DELAPAN SEMBILAN

256 13 0
                                    

   Adrian seperti memang sudah gila, ia memberi kabar untuk semua datang ke warkop jam 6 pagi dan bodohnya semua mengikuti perintah Adrian begitu saja. Seperti sekarang mereka semua sudah ada di depan warkop, selain Risman.

  "Ri, kalau lo bukan sahabat gue. Ogah gue disuruh mandi pagi-pagi!" Aditya angkat bicara.

"Iya deh, lo sahabat terbaik gue emang." Adrian menjawab dengan malas, toh dari pada ribut lagi mending di iyakan saja.

  "Terus gimana ni, Ri? Lo ngapain si ngumpulin kita sepagi ini?" Rara menguap, ia masi sangat mengantuk padahal dirinya sudah mandi.

"Jadi gue mau lo semua bantuin gue dekor semuanya, terus buat Rara lo tinggal di sekolah aja, jagain Ika."

  "Dih, emang si Ika bakal lari ke mana, Ri?" tanya Rangga tidak habis pikir.

"Udah, gak usah protes. Tau lu suruh gue tinggal di sekolah tadi gue kaga datang, anjim!" Rara memutar bola matanya malas, ia ingin melangkah masuk ke dalam warkop tetapi tiba-tiba tangannya ditarik.

  "Eh-Ra, ingat ya. Apa pun yang terjadi tolong kabarin gue, soalnya perasaan gue kurang enak," ucap Adrian.

  "Iya-iya, perasaan gak enak aja masi lo percaya. Nora lo!" setelah mengatakan itu Rara segera melangkah masuk ke dalam warkop, ia memutuskan untuk numpang tidur di sini dari pada harus kemabali lagi ke rumah.

"Eh-Ri, terus kita ke sana bawa motor masing-masing?" tanya Gian.

  "Goncengan aja," bukan Adrian yang menjawab tetapi Fikar.

"Iya, kita goncengan aja. Biar hemat bensi ama bisa lebih cepat sampainya."

  Mereka semua hanya mengangguk saja dan mulai menuju motor yang akan mereka gunakan, seperti Adrian dan Gian, Farel dan Aditya, dan terakhir Rangga dan Fikar. Setelah siap, mereka semua segera langsung menancap gas.

Didalam perjalan, motor sport Adrian memimpin jalan. Hening, hingga Gian mulai bertanya.

  "Ri, lo beneran serius ama Ika?"

Adrian mengangguk, "Harus, karena gue sayang ama dia!"

  "Kalau dia gak sayang ama lo?" tanya Gian lagi.

Adrian menggeleng, "Gak mungkin, dari matanya saja, gue bisa tau kalau dia masi sayang ama gue tapi tertutup dengan rasa kecewa."

   "Ooh, tapi lo yakin semua ini, bakal bikin semau keadaan kembali seperti semula?"

Adrian kembali menggeleng, "Gue gak tau, gue bukan tuhan yang mastiin takdir. Di sini, gue cuman lakuin apa yang gue rasa adalah jalan keluar. Kalau masalah bakal berhasil atau tidak gue gak bisa mastiin, toh bisa jadi gue mati hari ini dan gak bisa lanjutin acara besok."

  Plak!

"Jangan ngasal ngomong lo! Omongan adalah doa." Gian menegur, setelah memukul belakang helm yang di kenakan Adrian.

   Adrian terkekek, "Gue kan ngomong bisa jadi, bukan gue doain diri gue sendiri."

Disisi lain, di warkop kang Ujang. Rara yang tadinya mau melanjutkan tidurnya sekarang malah melamun, entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu.

  "Eh-Neng Rara, pagi amat Neng sekolahnya." Kang Ujang yang baru saja dari belakang, kaget melihat Rara telah duduk di sofa.

  Rara menoleh lalu menyengir, "Hehe ... iya Kang, soalnya tadi saya di panggil Ari ke sini, eh tapi saya malah di suruh tinggal di sekolah."

  "Kumaha bisa begitu?" tanya kang Ujang lagi.

"Gak tau juga, Ka ... eh-Ik!" ucapan Rara terpotong, karena ia melihat motor El ingin memasuki gerbang sekolah dan di jok belakang ada Relika.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang