13. The Sugar Mommy

3.6K 392 76
                                    

Vote dan komen yang banyak yah, biar aku senang dan semangat *ea
Happy reading!

**
Badai pasti berlalu
Katanya...
Tapi baru saja satu badai usai, badai lain menghampiri.
Lain waktu, topan yang datang mengacau.
Mereka... seolah tak rela aku hidup bahagia.
Jadi, aku harus bagaimana?
Hidup kan memang sulit. Tapi apa hanya karena kesulitan makin berat kita harus berhenti hidup?
Tidak, kan?

**

Aku merasakan kerongkonganku kering sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku merasakan kerongkonganku kering sekali. Luka-luka ditubuhku mendadak jadi perih. Lambaian dan senyum Shinici membuatku penasaran setengah mati. Di detik berikutnya aku panik.

"Chris.. kau yakin mobil ini aman?"

"Huh?" Chris yang tengah mengecek luka gores di lengannya mengangkat wajah, memandangku dengan alis bertaut.

"Shinici tidak akan melakukan sabotase pada mobil ini." Sean menukas, memadamkan ketakutan yang beberapa detik lalu menjalari tubuhku.

"Dari mana kau tahu?"

"He's my brother." Aku memutar bola mata dengan sengaja.
"Step. Brother. Technically." Sean merevisi kalimatnya, mungkin takut jika aku tiba-tiba mencekiknya.
"Ya apapun lah. Aku tahu dia orang seperti apa."

"Yakuza berdarah dingin." Chris melemparkan tablet miliknya ke pangkuan Sean. Di layar terpampang informasi mengenai Shinici.
"Orang Korea yang jadi warga negara Jepang. Pebisnis handal, tapi merangkap jadi yakuza. Pemimpin salah satu kelompok yakuza paling terhormat di Jepang."

Aku mendengkus, informasi yang disampaikan Chris tidak penting. Aku tidak mau tahu menahu soal Shinici Shinici itu. Yang aku tahu, kami hampir tewas karena berurusan dengannya.

"Shinici memang terlihat seperti penjahat paling keji. Dia bisa membunuh, merampok, dan bahkan melakukan berbagai kecurangan di setiap bidang pekerjannya. Tapi, menusuk lawannya dari belakang tidak mungkin dia lakukan?"
Sempat-sempatnya Sean membela kakak sintingnya itu. Aku menahan diri, menggunakan stok kesabaranku yang tidak seberapa.

"Why?" Aku bertanya dengan tidak sabar. "Dimana-mana ya, kalau yang namanya keji dan licik itu satu paket. Di bisnis, orang cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Apalagi orang seperti kakak tirimu yang menganggap nyawa manusia tidak beda dengan lalat."

"Itu akan melukai harga dirinya, Sophia." Sean mengusap rambutku pelan, sebelum merangkulku dengan pelukan longgar. Begini saja darahku sudah berdesir-desir. Aku lupa kalau tadi aku berniat menyerapahinya.

"Jangan mesra-mesraan di mobilku!" Chris berteriak dari bangku depan, yang tentu saja kami abaikan dengan senang hati.
"Tahu tempat lah sedikit. Kau berhutang nyawa padaku, Sophia."

"Ya. Dan kau juga berhutang banyak penjelasan."

Aku melihat perubahan air muka Chris yang signifikan. Dia nampak... cemas?

The Sugar Baby (Completed - Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang