Bab 13

27.4K 3.7K 232
                                    

Untuk mensukseskan diri menjadi istri yang baik -istri yang diharapkan Sakti, Ia mulai melakukan perubahan-perubahan kecil. Tidak terlalu signifikan, namun luar biasa berarti apabila dilakukan setiap hari.

Ia juga tidak mau rugi sendiri, semua ini dia lakukan karena melihat interaksi suaminya itu yang memang mulai berkurang dengan Dianza. Seolah Sakti juga ingin membuktikan ucapannya tempo hari. Adara yang menghargai semua itu tidak ingin Sakti berubah sendirian.

Jujur saja, semua hal ini sangat membuatnya cemas. Ada kekhawatiran yang luar biasa saat dia mulai menjalani ini. Menerima perlakuan baik dari Sakti saja mampu membuat hatinya yang keras porak-poranda, belum lagi kebiasaan baru laki-laki itu yang mulai menciumnya setiap pagi dan malam.

Adara tidak bisa menahan harapan di dalam hatinya mekar. Dia sudah mematri dirinya sendiri agar tidak terlalu larut dalam keadaan ini, namun sepertinya, lagi-lagi dia gagal. Cinta memang bisa mengalahkan logika, tidak ada yang bisa membantah itu. Bahkan ketika kamu meletakkan cinta dalam logika paling logis, hati tetap tidak akan mau menurutinya. Seolah hati memiliki sistem tersendiri yang tak mau dikuasai apapun, logika sekalipun.

Maka, karena hari ini Hari Sabtu dan biasanya Adara akan bermalas-malasan di dalam kamar. Ia rela menggerakkan badan di awal pagi karena Sakti selalu bangun lebih awal. Ia langsung menegakkan tubuhnya dan membantu Sakti membersihkan rumah. Dia mengambil alat pel dan mengepelnya sedangkan Sakti sudah berada di halaman belakang untuk menyapu daun-daun kering yang berjatuhan -yang entah datang dari mana. Mungkin dari pohon besar yang terdapat tak jauh dari belakang rumah mereka.

Ia mengingat bahwa suaminya itu belum menentukan jadwal apapun hari ini. Biasanya, kalau ingin ke Puncak, Sakti akan mengatakannya dari semalam. Tapi hingga pagi ini Sakti belum mengatakan apapun.

"Hari ini mau kemana?" Tanya Adara, menatap Sakti yang sedang sibuk mondar-mandir untuk membersihkan sampah-sampah di halaman belakang mereka yang kecil.

"Nggak kemana-mana. Ra, Tolong sekop," ujar Sakti. Adara langsung mengambilkannya untuk Sakti. Tidak ada yang terlalu berubah sebenarnya, mereka masih bersikap seperti biasa kecuali sikap-sikap romantis di pagi dan malam hari.

Adara mendekati Sakti yang mulai menggali tanah, tangannya tampak telaten melakukan itu. Ia tahu Sakti mendapatkan semua ilmu ini saat masih training oleh ayah mertuanya saat akan menjadi direktur, dimana ia harus menguasai semua hal tentang manajemen perusahaan dan perkebunan. Semua hal itu didapat Sakti sebelum mereka menikah. Saat sudah dibawa Sakti ke rumah ini, laki-laki itu memang tampak beberapa kali menanam bunga dan tanaman obat di halaman belakang mereka.

"Ra, gimana kalau kita pindah rumah?" Sakti menoleh kesamping dan sedikit terkesiap mendapati Adara berada disampingnya. Netra laki-laki itu membulat, namun dia segera mengalihkan pandangan untuk menguasai diri.

Adara mendekatkan tanaman pot -tanaman yang tiba-tiba sudah ada di depan rumah mereka kemarin sore pada Sakti. "Memang kenapa sama rumah ini?"

Sakti menoleh lagi sebentar, "Terlalu kecil. Kamu nggak mau rumah yang ada kolam berenangnya gitu? Atau mau renovasi saja?" Jantung Adara berdegup cepat mendengar semua itu, dia sedikit melirik matahari yang ada diatas mereka. Ini sudah terlalu siang bagi Sakti untuk mengigau. Apa laki-laki itu tidak sadar dengan ucapannya barusan? Pindah rumah? Yang benar saja.

"Rumah besar kalau penghuninya sedikit juga terasa dingin, Sakti." Adara sedikit mengabaikan pikirannya dan memilih untuk menanggapi ucapan Sakti.

"Benar juga ya."

Adara kembali diam. Dia menatap buliran keringat Sakti yang mulai turun dari pelipisnya. Ia beranjak ke dalam rumah dan membawakan tisu, mengelap keringat Sakti yang sepertinya mulai mengganggu laki-laki itu. Sakti lagi-lagi hanya bisa mematung ditempatnya, menikmati perlakuan Adara yang ... pertama kali dia dapatkan.

Terusik | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang