"Manusia memang ditakdirkan untuk hidup sesuai alur yang sudah ditentukan."
•••️ ✏️•••
Seperti mau gila rasanya melihat Clara sudah berhari-hari termenung seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup. Bagian bawah matanya mulai menghitam karena hanya tidur 2-3 jam tiap hari, wajahnya pucat seperti mayat, dan yang membuat Gisel merasa 'kehilangan' adalah Clara tidak seceria dan cerewet seperti biasanya.
Mendadak gadis itu menjadi pendiam dan suka mengurung diri. Jangankan membuka mulut untuk bicara, membuka mulut untuk makan saja susah.
Iya, sih, Gisel mengerti Clara begitu shock karena Dimas yang tiba-tiba berubah dan tidak mengenalnya setelah semua yang Clara lakukan untuk Dimas. Tapi, tidak begini juga. Ini baru jalan beberapa hari. Kalau sudah sebulan? Clara bisa mati perlahan kalau begini terus.
Sudah hampir setengah jam Gisel duduk bersila—berhadapan dengan Clara yang sedang melamunkan sesuatu—akan tetapi tidak ada perbincangan di antara mereka.
Sepertinya Gisel harus melakukan sesuatu untuk membuat Clara semangat lagi. Gadis itu beranjak dari tempat tidur, mengambil pulpen dan buku, lalu kembali duduk bersila di depan Clara.
"Oke, cukup. Bisa gila gue lihat lo begini terus. Gimana kalau Om Farhan datang dan lihat lo kayak mayat hidup gini?"
Clara hanya menatap Gisel dengan wajah lesu. "Hm."
"Beberapa bulan yang lalu, seorang Clara Priscilla berhasil menuntaskan misi dari Dhika dengan baik. Jadi, gimana kalau mulai lagi? Kali ini lo gak sendiri, tapi gue akan ikut menyelesaikan semuanya."
"Hah?" Clara merespon, meskipun matanya hampir tertutup karena mengantuk.
Plak.
Gisel menampar pipi kanan Clara untuk menyadarkan gadis itu. Jika biasanya Clara akan marah atau membalasnya, kali ini Clara hanya menatapnya datar seolah tamparan dari Gisel tidak menimbulkan rasa sakit. Atau mungkin, Clara sudah kebal dengan segala bentuk rasa sakit.
"Semangat, dong!" Kali ini Gisel mengguncang tubuh Clara. Tapi, perlahan Gisel menghentikannya saat melihat Clara meneteskan air mata entah sudah yang ke berapa kali hari ini.
"Loh, kok, nangis lagi?!"
"Gue harus apa?"
"Astaga!" keluh Gisel sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Mana Clara yang dulu? Gue merasa kehilangan, tahu gak?!"
"Gue ... harus gimana?"
"Bisa gak, sih, semangat?"
Clara menggeleng pelan. "Gak bisa."
"Kalau lo kayak gini terus, lo gak akan bisa tahu apa yang terjadi sebenarnya. Jangan diam di tempat terus, dong," ucap Gisel memberi semangat sambil menghapus air mata Clara.
"Nih, lihat." Gisel mengangkat buku dan pulpen yang sudah disiapkannya. "Belajar dari pengalaman lo waktu itu, pasti ada sesuatu di balik semua ini."
Clara membersit hidungnya, lalu menatap Gisel dengan tatapan meminta penjelasan.
"Pertama, Dimas gak kasih tahu lo apa yang harus dia selesaikan di sana," kata Gisel sambil menulis di buku yang sudah disiapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clara's Life
Fiksi Remaja[SELESAI-Sekuel Clara's Mission] Kisah selanjutnya tentang kehidupan Clara setelah menjalin hubungan dengan Dimas. Dimas selalu berubah seperti memiliki kepribadian ganda, Clara tahu. Semua orang juga tahu. Tapi, kali ini berbeda. Dimas benar-benar...