Kuhidup dengan siapa?
Kutak tahu kau siapa?
Kau kekasihku
Tapi orang lain bagikuKau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskanlah
Teruskanlah kau begitu🎶 Agnez Mo - Teruskanlah 🎶
***
"Lo suka sama Elang?" tanya Rinai pada Marra sambil menulis.
Marra menatap Rinai dengan tatapan tak mengerti. "Nggak lah, gue juga udah punya pacar sendiri."
"Tapi perlakuan lo seolah lo suka sama dia," ucap Rinai. "Baru dua hari, tapi lo udah ngerebut banyak waktu Elang dari Anasya. Lo harusnya nyadar."
Marra menatap Rinai dengan sinis. Ia tidak suka dengan nada bicara Rinai. "Kan gue sahabatnya."
"Tapi Anasya pacarnya. Lo harusnya ngerti, lo sama Anasya sama-sama perempuan. Nggak seharusnya lo rebut banyak waktunya Elang. Lo juga punya pacar sendiri kan? Gimana coba perasaan lo kalo pacar lo sendiri deket-deket sama cewek lain? Pasti sakit kan? Nyesek kan? Mikir dong!" ucap Rinai.
"Maksud lo apa sih?" tanya Marra dengan nada kesal.
"Jangan rebut banyak waktunya Elang," jawab Rinai. "Kalo mau berangkat sekolah, pulang sekolah, atau apa pun itu, mending sama pacar lo aja. Jangan sama Elang. Karena kehadiran lo, Elang sama Anasya jadi nggak punya waktu buat bareng. Lo itu pengganggu tau nggak."
Marra dan Rinai sama-sama menatap tajam. Keduanya menunjukkan kilatan api di bola matanya. Rinai benci dengan Marra, ia seperti benalu di hubungan Elang dan sahabatnya.
"Nggak usah ngurusin hidup orang," ucap Marra dengan tajam.
"Gue nggak akan tinggal diem kalo lo macem-macem sama hubungan sababat gue," balas Rinai tak kalah tajamnya.
Marra memutus tatapan tajamnya dengan Rinai. Ia memutar badan ke belakang dan melihat Elang yang tengah mengusap rambut Anasya. Anasya sedang menyandarkan kepalanya di bahu Elang sambil membaca-baca buku.
"Lang," panggil Marra. Elang pun mengangkat sebelah alisnya. "Kamu duduk di sini lagi dong."
"Kenapa?" tanya Elang. "Kan kamu udah sama Rinai."
"Aku maunya sama kamu, aku juga mau cerita banyak sama kamu," ucap Marra membuat Rinai semakin benci saja.
Elang pun menyingkirkan kepala Anasya dengan gerakan pelan. "Aku duduk sama Marra lagi ya."
Anasya mengangguk pelan. Sebenarnya hatinya berat dan tak terima, tapi mau bagaimana lagi? Akhirnya, Rinai dan Elang kembali bertukar tempat duduk. Rinai dengan Anasya, Elang dengan Marra.
***
"Heh lo! Lo manusia apa tai? Kuning-kuning semua kayak begitu," ucap Justin kepada seorang cewek.
Cewek itu Shasha. Ia memakai sepatu kuning, bando kuning, blazer kuning, dan membawa kipas warna kuning.
"Apaan nih lo?" balas Shasha tak terima. Seperti biasa, ia bersam dua sahabatnya. Jessica dan Bianca.
"Tau tuh, nyinyir aja bisanya," ucap Bianca.
"Mulut sampah!" timpal Jessica.
"Eh! Kalian tuh yang sampah!! Kerjaannya cuma bully-bully orang tiap hari," ucap Ricky.
"Nggak usah ngarang deh!" elak Shasha.
"Ngarang apanya, dodol?! Gue denger tadi lo bertiga ngelabrak adik kelas kan?" sahut Aldan. "Nggak punya otak emang."
Shasha hendak maju menerjang Aldan. Emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Ingin rasanya kuku-kuku panjang miliknya digunakan untuk mencakar mulut Aldan. Tapi, Bianca dan Jessica menahannya.
"Gak usah diladenin," ucap Jessica.
"Awas lo!" ucap Shasha sambil menunjuk wajah Aldan.
"Iwis li!" Aldan malah menye-menye.
"Udah ih, ngapain sih kayak gitu? Nyari masalah aja," tegur Satya.
"Kesel juga sama tiga makhluk itu, semena-mena banget kalo di sekolah. Mereka pikir mereka siapa?" ucap Aldan.
"Iya. Cantik-cantik tapi kelakuannya kek tai," timpal Elang.
"Hushh!" Anasya menggeplak lengan Elang. Mengisyaratkan Elang agar tidak ikut-ikutan.
***
"Kamu pulang sendiri ya," ucap Elang ketika bel pulang baru saja berbunyi.
Anasya menghembuskan napas kasar, lalu mengangguk pasrah. Tidak ada gunanya juga kalau ia marah. Malah akan membuat hubungannya dengan Elang menjadi tidak sehat.
"Pacar lo siapa sih, Lang?" tanya Rinai.
"Hah?" Elang menunjukkan wajah cengo. "Ya Anasya lah. Emang siapa la--"
"Ayo pulang, Lang. Gue udah capek, pengin istirahat di rumah," ucap Marra. Ia bahkan sampai menarik-narik lengan Elang dari samping.
"Iya iya," sahut Elang. Elang berdiri sebentar di hadapan Anasya, lalu mengusap rambut Anasya dengan lembut. "Pulangnya hati-hati ya."
Anasya hanya merespon dengan anggukan kecil.
Elang dan Marra pun keluar dari kelas itu. Menyisakan Anasya dan Rinai yang kesalnya bukan main. Anasya sebenarnya sakit, tapi ia memilih diam dan memendamnya saja.
"Kampret banget sih pacar lo! Nggak peka!!" kesal Rinai. "Cowok emang gitu ya? Nggak pernah bisa yang namanya peka sama cewek."
"Udah lah," ucap Anasya dengan nada lelah.
"Kita anterin aja ayok lah," ucap Justin seraya menggendong tasnya. "Kita kawal sampe rumah."
"Nah, iya tuh," timpal Aldan.
"Kita sebenernya juga nggak suka sama si Marra itu. Dia bukan cuma ngerebut waktu Elang buat lo, Sya. Tapi waktu Elang buat kita juga direbut sama dia," ucap Deska.
"Tiap malem, biasanya kita kumpul-kumpul sama anak Alextro. Tapi Elang lebih milih nemenin Marra," sambung Ricky.
"Biarin aja, ntar juga sadar sendiri dianya. Nggak perlu ditegur. Manusia nggak akan puas kalo belum pernah ngerasain yang namanya nyesel," ucap Satya. Lalu ia menatap Anasya. "Lo pulang sama gue. Gue anterin."
"Nggak usah," tolak Anasya cepat.
"Nggak papa kali, Sya. Pacar lo juga pulang sama cewek lain. Lo juga bisa kali," ucap Rinai.
"Iya, nanti lo biar gue yang anterin, Nai," ucap Justin.
"Tapi aku nggak enak. Nanti Elang sama Satya malah jadi berantem lagi," ucap Anasya.
"Nggak bakal," ucap Ricky.
"Elang bukan tipe cowok yang suka berantem gara-gara cewek," ucap Deska.
***
Iya aku tahu, ini pendek banget. Lagi kehabisan ide. Besok up deh, InsyaAllah. No promise:v
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASYA (End)
Ficção AdolescenteSequel ARESKA DAN ALENTA (Beberapa part diprivat acak, follow untuk kenyamanan membaca). ... "Kamu tidak hancur, Sya. Tapi kamu sedang dibentuk." "Tidak hancur? Tapi sedang dibentuk? Iya, benar ... dibentuk menjadi lebih hancur lagi." ... Jadi? Mana...