4. Rindu yang Tersimpan

961 199 185
                                    

Vote dan komen ya ^^

Pelan tapi pasti, Rasi bisa merasakan tubuhnya seakan melayang. Kakinya kebas dan terasa kehilangan tenaga. Dia mencoba berpikir dengan jernih, tapi tubuhnya seperti berkhianat dengan tidak menurut untuk membantunya bergerak atau sekedar berpaling dari wajah pria di hadapannya. Dalam hati Rasi menyerapah untuk dirinya sendiri, tidak seharusnya dia selemah ini.

Keterkejutan itu masih menyelimuti benaknya. Dia ingat jelas jika Langit berkata bahwa kakaknya itu tidak mengundang Bintang untuk datang ke pernikahannya. Lantas kenapa Bintang bisa ada disini dan respon yang lainnya terlihat biasa saja? Untuk ukuran manusia yang telah lama menghilang tanpa kabar, itu terasa sangat mengherankan.

"Duh, anak lanang dateng juga, kirain gak dateng."

Suara sapaan budhe pada Bintang menarik Rasi dari monolog tanpa jawabannya. Maniknya masih menatapi pria yang sedang terkekeh sembari mencium punggung tangan kakak ayahnya itu tanpa canggung. Dan bagi Rasi itu terasa sangat kejam karena untuknya, bisa berdiri di tempatnya sekarang bukan perkara yang gampang.

"Iya, budhe. Ini ngejar flight, untung dapet tiket." kata Bintang dengan suara beratnya.

"Budhe, ayo foto. Ngobrolnya nanti aja, elah!" Dion mulai mengoceh, "Pomade Dion udah loyo kena keringet, ini."

Budhe tertawa lalu ketika menggandeng lengan Rasi, perempuan itu hanya tersenyum dan mengikuti.

Rasi sendiri kembali mencoba menenangan diri dan bersikap sewajarnya. Sebagaimana pria itu terlihat tidak ada masalah apapun yang terjadi pada mereka, Rasi akan melakukan hal yang serupa. Sebuah senyuman dia paksakan saat photografer memberi kode untuk memulai sesi foto.

Sekali.

Dua kali.

Sampai beberapa kali berikutnya, Rasi akhirnya bisa bernapas lega meski sesekali melotot oenuh peringatan pada Dion, Albi dan Yandra yang belum kehabisan gaya.

"Oke, beres!"

"Yah, mas gak kerasa."

"Kurang-kurang."

"One more, one more."

Langit melotot, "Itu memori card bisa penuh foto lo semua kalau gini caranya. Kebiasaan gak tau diri jangan dipakai di acara gue dong, anjir."

"Budhe balik nemuin tamu ya. Jangan ribut, awas." pamit Budhe sebelum meninggalkan mereka yang disahuti ala kadarnya oleh yang lain. Tapi sebelumnya, Budhe kembali menoleh pada Rasi yang terlihat jelas menyembunyikan emosi.

"Sana nostalgia. Kangen jangan dipendem." ucapnya tersenyum lalu benar-benar pergi.

Kezia tertawa, lalu beralih atensi pada Bintang, "Kok lo udah disini aja?"

"Ya ini namanya setia kawan. Gue bela-belain nih nyelesaiin urusan di Makasar biar bisa ngejar flight sore, kurang apa gue?!" kata Bintang ketus.

Yandra merangkul Bintang, "Pantes masih bau avtur."

"Sialan!" balas Bintang memaki dengan tawa. "Gak sempet ganti baju, nyet. Koper masih di mobil tuh."

Di tempatnya, Rasi tanpa sadar mengepalkan tangan. Kemudian langkahnya mengayun berniat menjauh. Dia masih sulit mengontrol dirinya ketika tanpa diduga melihat Bintang lagi setelah sekian lama. Sempat terpikir bahwa dia akan baik-baik saja jika seandainya Bintang datang, tapi ucapan Langit tempo hari membuatnya agak bernapas lega dan melupakan persiapan diri sebelumnya. Bodohnya, dia kembali mengulang kesalahannya yang lalu. Dimana dia percaya begitu saja dengan ucapan kakak kurang ajarnya itu. Dan sayangnya, baru selangkah hendak pergi, tangannya tertahan dengan genggaman milik Dion.

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang