa Ari keluar sebentar, mereka semua segera bergegas kembali ke pantai. Dan sekarang semua orang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, seperti Rara, Farel dan Aditya yang sibuk bermain dengan Ari di bibir pantai, padahal matahari cukup terik.

     Relika menoleh, menatap Adrian lalu mengangguk kecil. "Mood gue bukan lebih baik, sangat baik malahan."

Adrian tersenyum, senang. "Bagus deh, gue ikut senang kalau lo gak marah-marah lagi."

Relika terkekek. "Lo orang pertama yang mau peduli soal marah gue, padahal selama ini kalau gue lagi mood. Yah, semua pada ngejauh gitu aja."

   Adrian tersenyum, ia mengangkat tangannya dan mengusap pucuk kepala Relika lalu berkata. "Saat semua orang ngejauh dari lo, maka di saat yang sama, gue bakal jadi orang pertama yang bakal ada selalu ada di sisi lo."

Deg.

Relika dibuat terdiam, ucapan Adrian seakan telah menghipnotisnya. Tidak bisa Relika pungkiri ucapan yang begitu tulus, bisa keluar dari mulut cowok yang dulu selalu bertengkar dengannya.  Ada gejolak yang berbeda timbul di jantung ke duanya. Apa lagi dengan tatapan yang saling terkunci, hingga ada suara yang megagetkan kedua si joli.

  "Woi, Papa Ari, Mama Ika. Noh sana anak lo berdua nangis." Adrian dan Relika langsung tersadar, mereka menoleh ke orang yang berbicara tadi.

"Anak lo berdua di sana, bukan gue." Fauzan menunjuk dengan dagunya ke arah bibir pantai.

  Sedangkan Adrian dan Relika segera kembali menoleh, mengikuti arah tunjukan Fauzan dan benar di sana ada Ari yang sedang menangis dan Rangga, Rara, Farel dan Aditya mencoba menenangkan. Relika segera bangkit dan berlari kecil ke arah mereka, begitu pun dengan Adrian.

  "Ari, kenapa?" saat sampai di bibir pantai, Relika langsung merebut Ari yang sedang di peluk oleh Rangga, dan menggendongnya.

    "Kamu kenapa, Ari?" Adrian mengusap kepala Ari, membantu mencoba menenangkan anak itu dari tangisnya.

"Hiks, bola Ali hilang." Ari mengaduh, ia masi memeluk Relika dengan begitu erat. Sedangkan Adrian langsung menatap tajam satu persatu orang di sana, seperti meminta penjelasan. Tetapi semua bungkam.

     "Kok bisa si? Bukannya tadi Ari masi main ama bola?" Relika bertanya dengan lembut sambil mengusap pungung Ari, agar anak itu lebih tenang.

"Hiks, tadi Kakak itu ngelempal bola ali." Ari kembali menjelaskan dengan suara paruh, sungguh sangat mengemaskan.

  "Ngaku lo pada, siapa yang ngelempar?!" Adrian bertanya garang, mematap ke4 orang yang tadi bermain dengan Ari.

"Bukan gue ya, Ri." Rara mengangkat tangannya, mengaku sebelum nanti ia yang akan di tuduh.

   Adrian menatap tajam Aditya, seperti menuduh cowok itu yang melakukan, tanpa bersuarah.

"Bukan gue,"

    "Terus siapa?! Ngaku!" Adrian yang mulai kesal tanpa sengaja membentak dan itu membuat Ari yang ada di pelukan Relika tersentak kaget. Membuat Relika langsung memukul lengan Adrian.

"Pelan-pelan napa!"

   "Sory. Ngaku deh siapa yang buat Ari nangis, apa perlu gue tanya anaknya lagi? Tapi awa-"

"Papa Aldi," Adrian langsung menoleh. "Yang gelempal bola Ali tuh, kakak yang itu."

   Ari menunjuk, membuat Adrian mengikuti  jari mungil itu dan mengarah ke Rangga. Membuat Adrian langsung melangkah ke arahnya.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang