Voment ya^^
Wah, masih akan membuat bosan.
Sejak pulang bekerja, Bintang memang sengaja berniat mampir ke rumahnya yang masih dalam tahap pembangunan. Letaknya tidak jauh dari rumah Langit yang hanya berjarak dua blok antar perumahan. Bukan disengaja Bintang memilih tempat itu, hanya saja memang disanalah kriteria yang dia cari.
Dia ingat cibiran Dion yang mengatainya hanya karena dari semua kriteria tempat, yang menjadi fokusnya hanya satu yaitu bahwa disana harus memiliki satu pohon buah yang letaknya ada di bagian halaman depan. Dan disinilah Bintang menemukan tempat itu. Meski harus mengeluarkan biaya yang lebih besar karena melakukan renovasi total dari bangunan rumah sebelumnya, Bintang tidak merasa terbebani karena baginya, rumah idaman itu bisa dia wujudkan bentuknya tidak lama lagi.
Proses pembangunan sudah 90 persen berjalan. Terkadang para sahabat terkutuknya itu sering membantu jika lenggang di akhir pekan. Pun kadang Dion, Albi atau Yandra menginap karena beberapa perabotan sudah sempat Bintang beli setelah bangunan berdiri dan layak ditempati. Sama seperti Bintang sekarang, dia sedang lenggang dan memutuskan mencicil dekorasi kamar utama yang harus tersentuh tangannya sendiri.
Ditemani lirik lagu Be Alright dari Dean Lewis yang mengalun dari speaker blootothnya, Bintang yang duduk di atas tangga lipat sibuk melantun sembari menempelkan sticker darklight berbentuk bintang di dinding.
"Bah, kang galo lagi sibuk nih."
Bintang menoleh lalu kembali sibuk menatapi hasil karyanya setelah melihat Dion bersedekap dada sembari menghembuskan asap nikotinnya dari ambang pintu kamar.
"Basa-basi doang nih gue. Butuh bantuan gak?" Tanya Dion diakhiri tawa jenaka.
"Gue siram cat nih!" Balas Bintang kesal, "Baru balik lo?"
Dion mengangguk, "Lembur terus tapi gaji gak naik-naik. Cicilan banyak. Buset dah, jadi manusia kaya yang cepet ngapain ya, nyet?"
Tawa Bintang menyembur, "Sono lo daftar jadi abangnya Kiano."
Dion ikut tertawa sembari menatapi kegiatan Bintang dari bawah. Pria itu hanya duduk pada kursi disana dan mengotak-atik benda-benda yang serupa dengan benda yang sedang Bintang pasang di dinding.
"Lo ikut kan sabtu depan??"
"Kemana?"
"Akherat." Jawab Dion judes.
Bintang menoleh, "Enggak, lo aja. Gue belum kawin."
"Sialan." Balas Dion sewot, "Kayak bakal kawin aja lo. Siapa juga mau kawin sama cowok gagal move on. Masuk neraka tanpa mati namanya."
Bintang hanya tertawa dan itu tidak membuat Dion puas. Dia menatap sinis pada Bintang yang terlihat tidak tertarik dengan pembahasan barusan padahal dia tahu bahwa Bintang mengerti benar apa yang dia maksudkan.
"Lo masih ngarep sama Rasi gak sih?" Dion menatap Bintang lekat saat pria itu mendadak menghentikan pergerakan tangannya, "Jawab serius sebelum gue jungkir tangga lo sampe jengkang."
Bintang mengulum senyum lalu turun setelah memasang sticker bintang terakhirnya.
"Masih lah." Bintang menoleh pada Dion sembari menyeruput kopi kalengnya, "Kan sayang."
"Misih lih, kin siying." Tiru Dion mencibir.
Jika biasanya Dion dengan senang hati melempar Bintang yang bermode gila dengan apapun yang ada di sekitarnya, kali ini tidak. Pembahasan mereka sedang cukup serius dan butuh pencerahan.
"Lo bikin rumah buat siapa? Segininyaㅡsampai kerja kayak orang gila. Buat siapa gue tanya?"
"Buat calon istri dong. Masa buat lo." Bintang masih sempat tertawa. Dia mengambil sisa sticker dan hendak kembali melanjutkan sisa pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophile - Complete
Genç Kız Edebiyatıfic: #bbhlokal (n.) a person who loves stars. Tujuh tahun Rasi hidup dalam kebencian pada seorang Bintang. Tanpa Rasi tahu, Bintang punya banyak hal yang tidak bisa dikatakan karena ketidaksediaannya untuk mendengarkan. Bagi keduanya, segalanya tida...