5. Bicara Dari Mata

845 183 139
                                    

Voment yaw^^

Duduk di hamock yang Langit sediakan di loteng berteman secangkir milo hangat menjadi rutinitas yang wajib Rasi lakukan sejak dia menginjakkan kaki di rumah kakaknya itu beberapa hari lalu. Dari semua sudut di rumah Langit, suasana di tempat itu yang paling nyaman untuk dijadikan spot menenangkan diri. Tapi karena itu juga Rasi jadi memikirkan kejadian dua hari laluㅡdimana dia bertemu dengan sosok yang telah lama coba dia abaikan eksistensinya di dunia.

Rasi sudah berusaha mengabaikan semua yang terpikir olehnya. Tapi memang tidak bisa semudah itu. Untuk banyak hal tentang Bintang, yang paling mendominasi adalah tentang apiknya para kakaknya menyembunyikan semua hal tentang pria itu. Semua seperti terencana dengan matang. Ya, seharusnya dia ingat, para pria itu yang membantu Bintang dalam segala rencananya.

Senyum kecut Rasi terukir beriringan dengan dengus mencibirnya. Apa lagi yang mereka rencanakan setelah ini, Rasi ingin tahu.

"Woi." Galen berdecak saat Rasi menoleh, "Pamali lo ngelamun sendirian."

Rasi kembali ke posisi awal saat Galen mendekat dan menepuk puncak kepalanya dari belakang.

"Cabut yuk."

"Kemana?"

"Jalan-jalan lah. Di tungguin yang lain di bawah. Masa dua minggu disini diem di rumah mulu."

"Siapa aja di bawah?"

Galen menatap Rasi sebentar, "Gak adaㅡyang lo maksud gak ada di bawah."

Ada getar di kedua bola mata Rasi. Dia menarik dan membuang napas dalam.

"Gue ganti baju dulu."

Usainya bersiap, Rasi dan para kakaknya menuju sebuah kafe yang tidak terlalu ramai mengingat sedang hari Rabu yang menandakan bahwa belum waktunya para pekerja Jakarta menikmati santainya akhir pekan.

"Tuh, Nanta."

Rasi mengikuti arah tunjuk Albi dan meringis senang mengetahui bahwa Syifa ikut bergabung bersama mereka.

"Yang hutang cerita sama gue, masih gue tungguin ya bayarannya." sindir Rasi yang melirik Nanta dan Syifa bergantian.

Albi terkikik karena dilempari tatapan tajam dari Nanta yang sudah mendapat bocoran bahwa dia lah yang membuat Rasi tahu perihal perjodohan yang tidak sepenuhnya benar.

"Gue kan gak bilang Syifa yang jadi pawang lo, mol." celetuk Albi sambil mengunyah makanannya.

"Pawang-pawang, lo kira hewan pakai pawang segala?!" desis Syifa sewot.

Tawa semua orang di meja itu meledak.

"Nah lo gak tau? Kemana aja lo? Nanta kan mantan buaya." tanya Dion terkikik.

Mendengar celotehan Dion mengundang cibiran Kezia, "Lo kali yang buaya. Gak ada pawangnya lagi. Makanya liar."

"Orang tuh habis nikah normalnya baik-baik gitu ye, lempeng habis enak! Gak susah nahan hormon. Lo mah kagak, Zi. Makin galak!" balas Dion sinis lalu menghadang wajahnya yang hampir di cakar Kezia, "Tuh, gak lo jatah, Lang? ADUH!"

Rasi menggelengkan kepala melihat Kezia menjambak rambut Dion kesal. Ternyata semakin tua, pembicaraan mereka semakin gila. Meskipun dirinya juga sudah tidak merasa tabu, tetap saja agak geli mendengarnya.

"Belum dapet tanggal, ya?" tanya Rasi penasaran.

"Syifa juga lulus tahun ini, gak langsung aja, Nan?" Yandra ikut bertanya setelah tertawa.

"Udah ada tanggal." kata Nanta seadanya, "Tunggu aja." lanjutnya diselingi senyum mengejek.

"Belagak lo pakai kode-kode." ejek Yandra mencibir. "Gak pantes, nyet."

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang