18. Kejutan Misterius

67 11 2
                                    

"Seharusnya mencintai itu tidak menyakiti, tapi saling membahagiakan. Karena cinta seharusnya bisa menjadi alasan bahagia, bukan memberi ruang untuk luka."

•••✏️•••

Gigi Clara sudah kering karena tersenyum selama hampir satu menit, tepat setelah pintu rumah itu dibuka.

Cowok yang berdiri di depannya saat ini hanya menatapnya dengan raut wajah bingung tanpa berinisiatif untuk menyuruhnya masuk.

Tapi, tidak apa-apa. Jika cowok itu menatapnya lebih lama lagi juga tidak masalah karena dia sangat menikmati tatapan cowok itu.

"Ngapain?" Satu kata dengan nada ketus membuat Clara melunturkan senyumnya.

"Kerja," jawab Clara datar.

"Ini bukan jam kerja kamu."

Jam di layar ponselnya menunjukkan pukul 05.42. Masih banyak waktu sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Jadi, tidak ada alasan untuk Dimas menolak keinginannya bekerja saat ini.

"Pokoknya aku mau kerja. Titik. Permisi." Tanpa dipersilakan, Clara menerobos masuk ke rumah itu. Gadis itu meletakkan tasnya di atas meja, lalu mulai mencuci piring yang menumpuk.

Tidak lama kemudian, Dimas menarik bahu Clara agar menjauh. "Jangan nyuci."

"Kenapa?"

"Nanti masuk angin. Masih pagi banget. Dingin."

Sesaat setelah Dimas memberitahukan alasan kenapa dia tiba-tiba menarik bahunya, Clara terpaku di tempat. Rasanya bahagia sekali saat Dimas mengkhawatirkannya. Perhatian kecil seperti itulah yang sering Clara abaikan, namun akhir-akhir ini sangat dia rindukan.

Saat ditatap seperti itu oleh Clara, Dimas menurunkan tangannya secara perlahan. "Pergi. Balik lagi nanti sore."

"Sia-sia, dong, aku bangun pagi-pagi kalau gak kerja?"

"Yang nyuruh kamu kerja pagi-pagi siapa?" tanya Dimas sambil melipat tangan di depan dada.

"Hati nurani." Clara menjawab dengan mantap sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya menyuci piring. "Oh, ya, Tiffany mana?"

"Tidur."

"Tante Helena?"

"Tidur."

"Kamu?"

"Tid—" Dimas tiba-tiba tersadar, dan Clara pun langsung tertawa terbahak-bahak. Akibat pertanyaan beruntun dari Clara, hampir saja Dimas memberi jawaban yang sama.

Cowok itu pun hanya bisa mengusap tengkuknya saat mendengar suara tawa dari gadis yang ada di depannya saat ini.

Setelah lebih dari sepuluh detik tertawa, Clara akhirnya bisa meredakan tawanya sendiri. Dengan tangan yang berbusa, Clara berbalik badan bersamaan dengan Dimas yang melangkah maju dengan tujuan untuk membantu Clara.

Jarak tubuh keduanya menjadi sangat dekat. Bahkan bibir Dimas hampir saja menyentuh jidat Clara.

Keduanya sama-sama terpaku di tempat. Sebelum akhirnya Clara mengangkat wajahnya untuk menatap mata Dimas. Dimas pun melakukan hal yang sama. Cowok itu sedikit menundukkan kepala agar bisa menatap mata Clara.

Clara's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang