Wanita hamil itu mengangkat pisaunya. Namun naluri tentara String mendeteksi. Tanpa pikir panjang, dalam sekali tembakan. Peluru itu menembus jauh ke wanita tersebut.
Siwi berteriak nyaring, namun String tak perduli. Dia terus saja menyeret Siwi, sampai mereka benar-benar jauh dari tempat itu. Menyeberangi sawah-sawah, dan melewati malam dengan sunyi dan sebuah tangisan tersedu-sedu dari seorang gadis yang merindukan rumah.
***
1922"String?"
Suara wanita membuat anak laki-laki di depan jendela itu menoleh. Dengan hati-hati anak laki-laki itu turun dari sebuah meja dan berlari ke dapur dengan kedua kakinya yang mungil.
"Happy birthday, my heart."
(Selamat ulang tahun, anakku)"Thank you, Mom"
String melirik ke arah dua kado besar di depannya. Dia mencoba mengira-ira hadiah apa yang ada di balik kado itu.
Di luar, salju turun begitu lebat. Namun di dalam rumah ini sangat hangat. Apalagi saat String duduk di atas pangkuan ibunya.
"Come on, make a wish."
(Ayo, buat permintaan)"I wish, i be a soldier."
(Aku berharap, aku menjadi tentara)"Ameen."
***
1940Hari itu hujan begitu lebat. Dengan kedinginan String masih menarik Siwi melewati pinggiran sungai. Seluruh tubuh gadis itu juga sudah menggigil.
Aliran sungai nampak deras di sisi mereka. Dengan hanya sebuah senjata di tangannya, String sesekali melirik ke belakang. Berjaga kalau-kalau ada tentara dari kampnya yang mengerjar String.
Hari sudah mulai bercahaya. Namun mendung yang berlarian di atas mereka menutup sinar matahari dengan begitu rapat.
Siwi melirik ke arah pemuda di hadapannya.
"Mau sampai kapan kita berjalan?" Tanya Siwi.
String tak menjawab. Diamnya begitu dingin, sedinging air sungai yang hampir meluap di sisinya.
"Kalau kau ingin membunuhku. Masukan saja aku ke sungai, kau tahu kalau aku tidak bisa berenang."
String lagi-lagi diam. Dia terbatuk, namun dia tetap saja diam. Seolah Siwi tak mengatakan apapun.
"Kalau kau ingin aku mati, kenapa ka..."
"AKU TAK INGIN KAU MATI!"
Bentakan String langsung membuat Siwi terdiam seketika. Wajah gadis itu mengkerut, namun dia berusaha berani di hadapan String.
"Lalu kau mau apa?"
"Aku mau hidup bersamamu."
Siwi terdiam. "Lepaskan aku!" Ucapnya sembari menatap tangan String yang terus saja mencengkeram tangan Siwi.
"String?"
"Tak akan pernah ku lepas."
"Kau pikir aku mau hidup bersamamu?"
String diam, matanya menatap Siwi dalam-dalam. Pria itu mengambil nafas dalam-dalam.
"Kau tak pernah mengerti. Aku begitu mencintaimu sampai aku melakukan semua ini."
Siwi menarik tangannya. String melepaskannya begitu saja. String begitu pasrah sekarang.
"Berhenti menjadi orang bodoh karena mencintaiku!"
"Aku tak tahan lagi," ucap String. "Ini begitu menyakitkan. Maafkan aku."
String menatap Siwi. Jantungnya bergedup kencang saat dengan kesadaran penuh dia mengarahkan senjatanya ke gadis yang paling dia cintai.
Suara senapan menggelegar. Dengan pandangan yang kabur, Siwi menatap String. Air mata pemuda itu jatuh begitu cepat.
"Maafkan aku, maafkan aku."
Siwi ambruk. Dengan cekatan String menangkap tubuh gadis itu dan mencium bibirnya dengan sangat tulus.
"Aku takut kau mati di tangan pamanku. Dia akan menyiksamu sebelum itu. Dan kalau aku berhasil membawamu pergi, hidupmu akan terus dihantui olehnya," String menatap Siwi. "Dan dia tak akan berhenti sampai menemukanmu."
"Ini semua salahku," ucap Siwi pelan. "Kalau saja saat kecil aku punya keberanian lebih, mungkin saja aku bisa menyelamatkan kedua orang tuaku. Mungkin saja."
String tak bisa menahan air matanya. Menatap Siwi dengan pandangan kosong mulai menghilang.
"Aku tak bisa," ucap String. "Aku tak bisa melihatmu mati. Ini semua sia-sia." Lanjutnya.
Siwi menoleh ke arah String, "kalau aku boleh jujur. Aku mencintaimu sejak kau menabrakku saat aku pertama kali pindah ke depan rumahmu."
String menangis lebih dalam. Dia tak bisa menahan tatapan kesedihan di mata Siwi.
"Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya. Aku bersumpah akan terus mencintaimu."
Dengan tekad bulat. String mengambil senapannya, lalu menembak kepalanya sendiri.
Darah anyir String menetes ke wajah Siwi. Dengan pandangan yang kurang jelas Siwi menangis. Tangisnya berbaur menjadi satu dengan air hujan yang jatuh dari langit.
"Jangan!" Suara Siwi begitu pelan. Bahkan terdengar seperti berbisik.
"Aku akan menunggumu."
Suara petir yang terakhir kali Siwi dengar. Setelah itu tak ada yang tahu. Keduanya melebur di kehidupan yang tidak bisa didatangi seseorang yang masih hidup.
Dan di sinilah aku. Menceritakan kembali kisah mereka. Sampai di sini saja kisah String dan Siwi. Sampai jumpa.
Oh, tunggu. Perkenalkan, aku adalah cinta mereka yang ikut lahir saat keduanya juga terlahir:)
KAMU SEDANG MEMBACA
About String
Historical FictionThe Netherland Diary Nb: (Sequel dari cerita Batavia, oleh Indiani Ling) *ORIGINAL COVER BY UNKNOWN* *COVER EDIT BY INDIANI LING*