23. Sekat Pekat

684 151 74
                                    

Voment ya^^

Sejak mencurahkan isi hati yang beberapa waktu terakhir dipendamnya pada Syifa tiga hari lalu, Rasi masih belum menentukan apa yang harus dia lakukan pada hubungnnya dengan Ganesh. Banyak hal yang harus dia pertimbangkan dan terutama, itu perasaan Ganesh.

Mungkin ini hukuman baginya yang terlalu lama dan sering berbohong pada pria sebaik Ganesh. Dia banyak menyakiti manusia-manusia yang menyanyanginya, dia banyak mengabaikan nasihat baik dari para manusia yang perduli padanya, hingga keresahan seperti ini yang harus dia rasakan sebagai akibat akhirnya.

Untuk bertemu dan kembali menjenguk Bintang pun Rasi merasa tidak bisa. Padahal hari ini, Langit dan Kezia berkata bahwa Bintang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Gendis pun selalu memintanya datang dengan dalih ingin bertemu meski dia tahu ada maksud terselubhng dari adik Bintang itu. Tapi tetap saja, dia juga selalu punya alasan untuk tidak datang.

Ada kelegaan yang menyapa dada Rasi mengetahui keadaan membaik setiap harinya. Meski tidak bisa menatap secara langsung, mengetahui Bintang pulih itu sudah cukup meringankan kegundahan di hatinya.

Bukan Rasi tidak perduli, tapi Rasi masih ingin berdiri pada keteguhannya untuk mencoba menatap Ganesh. Selama ini Rasi bukan berniat berkilah dari perasaannya pada Bintang, tapi lebih dari itu, selama lebih dari setahun bersama Ganesh, Rasi benar-benar berharap bisa membuka hatinya pada pria itu. Sangat sulit Rasi akui, tapi dia hanya berusaha menyadari keadaan bahwa segalanya tidak seharusnya seperti dulu lagi.

Jangankan melihat sosok Bintang, membiarkan nama pria itu melintas di dalam otaknya saja selalu berhasil menggoyahkannya. Jika ditanya sebesar apa perasaannya pada Bintang sekarang, Rasi tidak pernah tahu jawabannya karena yang dia mengerti, pria itu berhasil mengunci namanya di dalam satu ruang besar di hatinya seolah enggan untuk keluar dari sana.

Ponsel Rasi berkelip dan menampakan nama Gendis sebagai pemanggil video call. Tatapannya tertuju lurus pada benda pipih itu. Ragu kembali hadir, menyelip dan lagi-lagi berhasil menghadirkan bayang sosok Bintang di depan matanya.

Rasi memejamkan mata sesaat demi merasakan hembus angin malam di balkon atas tempatnya biasa menyendiri. Dia berusaha tenang lalu mengulurkan tangan menerima panggilan itu.

"Ya, Ndis?" Sapa Rasi berusaha sebiasa mungkin.

"Diterima, mas." Kata Gendis entah pada siapa dari seberang, "Mbakk!! Kok gak kesini?! Mas Langit sama Mbak Zia aja kesini. Rame lho, mbak! Aku nungguin padahal."

Susah payah Rasi mengukir senyum kecil di bibirnya.

"Lain kali dulu ya, Ndis. Absen."

"Absen kok lebih tiga kali. Kalau di sekolah udah kena rapot merah lo." Celetuk Galen menyahut tanpa menampakan diri.

"Bang Binti anen nih, Ras! Pengen di tengokinㅡBuset! Mentang-mentang dah ada tenaga lo ye, main tendang orang!" Teriak Albi menunjukan raut kesakitan setengah kesal.

"Mbak, sini yuk! Ibu masak banyak, hitung-hitung selametannya mas Bi udah pulang." Bujuk Gendis merampas ponselnya lagi. "Mumpung lagi kumpul, mbak. Percuma mereka dateng kalau gak ada mbak Rasiㅡ"

"YEEEE!! BOCIL!" Seru banyak orang dari seberang yang membuat Rasi tidak bisa menahan kekehan gelinya.

Lagi-lagi ponsel Gendis itu berpindah tangan pada Dion yang masih dengan setelan kemeja batik kantornya. Alis pria itu bersungut menatapnya yang menyangga dagu di lipatan lutut.

"Gue jemput deh kalau deal. Gak seru lo, Ras. Gue kira lo ikut Langit sama Zia. Tau gitu gue culik aja tadi." Dion menatap sengit, "Kumpul makan doang, asli."

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang