16. Menepis

741 181 132
                                    

Voment ya^^

Gatau ya, kalo ngetik Rasi Bintang bawaannya dapetnya vibes happy aja gitu. Somplak-somplaknya itu bisa muncul gitu. Tapi pas Astrophile ini pengennya ku kuatin vibes ngenesnya wkwkkw

Soalnya ceritanya dah pada bukan waktunya haha hihi para humannya ini. Di fase yang, banyak seriusnya. Beban idup dah ngubah beberapa hal. Terutama mental. Paham kan ya wkwkwk Apa aku curhat ya sebenernya wkwkwkwkkwkwk

***

Rasi menatapi paper bag di tangannya dengan ragu saat taksi online yang baru saja mengantarnya pergi. Di alihkannya tatapan itu pada bangunan yang ada tepat di hadapannya. Hanya sepi yang menyapa, tapi Rasi tetap mengayunkan langkahnya mendekat.

Dipastikannya lagi alamat yang Kezia berikan padanya. Lalu kepalan tangannya mengetuk pintu disana beberapa kali untuk menunggu respon dari dalam.

Lagi, karena tak ada jawaban, Rasi mengulang ketukan itu.

"Nyari siape, neng?"

Rasi menoleh cepat mencari empunya suara. Seorang ibu berdaster berdiri dengan raut menanti jawaban.

"Ini, bener rumahnya bu Wina ya, bu?"

"Oh, bener. Tapi jam segini, biasanye masih di toko. Harusnye Gendis udah balik sih, tapi paling kesono juga tuh bocah."

"Toko?" Rasi melipat bibir mencerna, "Pulangnya biasanya jam berapa ya?"

"Jam 5an. Biasanye bareng Bintang habis magrib." Ibu berlogat betawi kental itu berdecak, "Toko agen sembako gede tuh, di ruko perempatan depan. Kalau kesono ntar juga keliatan. Eh, gak bawa kendaraan ye?"

Rasi meringis membenarkan, "Tadi naik taksi. Jauh gak ya, bu?"

"Eng, lumayan bengek sih kalau jalanㅡ"

Percakapan keduanya berhenti saat sebuah motor terlihat berhenti di depan rumah. Sesaat, Rasi terdiam melihat sosok berseragam sekolah batik disana. Dan ternyata kedatangan Gendis menyelamatkannya.

"Loh, mbak Ara?!!"

Rasi menghela napas lega karena tidak harus berjalan menuju ruko yang ibu berdaster itu maksudkan. Senyumnya mengembang kecil membalas.

"Nah, untung lu pulang." Ibu berdaster itu mencolek siku Gendis, kerlingnya mengarah pada Rasi yang mengerutkan alis, "Calonnye abang ye?"

Gendis terkekeh lebar sembari mengulurkan tangan, "Salaman dulu bu'e. Doain yo. Cantik tho, calone mas?"

Rasi melotot, lalu menggeleng yang sayangnya tidak dihiraukan dua manusia yang tertawa bersama itu. Setelah ibu berdaster itu pamit undur diri, Gendis tiba-tiba menggandeng Rasi untuk mengikuti langkahnya dari belakang dan membuka pintu.

"Masuk dulu, mbak." Dengan serampangan Gendis membanting bawaannya di sofa untuk berlari mengambil stok minuman dinginnya di kulkas untuk disuguhkannya pada Rasi yang terpaku diam, "Nunggu lama yo mbak? Maaf, aku mampir ruko tadi. Tak telponin ibu ya."

"Hah?" Rasi mengangguk kaku, "Iya."

"Buuukk! Ada mbak Ara ini di rumah. Ayo pulang, ho'oh. Sama bawa cemilan ya, bukk! Mbak Ara gak disuguhin apa-apa ini lho. Okee!"

"Santai aja." Kata Rasi berbisik yang diangguki Gendis singkat.

Setelah menutup panggilan, Gendis memfokuskan diri pada sosok Rasi sampai perempuan itu salah tingkah. Lantas, Rasi tersentak mengingat bawaannya. Di ulurkannya paper bag berisi makanan ringan yang sengaja dia beli untuk oleh-oleh.

"Ini ya."

"Apaan nih?" Gendis membuka paper bag itu semangat. Saat tahu isinya adalah brownis, Gendis menganga senang, "Wah, ngerti banget ibu suka ini. Makasi ya mbak, ibu pasti seneng."

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang