TUJUH SEMBILAN

162 14 0
                                    

Di warung bi Endut, Adrian sedang sibuk mengobati dirinya sendiri sambil mendengar Rara yang dari tadi mengoceh, seperti radio rusak.

  "Ra, lo bisa diam gak? Muka gue dah sakit jangan bikin telingga gue sakit juga!" Adrian yang sudah pusing mendegar ocehan Rara, mulai angkat bicara.

"Nah, gue bilang juga apa, yang ada tuh Ari makin mumet dengar lo ngoceh, Ra." Farel ikut berbicara.

  "Apaan si lo pada, gue kan ngungkapin kemarahan gue." Rara yang tidak terima, protes.

"Iya, Ra. Gue tau lo marah, tapi bisa gak lo diam aja, mumet juga lama-lama dengar lo ngomong ulang-ulang." Gian mulai ikut memojokan Rara.

   "Udah, ah. Bodoamat ama lo pada mau ngomong apa. Yang gue tau, gue gak suka ama tuh si caper!" ucap Rara, penuh penekanan.

Tanpa Rara sadari, Relika dan El lewat dari belakangnya. Relika sempat berbalik, menatap sinis Rara lalu segera melanjutkan langkahnya sambil memapah El.

  "Dih, yang bonyok muka, tapi di papah. Muka lo di kaki, Gi?" Farel mencibir, sambil seolah-olah bertanya kepada Gian.

  El yang merasa tersendir, menoleh ia mentap tajam Farel.

"Udah, Rel. Jangan nyari-nyari masalah lagi." Risman yang duduk sambil bermain game, menegur. Cowok itu melewatkan semua keheboan tadi pagi, karena ia baru saja datang.

  "Elah, Ris. Lo mah gak liat tadi. Jadi gak usah ngomong." Farel memutar bola matanya malas.

"Eh-Gue punya rencana bagus!" setelah diam beberapa menit, Rara kembali berseruh.

   "Rencana apa, Ra?" tanya Adrian, yang milirik gadis disampingnya.

"Hem, gimana kalau kita jahilin si caper? Biar kapok gitu," usul Rara.

"Setujuh, gue juga kesel ama dia," ucap Gian, semangat.

    "Enggak, gue gak setujuh. Yang ada itu bakal bikin Ika makin marah ama gue, lo juga, Ra. Ika lagi marah kan ama lo?" Adrian membantah, ia langsung menatap Rara.

Rara menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk, "Iya si, Ika masi marah soal kemarin."

  "Nah kan, jadi mending gak usah buat masalah baru."

"Terus, kita cuman duduk aja? Meratiin tuh caper makin caper ama Ika?"

   "Ya, enggaklah. Kita bakal beraksi lagi kalau udah ada waktu yang pas." Adrian melirik El yang sedang duduk sendiri, dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

Disisi lain, Relika datang dengan nampan di tangannya, di dalam nampan tersebut terisi semangkuk bubur dan semangkuk mie ayam. Ia segera meletakannya di meja dan duduk di samping El.

   Relika meraih mangkuk bubur lalu berucap, "Kaya yang gue janjiin tadi, sekarang gue bakal suapin lo kaya pas lo sakit dulu."

Relika mulai mengaduk-aduk bubur tersebut dan mulai menyuapi El. Dan semua itu tidak lepas dari mata Adrian yang duduk tidak jauh dari sana.

     "Udah," ucap El, padahal bubur yang masuk ke dalam mulutnya baru dua suap.

"Gak, habisin. Lo mah bukan anak SMP, lagi El. Jadi lo harus makan!" Relika kembali menyuapi El. Walaupun di mulut El berkata tak mau makan lagi, tetapi di dalam hatinya ia sangat senang, karena akhirnya perhatian sahabat kecilnya kembali lagi.

    "Ik." El memanggil, memperhatikan Relika yang masi mengaduk-aduk bubur yang tinggal setengah.

"Hem, kenapa? Lo mau minum?" tanya Relika.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang