Part 5 - Tiga Puluh Menit Setelah Bel

1.7K 96 1
                                    

Jika kau tak mau
Kan kubuat kamu mau
Jika kau tak cinta
Kan kubuat kamu cinta
Tenang saja
Tenang saja
Kupastikan kau jadi pacarku
Minggu depan!

🎶 Cjr - Kubuat Mau 🎶

***

Anasya melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Pagi ini, ia sudah siap dengan seragam sekolahnya seperti biasa. Rambutnya ia biarkan tergerai seperti biasanya.

Penampilan Anasya bisa dibilang sangat sederhana. Gadis itu tidak pernah macam-macam dalam mempercantik dirinya. Anasya hanya memakai seragam seperti anak sekolah pada umumnya, rok dan kemejanya sama sekali tidak diubah-ubah seperti siswi kebanyakan. Tidak diperketat. Wajah Anasya juga hanya dipolesi sedikit krim dengan pelembab bibir.

"Pagi, Pa," sapa Anasya seraya duduk di samping Jessica, berhadapan dengan ayahnya yang bernama Fajar.

"Pagi sayang," balas Fajar seraya memegang kepala Anasya dengan kedua tangannya. Kemudian, Fajar mencium pucuk kepala Anasya.

Mata Anasya beralih pada Rheta yang duduk di samping Fajar. "Pagi, Ma."

Rheta tersenyum hangat kepada Anasya. "Pagi juga, cantik," balasnya. Meski pun Anasya tahu kalau Rheta hanya pura-pura ramah padanya, Anasya tetap saja merasa senang.

Sumi masuk ke ruang makan. Di tangannya ada nasi goreng yang ia masak tadi pagi. Asisten rumah tangga itu pun meletakkan nasi goreng buatannya di tengah-tengah meja makan. Hanya itu tugasnya. Setelah itu, Sumi kembali ke dapur untuk mencuci peralatan kotor yang tadi ia gunakan untuk memasak.

Satu per satu dari empat orang itu mulai mengisi piring masing-masing dengan nasi goreng. Sedangkan Fajar, ia diambilkan nasi goreng oleh Rheta.

"Eh, Pa, aku boleh minta tambahan uang saku nggak?" tanya Jessica. Kemudian, ia menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

Anasya menatap Jessica dan Fajar secara bergantian. Anasya heran, Jessica sering sekali meminta tambahan uang. Dan yang ia tahu, uang-uang itu hanya digunakan untuk foya-foya oleh Jessica.

"Tambahan uang buat apa?" tanya Fajar.

Jessica mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu sambil berpikir. "Buat foto copy materi sekolah, buat beli baju, beli sepatu, beli tas, beli make up. Banyak deh, Pa."

"Kita harus hemat, Jes. Jangan gunakan uang untuk keperluan yang tidak penting. Lagi pula baju-baju, sepatu, tas-tas punya kamu juga sudah banyak, kan? Mau buat apa lagi?" ucap Fajar heran dengan putri tirinya itu. "Kamu lihat Anasya, dia tidak pernah minta macam-macam sama Papa."

Rheta memutar bola matanya malas secara diam-diam. "Kasih saja lah, Pa. Toh uang Papa juga banyak, kan? Kalau tidak dipakai, mau di apakan?"

"Tapi, Ma ...."

"Dan satu lagi, Papa jangan membandingkan Jessica sama Anasya dong. Nggak baik tau, Pa, banding-bandingin anak seperti itu."

"Iya tuh Papa, suka banget bandingin aku sama Anasya. Jelas lah aku sama Anasya beda," ucap Jessica jengkel.

"Ya sudah, Papa tambahin uang jajan kamu," ucap Fajar pada akhirnya. Ia mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu dari dalam dompetnya, lalu memberikannya ke Jessica.

Mata Jessica langsung berbinar, ia menerima lima lembar uang itu dengan senang. "Makasih, Pa."

"Sama-sama, my princess."

"Ini sebenernya kurang sih, Pa. Tapi nggak papa lah," ucap Jessica seraya memandangi uang di tangannya.

Anasya sedari tadi tidak ikut dalam percakapan itu. Ia hanya memakan makanannya sambil menunduk. Sesekali Anasya melirik ke arah orang-orang di meja makan itu secara sekilas. Sifat pendiam Anasya sudah mendarah daging, ia pendiam sejak kecil. Bahkan dengan keluarganya sendiri ia masih suka tertutup.

ANASYA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang