"Rumah adalah pilihan terbaik untuk jiwa yang membutuhkan rasa nyaman."
••• ✏️•••
Hari ini adalah hari keempat Dimas dirawat di rumah sakit. Dan, hari ini adalah hari keempat juga Dimas meminta untuk segera dipulangkan. Namun, saat menelepon Helena kemarin pagi, ibunya itu melarang Dimas untuk pulang sebelum dia tiba di Indonesia sore ini.
"Bi Lina, bisa bantu bawa pulang aja apa yang perlu?" tanyanya pada Bi Lina yang sedang berbincang dengan Kang Dodi.
"Boleh, boleh." Bi Lina mengangguk, lalu memukul lengan Kang Dodi. "Cepetan bantu!"
"Ih, main tangan. Untung kamu perempuan." Kang Dodi menatap Bi Lina tidak suka yang berhasil membuat Clara dan Dimas tersenyum.
"Hei, what's up, Bro?!" Suara itu sontak membuat mereka kaget. Itu adalah suara Gama yang datang bersama Farel dan Rion. Selama Dimas dirawat mereka memang belum pernah menjenguk karena sibuk kuliah. Mereka berusaha keras mencari waktu terbaik agar bisa menjenguk Dimas.
Dimas tersenyum tipis melihat kedatangan sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka rahasianya akan terbongkar secepat ini.
Saat tatapannya bertemu dengan tatapan Farel, Dimas bisa melihat ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan sahabatnya yang satu itu. Tatapan Farel berbeda dengan tatapan sahabat-sahabatnya yang lain.
"Kenapa, Rel?" tanya Dimas penasaran.
Bukannya menjawab pertanyaan Dimas, Farel justru menunduk sambil memasukkan kedua tangannya di saku jaketnya.
Semua pandangan mereka tertuju pada Farel, kecuali Bi Lina dan Kang Dodi yang sibuk berkemas.
"Kasih waktu sebentar buat gue ngobrol sama Dimas. Sebentar aja," kata Farel sambil menatap mereka satu per satu.
"Lah, kita, kan, datang bareng. Gue juga pengen ngobrol kali sama Dimas." Gama bersuara tak setuju.
"Sama kita aja kali, Rel. Mau ngomongin apa, sih, cuma berdua doang?" Kini Rion yang bersuara.
"Gantian aja, ya. Lagian, gak enak kalau di sini terlalu banyak orang," saran Clara.
"Kalau Clara yang kasih saran mah Akang Gama nurut, deh," goda Gama yang membuat Rion membekap mulutnya.
"Dimas gak amnesia, oke?" bisik Rion yang tentu saja masih dapat didengar oleh mereka. "Gue laporin ke Putri, tahu rasa lo!"
"Gue tahu, kok, rasanya. Rasanya ... biasa aja kali!" kata Gama setelah berhasil membebaskan mulutnya dari tangan Rion.
"Udah, yuk, keluar," ajak Clara. "Bi Lina sama Kang Dodi udah dulu kemasin barangnya. Kita keluar dulu."
"Oh, kebetulan udah selesai, kok," kata Bi Lina.
"Kami pamit pulang dulu. Mau beres-beres di rumah. Biar nanti pas Mas Dimas pulang, semuanya sudah bersih dan rapi," timpal Kang Dodi.
"Ya, udah, Kang. Makasih, ya," kata Clara sambil tersenyum.
"Mas, pamit dulu, ya," kata Bi Lina dan Kang Dodi secara bersamaan kepada Dimas.
"Iya," sahut Dimas singkat.
Clara, Gama, dan Rion menyusul Bi Lina dan Kang Dodi keluar untuk membiarkan Farel dan Dimas mengobrol berdua.
"Gimana kuliah lo, Rel?" tanya Dimas setelah tinggal mereka berdua yang ada di dalam ruangan itu.
"Gak usah bahas itu dulu, Dim. Gue masih kecewa banget, tahu gak? Dulu, gue pernah ngomong ke Dhika kalau dia harus jadi kayak lo yang mementingkan diri sendiri. Tapi ...." Farel mengusap wajahnya gusar. "Tapi, apa sekarang gue harus ngomong ke lo kalau lo harus jadi kayak Dhika yang setidaknya ... setidaknya lo kasih tahu ke gue tentang penyakit lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Clara's Life
Teen Fiction[SELESAI-Sekuel Clara's Mission] Kisah selanjutnya tentang kehidupan Clara setelah menjalin hubungan dengan Dimas. Dimas selalu berubah seperti memiliki kepribadian ganda, Clara tahu. Semua orang juga tahu. Tapi, kali ini berbeda. Dimas benar-benar...