17. Berbeda Jalan

860 166 151
                                    

Voment ya^^

Bintang mendengar suara deru mesin motor yang sepertinya berhenti di depan rumah. Tanpa melihat siapa sang empunya motor, Bintang sudah tahu bahwa Albi dan Dion lah yang datang. Setelah memindahkan bungkus berisi capcai, mie goreng dan nasinya ke dalam piring, Bintang membawa semua makanan itu ke ruang tengah.

"Lah, gue beli nasi goreng, Bi." Kata Dion setelah memasuki rumah menyusul Albi yang lebih dulu duduk di atas karpet.

Kedua manusia itu memang yang paling sering menjadi penghuni sementara rumah baru Bintang. Semua karena Bintang tidak selalu bisa menginap karena tanggung jawab utamanya adalah menjaga ibu dan adiknya. Pun belum lagi jika harus ke luar kota. Jadi dia memberikan wewenang pada Dion, Albi atau yang lainny untuk menginap jika memang mau.

"Nih tadi lewat sana jadi sekalian beli." Balas Bintang sembari mengerling pada jajaran piring makanannya, "Galen gak dateng?"

Dion mengedikan bahu, "Ntar malem paling nyusul. Masih nongkrong sama orang kantor katanya. Yandra ke Bogor sama Dimas."

"Nyet." Panggil Albi mendongak pada Bintang. Alisnya mengerut saat memutar punggung agar bisa menatap penuh pada sosok yang tengah mengunyah semangat makanan di mulutnya, "Santai aja ngunyahnya, bos. Gak ada yang minta!"

Bintang mendesis kepanasan sebelum menjawab, "Gue tadi ngeskip makan siang."

"Heh, lo inget cewek yang gue sapa pas kita  di De Kota gak?" Tanya Albi menanti jawaban Bintang, "Yang rambutnya panjang, dia sama temen ceweknya. Sempet salaman sama gue itu lho."

Dion yang menyimak ikut mencoba mengingat, "Yang kaget karena lo glow up tambah putih?"

Jika Bintang kelepasan tertawa, Albi justru kelepasan mengumpat.

"Kenapa emang?" Sahut Bintang tanda mengingat, "Lo pepet?"

Sudut bibir Albi menukik mencibir. Tubuhnya kembali ke posisi awal, kedua lengan dan punggungnya bersandar pada kaki sofa dengan kepala yang masih menoleh pada Bintang.

"Boro-boro, pas chatan, tiba-tiba dia nanyain cowok pakai topi item." Balas Albi sewot, "Die nanyain lo. Katanya kayaknya pernah ketemu pas lo di bank mangga dua. Lo suka bercanda, ketawanya nular. Dih gile. Mongomong, dia CS disono."

"Hah?" Bintang berhenti mengunyah, "Gue gak namatin. Tapi emang gue sempet ke mangga dua sih. Terus?"

Dion berdecak mendengar respon Bintang. Terkadang Dion ingin memukul kepala Bintang saking sebalnya. Dia tidak tahu, apa pria itu betulan tidak peka atau menolak peka pada sekelilingnya. Bahkan bukan hanya teman Albi yang sempat menaruh perhatian pada Bintang, temannya juga teman Yandra pernah bertanya serupa. Sayangnya, Bintang selalu berespon serupa seperti barusan.

"Terus? Terus mulu ntar nabrak, bego!" Seru Dion menggelengkan kepala melihat Bintang justru kembali tenang mengunyah capcainya. Sudah dipastikan bahwa sebenarnya Bintang tahu arah pembicaraan Albi padanya, "Jodoh tuh di jemput, Bi. Kali-kali tuh cewek jodoh lo? Ye kan?"

Albi mengangguk menanggapi Dion.

"Sok tau lo. Kalah mbah Mijan." Balas Bintang cuek. "Khawatir banget sama jodoh gue. Sendirinya pada gimana?!"

"Iya lah." Seru Albi menjawab ketus, "Histori kisah cinta lo ngenes gitu. Kalau lo trauma sampai gak mau nikah kan ngeri, nying."

"Set dah, bala' banget itu mulut."

"Kita sih lihat kenyataan aja, Bi. Tau gak? Lo tuh kalau lihat cewek kayak gak ada sengatnya."

Tawa Bintang pecah, "Lo kira tawon pakai sengat-sengat segala."

Astrophile - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang