Say, go through the darkest of days.
Heaven's a heartbreak away.
Never let you go, never let me down.Oh, it's been a hell of a ride.
Driving the edge of a knife.
Never let you go, never let me down.Don't you give up, nah-nah-nah.
I won't give up, nah-nah-nah.
Let me love you.
Let me love you.🎶 Justin Bieber - Let Me Love You 🎶
***
"Jangan berisik ya," ucap Elang dengan suara yang dibuat sepelan mungkin. Anasya yang berada di belakangnya pun hanya mengangguk.
Anasya dan Elang tengah mengendap-endap di koridor lantai dua. Mereka hendak menuju ke kelas mereka, kelas yang sama. Doa mereka di dalam hati juga sama, "Semoga tidak ada guru yang tengah mengajar."
Elang agak menaikkan badannya, mengintip ke dalam kelas lewat jendela. Sementara itu, tangan kanannya menggenggam tangan Anasya. Sebelumnya ia sudah meminta Anasya untuk tetap diam--tidak ikut mengintip sepertinya.
"Aman. Nggak ada guru, Sya," ucap Elang dengan perasaan lega. Ia pun melepas genggaman tangannya pada Anasya dan menegakkan tubuhnya.
Senyum di bibir Anasya mengembang. Ia senang karena tidak ada guru yang tengah mengajar di kelasnya. Anasya tidak perlu dihukum.
"Ayo masuk," ajak Elang seraya membalikkan badannya.
Dengan langkah pelan namun pasti, Anasya dan Elang berjalan menuju pintu kelas. Kelas mereka yang tidak ada guru. Dari luar kelas, suara bising terdengar nyaring sekali.
"Ekhem."
Langkah Anasya dan Elang terhenti. Padahal, mereka sudah hampir sampai di pintu kelas. Hanya tinggal selangkah lagi.
"Telat ya?"
Anasya menutup mata dan menggigit bibir bawahnya. Sudah pasti itu adalah seorang guru, bisa ditebak melalui suaranya.
Elang membalikkan badannya dan langsung menunjukkan cengirannya. Beliau Bu Midah, guru matematika yang harusnya mengajar di kelasnya hari ini. Sementara itu, Anasya masih menghadap ke depan. Ia belum membalikkan badannya.
"Eh, Ibu Ida. Cantik banget, Bu, hari ini. Wajahnya bersinar-sinar, mulus banget lagi. Habis perawatan ya, Bu?" tanya Elang meledek guru yang sudah cukup tua itu. Umurnya seumuran dengan ibunya.
Bu Midah menyetuh pipinya dengan kanan kanan, sedangkan tangan kirinya memeluk buku. "Masa sih? Saya udah lama lho nggak perawatan."
Anasya membalikkan tubuhnya. Ia hanya menunduk, tidak berani menatap guru di depannya. Anasya takut dihukum. Seumur hidup, ia tidak pernah yang namanya dihukum di sekolah.
"Beneran, Bu. Ibu makin hari makin cantik aja. Gimana saya nggak jatuh cinta coba?" ucap Elang yang diakhiri kedipan sebelah matanya.
Bu Midah tersipu, ia refleks memukul lengan Elang dengan malu-malu. "Kamu bisa aja sih."
"Bisa lah, Bu," sahut Elang. "Ibu tuh wanita tercantik di dunia menurut saya. Eh, ralat, setelah Ibu saya. Bu Midah itu bagaikan bidadari yang turun di hadapanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASYA (End)
Teen FictionSequel ARESKA DAN ALENTA (Beberapa part diprivat acak, follow untuk kenyamanan membaca). ... "Kamu tidak hancur, Sya. Tapi kamu sedang dibentuk." "Tidak hancur? Tapi sedang dibentuk? Iya, benar ... dibentuk menjadi lebih hancur lagi." ... Jadi? Mana...