PART 3 - Tentang Anasya dan Satya

2.4K 132 0
                                    

Anasya memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Hari pertamanya menjadi kelas dua belas terasa biasa-biasa saja. Tidak ada teman baru, tidak ada yang mau berteman dengannya kecuali Rinai. Ini semua ada sebabnya. Ada orang yang akan membuat semua teman Anasya menjauh. Meski pun begitu, Anasya tetap bersyukur karena Rinai masih mau jadi temannya. Rinai sama sekali tidak pernah yang namanya menjauh dari Anasya.

"Lo pulang sendirian?" tanya Rinai.

Anasya menganggukkan kepalanya.

"Sorry ya, gue nggak bisa bareng sama lo. Gue dijemput abang gue pake motor," ucap Rinai merasa tak enak hati.

"Nggak papa kok, Nai. Aku bisa naik bus," ucap Anasya sambil menunjukkan senyum terbaiknya.

"Beneran nih?" tanya Rinai khawatir. "Gue takut ada yang jahatin lo."

"Beneran, Nai. Aku nggak papa," ucap Anasya meyakinkan.

"Ya udah deh. Kalo ada apa-apa, langsung kabarin gue ya," ucap Rinai.

Anasya mengangguk. Kemudian, Anasya berhambur memeluk Rinai dengan sangat erat. Anasya beruntung, benar-benar beruntung mendapatkan sahabat seperti Rinai.

"Makasih ya, Nai. Kamu selalu ada buat aku. Di saat yang lain menjauh, kamu masih tetap mau jadi sahabat aku. Aku beruntung punya sahabat kayak kamu, Nai." Setelah mengucapkan beberapa kalimat itu, Anasya meneteskan air matanya.

Rinai mengusap-usap punggung Anasya. "Sama-sama. Gue juga beruntung punya sahabat sebaik lo, Sya."

Anasya mengurai pelukannya dengan Rinai. Matanya jadi sembab dan basah. Rinai pun menggerakkan ibu jarinya untuk mengusap air mata di sudut-sudut mata Anasya.

"Jangan nangis, ih. Cengeng banget sih," ejek Rinai sambil terkekeh.

Anasya hanya menunduk malu. Ia terbawa perasaan, kalimat-kalimatnya yang tadi begitu tulus sampai air matanya ikut keluar.

"Pokoknya kalo Jessica jahatin lo, lo langsung bilang aja ya ke gue. Biar gue gantung tuh cewek!" ucap Rinai.

"Jangan dong, Nai. Jessica kan juga adik aku," ucap Anasya.

"Ini nih yang gue nggak ngerti dari lo. Jessica udah jahat banget sama lo, tapi lo masih aja baik sama dia. Orang kayak dia tuh nggak pantes buat dibaikin," ucap Rinai.

Anasya hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Rinai.

"Ya udah, gue pulang dulu."

Anasya memandang punggung Rinai sampai ia hilang di balik pintu kelas. Di kelas itu hanya tersisa beberapa orang saja, dikarenakan bel pulang sekolah yang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.

Anasya melanjutkan berkemas-kemas. Ia memasukkan tangan ke laci meja dan mendapati bolpoin birunya. Anasya segera memasukkan bolpoin biru itu ke tas ranselnya yang berwarna biru laut. Setelah itu, baru lah Anasya melangkah ke luar kelas.

Koridor lantai dua sudah lumayan sepi. Anasya berjalan dengan kedua tangan memegang erat tali ransel, kepalanya menunduk ke bawah. Itu ciri khas Anasya. Ia selalu berjalan dengan menunduk, menatap lantai atau pun tanah. Anasya pemalu.

Anasya terus berjalan di koridor lantai dua itu. Beberapa langkah lagi ia akan sampai di tangga menuju lantai satu. Ketika berada di anak tangga, Anasya merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Namun, Anasya tak acuh. Mungkin saja hanya siswa-siswi lain yang hendak pulang.

"Anasya."

Ketika ada suara orang yang memanggilnya, baru lah Anasya yakin kalau orang itu memang mengikutinya sedari tadi. Anasya yang masih berdiri di anak tangga pun membalikkan tubuhnya. Dengan perlahan, Anasya mendongakkan kepala. Yang pertama kali ia lihat adalah Satya yang berdiri dengan jarak dua anak tangga di atasnya.

ANASYA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang