ENAM TUJUH

186 14 0
                                    

"Kalian lagi, kalian lagi! Apa kalian tidak capek datang terlambat terus, ha?!" Yuna berdecak pingga, menatap kedua murid yang baru saja ia pergoki datang terlamat untuk ke sekian kalinya.

   Siapa lagi kalau bukan Adrian dan Relika, sepasang kekasih itu datang terlambat lagi dan lagi. Yuna saja sudah bosan menghukum keduanya.

   "Mana ada terlambat capek, Bu?" Relika dengan polosnya, bertanya.

"IKA! Mending kamu diam, jangan bikin Ibu makin emosi!" Yuna yang sudah kehilangan kesabarannya, langsung membentak.

   "Sekarang  jelaskan, kenapa kalian datang terlambat lagi? Lupa bangun?"

"Hem ... jad-"

  "Gini, Bu. Jadi semalam saya nonton Doraemon lamaaa ba-"

"Sudah-sudah, Ibu tidak mau dengar ocehan bodoh kamu!" potong Yuna saat Relika ingin menjelaskan.

  "Ck, tadi nanya sekali gue jawab malah gak mau dengar, salah mulu perasaan." Relika bergumam sangat pelan.

"Apa kamu bilang?!" Yuna yang mendengar setengah dari gumaman Relika, langsung bertanya dengan galak.
 
"Eh-Apa, Bu? Emang saya ngomong?" tanya Relika balik.

"Sudah-sudah, lama-lama pusing Ibu ngomong sama kamu. Sekarang kalian berdua ikut Ibu ke lapangan.

Karena tidak ingin di omelin lagi, akhirnya Adrian dan Relika membuntuti Yuna hingga ke tengah lapangan upacara SMA Garuda, entah sudah berapa kali keduanya di hukum di lapangan ini.

  "Sekarang kali-"

"Biar saya nebak, Bu. Pasti Ibu mau nyuruh kita hormat bendera lagi kan?" Relika langsung memotonh ucapan Yuna.

"Relika! Apa kamu tidak punya sopan santun? Sedikit saja?!" Yuna yang mulai kehilangan kesabarannya menghadapi gadis seperti Relika, menarik nafasnya dalam-dalam mencoba lebih tenang lalu kembali berkata.

"Siapa yang bilang, saya bakal jemur kalian? Ibu udah capek jemur kalian berdua, tapi kalian gak pernah kapok untuk datang terlambat. Jadi sekarang Ibu mau kalian jalan jongkok keliling tiang bendera hingga jam istirahat!"

  "Ha? Gak ada yang lain apa, Bu? Bisa patah kaki saya kalau gitu," Adrian yang sedari tadi hanya menyimak, langsung perotes.

   "Bagus malahan kalau patah, biar kalian berdua jera buat datang terlambat!" jawab Yuna. Tega.

"Ta-"

  "Sudah pokoknya, Ibu gak mau dengar satu pun pembelaan kalian. Sekarang juga kalian berdua turun dan mulai jalan jongkok!"

"Tap-"

   "Relika! Ibu gak mau dengar pembelaan kamu, cepat turun atau Ibu bakal laporin kamu ke Pa Bima?"

Relika menghela nafas kasar, ia sangat muak dengan nama itu. Karena tidak ingin berurusan dengan kakak sepupunya super menyebalkan, Relika mengangguk. "Oky, saya turun."

  Keduanya segera mengikuti perintah Yuna, berjalan jongkok mengelilingi tiang bendera. Matahari selalu saja bermusuhan dengan sijoli itu, matahari yang tadinya tidak begitu terik seketika terik, membuat Adrian dan Relika mulai berkeringat.

   "Kamu capek, Ik?" Adrian yang berjalan jongkok di belakang Relika bertanya. Karena ia bisa melihat sudah beberapa kali Relika mengusap wajahnya yang penuh keringat.

"Dikit," jawab Relika, yang masi terus lanjut berjalan, karena dibawah pohon yang berada di pinggir lapangan ada bu Yuna yang masi terus memantau keduanya.

   "Hem ... Ik, biar aku aja di depan." Adrian bardiri dengan tegak lalu kembali jongkok di hadapan Relika.

"Sekarang kamu pegang tangan aku, biar kamu gak terlalu capek." Adrian mengulurkan satu tangannya ke belakang, sedangkan Relika menurut saja, dengan apa yang di katakan Adrian.

RELIKA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang