.DUA LIMA.

448 38 1
                                    

  "Baik anak-anak pelajaran kita sampai disitu saja. Jangan lupa tugasnya dikerjakan!" Agus menutup pelajaran, yang telah berlangsung selama hampir 3 jam itu.

    "Selamat siang." Agus berjalan keluar dark kelas. Semua mulai bernafas lebih tenang sekarang sudah jam istirahat. Jadi mereka tidak perlu mendengarkan lagi penjelasan yang sangat membosankan.

    Ika bangkit dari bangkunya. Selama jam pelajaran tadi ia tertudir dan bangun saat 20 menit jam akan berakhr. Moodnya lebih bagus sekarang. Ia berjalan kearah bangku yang berada disisi belakang.

   "Eh Ik, ke Bi Endut yuk." Farel yang sedang membereskan tasnya berseru. Ika berbalik menatap Farel.

  "Deluan aja, Ris mata lo kecolok tuh."  Ika berbalik melanjutkan tujuan utamanya. Sedangkan Risman yang sedang menatap ponselnya hanya mengumpat pelan, ia sudah sangat terbiasa dikata kan seperti itu.

    "Woi," Ika duduk di atas meja,  kedua cowok yang sedang membereskan buku-bukunya kedalam tas.

"Kenapa Ik," Zidan menatap bingung Ika. Gadis itu duduk diatas mejanya.

  "Gue mau nanya ama orang disamping lo," Ika turun dari meja dan memutar kursi yang ada didepan zidan. Ia segera duduk berhadapan dengan keduanya.

   "Gue?" Gian menatap Ika bingung. Ia sepertinya belum pernah berbicara lagi dengan gadis ini, terakhir saat penyerangan dan Ika memukulnya.

    "Hem... Ketua lo sakit?" Gian mengakat satu alisnya. Apa-apaan ini seorang ketua Vagos menanyakan Ari.

  "Ketua?" Gian memastikan. Ia masi sangat tidak mengerti, partama Ika mengajaknya berbicara dan sekarang menanyakan tentang Adrian. Sedangkan yang ia tau, Adrian dan Ika itu tidak pernah akur, atau malahakn tidak akan pernah akur.

     "Hem... Ketua lo ada berapa si?"

"Satu."

"Yaudah. Dia sakit gak?" Ika jengkel. Ia tau sekarang, ternyata bukan hanya  Adrian yang memiliki otak sempit tetapi, semua teman-temannya juga sama memiliki 'otak sempit'.

  "Pedu-"

"Gue nanya dia sakit apa enggak. Jawabannya cuman dua iya atau gak!" Ika memotong ucapan Gian. Ia sudah sangat kesal sekarang, menanyakan soal itu saja harus Ika jelaskan dengan jawabannya.

     "Iya Ari sakit, kat-" ucapan Gian terpotong, karena Ika langsung melangkah pergi begitu saja. Sedangkan Gian menatap gadis itu kesal, sudah bertanya bukannya mengucapkan makasi malah pergi begitu saja. "Dasar cewek sarap!"

✨✨

   Seorang gadis turun dari motor sport berwarna merah. Ia berhenti didepan pagar besar, rumah yang bisa disebut cukup mewah hampir setara dengan rumahnya. Gadis itu segera melangkah mendekat kearah pagar. 'Tidak terkunci' ia memutuskan untuk masuk, toh tidak mungkin orang didalam rumah akan mendengar jika ia memberi salam dari luar pagar.

     Gadis dengan seragam putih abu-abu itu segera melangkah menuju pintu rumah. Ia menghembuskan nafas pelan, seperti ada keraguan untuk mengetuk pintu.

   "Oky gue berani." Ika bergumam. Ia menyemagati dirinya sendiri, seperti sedang ingin berhadapan dengan siapa saja. Toh niatnya baik kali ini.

Tok...Tok...

       Ika mulai mengetuk pintu bernuansa putih, walaupun sedikit ragu ia tetap mengetuknya. "Iya, tunggu." orang dari dalam rumah menyaut, Ika semakin di buat tegang saja.

    Seorang wanita membuka pintu, menatap Relika dari atas sampai bawah dan bertanya. "Nyari siapa?"

"Eh- permisi tante saya nyari Ardi." Ika gugup, ini pertama kalinya ia harus datang ke rumah musuhnya. Yap sekarang Ika berada dirumah Adrian.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang