Malam gelap masih berjalan. Sedangkan alunan musik lama yang sedari tadi terdengar remang-remang tetap menemani pemuda di pojokan ruangan.
String duduk dengan kedua tangan menutupi seluruh wajahnya. Dia diam tak bersuara bagai sudah tiada. Tak satupun yang berani dari para prajurit mabuk di seberang meja yang berani mengusiknya. Apalagi Beltz.
Pemuda Inggris itu sudah kehilangan setengah nyawanya. Dia enggan minum lagi, lalu memilih untuk ikut berdiam diri di antara yang lain.
Tak satu katapun keluar dari bibir pemuda itu setelah mengusir Siwi. Asap dari pembakaran minyak tanah lampu tua di sebelah String membuat pemuda itu sedikit terenyak dari diamnya.
Dia lalu meletakkan seluruh tubuhnya ke atas meja. Menatap pendaran api yang terpasang tak jauh darinya.
Pemuda itu muram. Apa yang harus dia lakukan? Tak tahu. Apa yang ingin dia lakukan? Tak ada.
Nyanyian jangkrik sudah memenuhi kepalanya sekarang. Sedangkan rembulan nampak mengolok-olok dirinya dari balik awan yang berjalan sangat lambat.
Pemuda itu melirik ke kanan dan ke kiri. Pikirannya sudah buntu, dia sendiri juga tak tahu kenapa rasanya sakit sekali. Di dadanya ini.
Sisi lain dari String mencoba untuk melupakan. Namun sisi lainnya mengutuk keras dirinya sendiri. String sebenarnya tak mau menjadi monster. Dia harus meminta maaf untuk semua ini. Untuk semua kesensaraan yang didapat Siwi.
***
"Tuan?"
String meregangkan tubuhnya. Kilau matahari membuat matanya berulang kali membuka dan menutup mata.
Di hadapannya gadis kecil yang bertugas mengumpulkan baju kotor itu berdiri dan mengamati String yang nampak kelelahan.
Gadis itu mundur sejenak saat String bangkit berdiri. Tempat itu sudah kosong, tak ada juga bekas-bekas botol minuman di ruang itu. Mungkin semalam ada yang membersihkannya.
Gadis kecil yang membawa keranjang tersebut akhirnya memilih untuk pergi.
"Hei?" Panggil String.
Gadis itu menoleh. "Iy-iya, Tuan?"
"Kau masih terlalu kecil untuk berada di sini,"
"Say-saya bukan tahanan, Tuan. Saya ikut ayah saya,"
"Ahh, relawan pribumi itu ya," bisik String.
Gadis itu mengangguk kecil. Dia lalu mundur perlahan dan pergi meninggalkan String.
Beberapa pribumi akhir-akhir ini dengan sukarela bergabung dengan pasukan mereka. Melawan bangsa sendiri. Bagi String itu mungkin terdengar sedikit aneh, tapi di sinilah para pribumi itu sekarang. Dengan harapan merdeka yang sudah hilang jauh-jauh dari list harapan mereka.
String mendekati ke arah kran air terdekat di sana. Sinar matahari menyoroti matanya yang belum terbiasa, sedangkan rutinitas pagi ini masih seperti biasanya.
Beberapa prajurit menatap String yang keluar dari persembunyiannya. Um, maksudku dari tempatnya tidur yang sebenarnya adalah ruang pertemuan.
Tentara itu cepat-cepat menolehkan pandangannya saat String balas menatap. Oh iya, sekedar informasi saja. Di sini String adalah pemimpinnya, sedangkan pamannya sudah pensiun dua tahun lalu dan menyerahkan semua tanggung jawab komunitas itu pada String.
KAMU SEDANG MEMBACA
About String
Historical FictionThe Netherland Diary Nb: (Sequel dari cerita Batavia, oleh Indiani Ling) *ORIGINAL COVER BY UNKNOWN* *COVER EDIT BY INDIANI LING*