Part 28 - Maaf Dari Fajar

1.2K 82 2
                                    

Biarlah semua berlalu pergi
Dan takkan kembali
Kini aku relakan

Biar kututup luka
Meski aku tersakiti
Cukup aku yang rasa

🎶 Semua Berlalu 🎶

***

S

uasana di ruangan itu masih sama heningnya seperti tadi pagi. Hanya ada suara detik dari jam dinding yang terpasang di atas pintu. Namun, Anasya sama sekali tidak bosan berada di sana. Elang juga masih setia menemani Anasya.

"Sekali lagi, Pa," ucap Anasya. Ia mengarahkan sendok di tangannya yang berisi bubur ke arah mulut Fajar.

Fajar membuka mulutnya, membiarkan sendok berisi bubur itu masuk.

"Minum, Pa." Anasya memegangi kepala bagian belakang Fajar untuk membantunya minum.

"Makasih ya," ucap Fajar.

Elang hanya melihat interaksi anak dan Ayah itu dalam diam. Ia sedari tadi duduk di sofa tanpa melakukan apapun. Elang juga tidak berniat untuk men-charger ponselnya yang mati. Elang kagum dengan Anasya, gadis itu telaten sekali dalam merawat Fajar.

"Kamu nggak pulang ke rumah?" tanya Fajar.

Anasya melihat ke arah jam dinding, pukul lima sore. Ia dan Elang juga sama sekali belum mengganti bajunya. Masih memakai seragam sekolah.

"Nanti aja, Pa. Aku nggak mau ninggalin Papa sendirian."

Fajar menatap ke arah Elang. "Kamu nggak pulang?"

Elang berdiri, ia pun berjalan mendekat ke arah Fajar. "Nanti saya pulang, Om."

"Kamu pulang aja, Lang, nggak papa. Kamu pasti bosen di sini terus," ucap Anasya.

Elang mengusap rambut Anasya dengan lembut. "Ya udah, aku pulang ya. Nanti aku suruh temen-temen Alextro buat jagain di depan."

Anasya mengangguk dan tersenyum simpul.

"Saya pulang ya, Om," ucap Elang berpamitan.

Setelah mencium punggung tangan Fajar, Elang pun keluar dari ruangan bernuansa putih itu. Rencananya, Elang akan ke markas untuk menyuruh beberapa anak Alextro untuk menjaga di luar ruangan Fajar.

"Papa mau tidur?" tanya Anasya.

Fajar menggeleng pelan.

"Mau minum lagi? Atau mau ke kamar mandi?" tanya Anasya lagi.

Fajar meraih tangan Anasya dan menggenggamnya. Tiba-tiba saja air matanya mengalir dan masuk ke dalam telinga.

"Papa kenapa nangis? Mana yang sakit?" Anasya bertanya dengan khawatir. "Sebentar, aku panggilin dokter."

Fajar menahan Anasya yang hendak berdiri dari duduknya. Air matanya semakin deras saja. Dadanya sesak sekali.

"Pa," panggil Anasya lembut. "Kenapa?"

"Maafin Papa, Anasya," ucap Fajar dengan suara parau. "Maaf."

Anasya tidak menjawab apapun. Ia hanya meletakkan tangannya di atas tangan Fajar, mengusapnya dengan lembut.

"Maafin Papa. Papa sadar kalau selama ini Papa udah jahat banget sama kamu. Papa sering bentak kamu, perlakuin kamu seperti pembantu, nampar kamu, bahkan Papa sam--"

"Pa," potong Anasya. Lalu, ia menunjukkan senyum tulusnya. "Nggak papa."

"Maafin Papa," ucap Fajar dengan terisak-isak.

"Iya, Pa. Aku maafin," ucap Anasya. "Aku tahu kalau selama ini Papa sedang dipengaruhin sama Mama Rheta dan Jessica. Aku tahu kalau Papa sebenernya sayang banget sama aku."

***

Elang turun dari motornya ketika ia sudah sampai di parkiran markas Alextro. Cowok itu terkejut bukan main ketika mendapati markas sangat berantakan dari luar. Kaca-kaca jendela pecah dan ada beberapa bangku yang keluar dan terbolak-balik. Dengan gerakan cepat, Elang berlari masuk ke dalam markas.

"Ini kenapa? Kenapa bisa kayak gini?" tanya Elang pada orang-orang yang ada di dalam markas.

"Geng Laskar nyerang," jawab Ricky sambil memegangi perutnya. "Tadi cuma ada gue, Justin, Reno, sama Elvan."

"Kalian nggak papa kan? Nggak ada yang parah?" tanya Elang.

"Iya, kita berempat nggak papa," jawab Justin.

"Anak SMA Perwira ada yang punya masalah sama anggota Geng Laskar, urusan cewek. Tadinya mereka cuma satu lawan satu, tapi anak Laskar kalah dan babak belur. Makanya mereka langsung nyerang markas kayak gini," ucap Satya menjelaskan.

"Kita serang balik! Enak aja ngobrak-abrik markas Alextro kayak gini," ucap Elang.

"Setuju! Kita serang markas Laskar!!" timpal Deska.

"Nggak, jangan. Ntar jadi makin panjang urusannya," cegah Satya.

Elang menatap Satya dengan pandangan tak suka. "Lo apa-apaan sih, Bos? Markas kita diserang, itu berarti mereka lagi mancing kita. Masa iya kita diem aja? Kesannya kayak pecundang banget dong."

"Di sinu ketuanya gue ya, lo cuma wakil. Nggak usah sok ngatur!" balas Satya dengan penuh penekanan dan tajam.

Justin berdiri di antara Satya dan Elang. "Udah, jangan malah kalian yang berantem dong."

"Jadi mau gimana nih?" tanya Ricky.

"Biarin. Lupain aja kejadian tadi," jawab Satya. "Masalah mereka kan sama anak Perwira, anak Perwira itu juga nggak masuk Alextro. Bukan urusan kita juga."

"Tapi Alextro dibangun sejak dulu tuh tujuannya buat ngelindungin Perwira, Bos!" ucap Elang.

Satya menatap Elang dengan sengit. Suasana dan situasi di markas itu menjadi semakin panas saja. "Terserah lo. Kalo mau nyerang balik, serang sendiri."

Elang menatap satu per satu anggota inti Alextro dengan kesal. Dia kesal, kesal sekali. Hingga akhirnya, Elang memilih untuk keluar dan pergi meninggalkan markas.

***

Dikit doang, nggak papa lah. Yang penting Anasya sama Papanya baikan><

ANASYA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang