9. Suara Realita

918 187 195
                                    

Voment ya^^

Berdoa dulu. Panjang nih.

Rasi mengerucutkan bibir saat menatapi jam di pergelangan tangannya. Kemarin Ganesh pulang kembali ke Surabaya. Dan hari ini giliran kedua orang tuanya yang menyusul. Sebab, cuti kerja ayahnya telah habis dan minggu ini waktunya mereka pulang untuk kembali bekerja esok hari.

"Rasi mau ke Bandung dulu. Mau ziarah. Lama banget gak kesana." Kata Rasi pada Amira, "Ntar kalau udah sampai telpon Rasi ya, ma."

Amira mengangguk, "Bantuin kak Zia beberes rumah, masak. Jangan ngerepotin."

Kezia terkikik, "Ntar aku jewer kalau gak bantuin aku, Ma."

"Titip Rasi ya. Mama balik nemenin ayah, besok udah kerja lagi." Kata Amira yang diangguki Kezia dan Langit, "Terus kamu, sebelum balik jangan lupa nengok budhe."

"Iyaaa! Mama udah ngomong bolak balik kemarin." Rengek Rasi sebal.

"Ras." Amira menatap Yuda, Langit dan Kezia bergantian, "Mampir rumah Bibin juga ya, ibunya nanyain kamu pas mama kesana kemarin."

"Ma." Panggil Langit yang segera di isyarati Kezia untuk diam.

"Katanya kangen Rasi. Pengen banget ketemu lama, tapi Bibinnya gak sempet nganter karena sibuk kerja." Amira mengusap rambut Rasi yang terlihat muram, "Tapi kalau emang gak memungkinkan gak papa. Mama gak mau maksa."

"Nanti Rasi sempetin. Tapi gak janji." Bales Rasi berat hati, alisnya menukik menunjuk speaker yang memberitahukan jadwal penerbangan, "Dah di panggil tuh."

Usai melepas kepergian kedua orang tua mereka, ketiganya kembali menuju mobil dan memutuskan untuk pulang.

"Aku ke tempat Binti dulu. Dia bilang mau ada tukang dateng ngirim bata sama semen ke belakang." Kata Langit pada Kezia yang bisa di dengar oleh Rasi di jok belakang.

"Dia gak kesana?" Tanya Kezia mengernyitkan alis, "Tumben. Lembur?"

Bahu Langit mengedik, "Katanya diajak orang kantor ngabisin duit."

Tawa Kezia menyembur. Tapi itu tak bertahan lama saat menyadari bahwa masih ada orang selain dirinya dan Langit yang bergabung bersama mereka. Raut tanpa ekspresi yang menghadap jendela itu seolah sengaja memberi sekat pada dirinya sendiri agar tidak tertarik dalam percakapan yang terjadi.

Sadar bahwa sentuhan Kezia di lengannya adalah isyarat, Langit ikut melirik kaca di atas dasboard untuk melihat eksistensi adiknya. Tulang wajahnya seakan mengeras, semua pun terasa rumit untuknya pun untuk siapapun yang ada di antara Rasi dan Bintang. Apa yang terjadi sejak beberapa hari terakhir sangat membuatnya muak. Tapi ada banyak hal juga yang membuatnya tidak mengambil tindakan gegabah dengan masuk terlalu jauh ke dalam batas yang sudah Bintang tetapkan atas masalahnya.

"Gimana rasanya lihat mantan sama pacar interaksi, Ras?"

"Langit!" Tegur Kezia yang menyadari ekspresi terkejut Rasi di belakangnya. Tapi alih-alih merasa menyesal, Langit justru terkekeh seolah pertanyaannya adalah hal yang lucu.

"Semalem Ganesh ngechat gue, minta kontaknya Binti. Gile, ngefans dong sama mantannya pacar. Gimana reaksinya tuh kalau tau siapa Binti sebenernya?!" Ejek Langit tertawa mencibir meski masih fokus mengemudi, "Bisa gitu ya lo pinter gak keceplosan kalau ada manusia yang namanya Bintang selain abang lo. Terniat banget lo gedeknya sama Binti. Siapin aja jawaban kenapa lo sampai segininya sama Binti bahkan meskipun udah 6 tahun putus."

Rasi hanya diam. Bibirnya tergigit dari dalam menahan semua sanggahan yang entah kenapa seolah tak ingin terlafal. Raut mukanya yang berani berbicara bahwa yang Langit ucapkan telah berhasil mencengkram hatinya sampai terasa menyakitkan. Kakaknya itu masih menjadi manusia yang sering mengunggulkan Bintang di hadapannya seolah sengaja menggarami luka di hatinya. Kenapa dia selalu merasa menjadi pihak yang terus disalahkan?

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang