05. Terungkitnya Masa Lalu

105 15 0
                                    

"Manusia harus berada di titik terendah dalam hidup karena dia perlu tahu siapa saja yang bertahan."

••• ✏️•••

Dengan tangan yang terkepal Dimas berjalan cepat menyusuri koridor lantai tiga di gedung jurusan Penyiaran.

Tadi pagi dia mendapat telepon dari Bibi bahwa ayahnya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Dan itu semua terjadi karena malam sebelumnya ayahnya dan ibunya Rangga bertengkar hebat.

Menurut laporan Bibi, malam itu Rangga membela ibunya sehingga membuat Galen sakit hati. Akhirnya penyakit jantung Galen kumat. Itu berarti janji Rangga untuk menjaga dan memperlakukan Galen seperti ayahnya sendiri sudah dia ingkar.

Meskipun Dimas sempat membenci ayahnya, itu bukan berarti Dimas akan tinggal diam jika ayahnya diperlakukan seperti itu di rumah ayahnya sendiri.

Rangga sedang membaca buku saat tiba-tiba Dimas menendang mejanya.

"Kenapa lag—" Belum sempat Rangga menanyakan apa alasan Dimas tiba-tiba datang dan menendang mejanya, cowok itu sudah lebih dulu mendapat pukulan tepat di tulang pipinya.

Rangga mengesah sebelum berdiri dari tempat duduknya. "Puas?" tanya Rangga, mencoba untuk bersikap tenang.

"Ngerti maksud pukulan itu?"

"Iya, gue minta ma—" Satu pukulan lagi harus dia terima begitu saja. Dia mengerti kenapa Dimas tiba-tiba memukulnya. Pasti ini karena Dimas sudah tahu ayahnya masuk rumah sakit setelah bertengkar dengan ibunya. "Pukulan kedua maksudnya apa?" tanya Rangga.

"Mau pukulan ketiga?" Dimas balik bertanya. Saat dia melayangkan tangannya untuk memukul Rangga, dengan cepat Rangga menahan tangan Dimas yang sedang terkepal erat.

Teman-teman sekelas Rangga tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya menonton karena tidak ingin ikut campur. Tapi, ada juga yang segera berlari keluar kelas untuk mencari pertolongan.

"Lepas."

"Kalau gue lepas, lo bakal mukul gue lagi. Benar, 'kan?" Rangga semakin mempererat cekalannya.

"Balas. Jangan diam aja."

Plak!

Tamparan dari Rangga mendarat mulus di pipi Dimas. Sudut bibir Dimas terangkat. "Bagus."

Setelah satu kata itu keluar dari mulut Dimas, adu pukul di antara keduanya terjadi. Dimas mendorong tubuh Rangga dengan sangat kencang sehingga membuat Rangga jatuh. Kursi dan meja di kelas 12 Penyiaran 1 sudah tak beraturan lagi karena ulah keduanya.

Tidak mau kalah, Rangga berdiri lalu mendorong tubuh Dimas untuk membalas. Sekarang giliran Dimas yang terjatuh.

"Gimana? Puas?" tanya Rangga dengan nafas yang memburu sambil memegang kerah kemeja Dimas. Dimas pun saat ini sedang memegang kerah kemeja Rangga.

"Gue tahu lo senang sekarang karena bisa melampiaskan semuanya. Dendam yang tersimpan di hati lo beberapa tahun terakhir akhirnya bisa lo lampiaskan sekarang. Iya, 'kan?"

Jangan tanya bagaimana keadaan keduanya saat ini. Mereka berdua sama-sama babak belur.

"Tapi, coba lo pikir, Dim. Apa Jessica senang lihat kita berdua gini?" Pertanyaan Rangga membuat cengkeraman Dimas pada kemeja Rangga melonggar. Sudah cukup lama nama itu tidak pernah dia dengar lagi.

"Kalau Jessica di sini, dia pasti udah marahin kita berdua habis-habisan karena berantem seperti anak kecil. Tapi syukurlah, gue senang berantem sama lo. Udah lama kita gak kayak gini."

Clara's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang